WARISAN ISTRIKU (11)(Aku Tak Tahu Istriku Banyak Warisan Saat Kutalak Tiga Dirinya)POV DANUPagi-pagi sekali aku sudah mengintip kediaman Pak RT.Sengaja sedari tadi aku menunggu di gardu pos ronda ini, ingin mengintai keberadaan istriku, Laras yang pagi ini hendak berangkat ke Jawa menggunakan armada bus.Aku sudah menyiapkan tas dan keperluan lainnya untuk bepergian karena rencananya aku juga akan mengikuti Laras pulang ke kampung halamannya, tentu saja dengan diam-diam agar tidak ketahuan.Aku akan menggunakan bus yang sama tapi dengan dandanan menyamar menjadi orang lain agar tidak ketahuan oleh Laras kalau itu adalah aku, suaminya.Aku melirik jam yang melingkar di tangan tak sabar. Pukul 06. 30 WIB.Seingatku bus antar kota antar propinsi yang akan menempuh rute ke kampungnya sana akan berangkat pada pukul tujuh pagi sehingga tidak lama lagi bisa dipastikan Laras akan segera keluar dari kediaman Pak RT ini dan akan berangkat menuju loket bus tersebut.Benar saja dugaanku, tak
WARISAN ISTRIKU (12)(Aku Tak Tahu Istriku Banyak Warisan Saat Kutalak Tiga Dirinya)POV LARAS"Pak, ke bandara ya," ucapku saat taksi online yang kupesan sudah datang."Siap, Mbak. Mari." Driver taksi online membuka pintu samping mobilnya dan mempersilahkan aku masuk.Aku naik lalu duduk dengan perasaan lega. Akhirnya sebentar lagi aku akan pulang kampung juga sesuai rencana.Setelah pamit dan melambaikan tangan pada bapak dan ibu RT, taksi online yang kutumpangi pun melaju pelan meninggalkan kompleks perumahan yang selama ini aku tinggali bersama Mas Danu.Selamat tinggal pria pengkhianat! Aku akan pergi meninggalkalmu dan segera melupakanmu! Bisikku dalam hati."Mbak, coba lihat ke belakang, kayaknya ojol di belakang ngikutin kita ya?" tanya driver taksi tiba-tiba sembari mata si bapak melirik spion mobil dengan pandangan curiga.Aku pun ikut melirik lalu menoleh ke belakang untuk memastikan apa benar yang dikatakan driver taksi itu.Benar saja, di belakang kami terlihat sebuah arm
WARISAN ISTRIKU (13)(Aku Tak Tahu Istriku Banyak Warisan Saat Kutalak Tiga Dirinya)"Begini, Pak, Bu. Laras dan Mas Danu sudah nggak bersama lagi. Mas Danu sudah menjatuhkan talak tiga pada Laras, tapi ibu dan bapak jangan sedih, karena Laras sendiri juga sudah ikhlas menerima takdir ini. Mas Danu sudah mengkhianati Laras, Bu dan Laras tidak bisa menerima hal itu. Maafkan Laras, tapi insyaallah Laras tidak apa-apa jadi janda dari pada hidup menderita diduakan suami," ucapku menjelaskan dengan kepala menunduk. Bagaimanapun ada rasa malu karena telah mengecewakan hati kedua orang tua yang tentu tak ingin rumah tangga anaknya berantakan. Tapi mau bagaimana lagi, tak mungkin kuteruskan hidup bersama laki-laki pecundang seperti Mas Danu."Ya Allah Laras ... jadi ternyata gitu ceritanya makanya Danu nggak ikut ke sini bareng kamu? Ya sudah, kamu yang sabar ya, Nduk. Kalau sudah takdirnya begitu, mau diapakan lagi, kita ikhlas saja menerima. Tapi bagaimana ini, kita mau pindah ke mana kala
WARISAN ISTRIKU (14)(Aku Tak Tahu Istriku Banyak Warisan Saat Kutalak Tiga Dirinya)Laras tersenyum lebar saat akhirnya burung besi yang membawa ia bersama kedua orang tuanya mendarat juga di kota bertuah, Jambi.Buru-buru Laras memesan taksi online saat keluar dari bandara."Pak, ke hotel B* Lux**y hotel ya. Tapi sebelum ke sana, mampir dulu ke anjungan tunai mandiri. Saya mau ambil uang dulu," ucap Laras pada driver taksi yang langsung mengangguk setuju.Tadi, Pak Hananto, bapak Laras memang sudah menyerahkan kartu ATM miliknya yang berisikan uang ganti rugi dari perusahaan pada Laras untuk dikelola dan dipergunakan untuk membiayai kebutuhan mereka.Dan lelaki paruh baya itu menyerahkan segala sesuatunya pada sang putri tunggal karena percaya, di tangan Laras, uang itu pasti akan bisa dikelola dan dimanfaatkan dengan baik.Usai mengambil beberapa juta rupiah untuk membayar biaya menginap di hotel mewah yang ia tuju dan untuk makan, Laras pun melanjutkan perjalanan menuju hotel tuju
WARISAN ISTRIKU (15)(Aku Tak Tahu Istriku Banyak Warisan Saat Kutalak Tiga Dirinya)Laras memandang wanita berumur awal empat puluh di depannya dan lelaki paruh baya di sampingnya yang merupakan suami perempuan itu dengan pandangan menilai.Dua orang tersebut adalah pasangan suami istri yang direkomendasikan oleh sahabatnya Dina untuk bekerja di rumahnya, karena dulunya pernah bekerja pada salah satu keluarga Dina yang akhirnya terpaksa memberhentikan pasangan ART itu karena tak mampu lagi membayar gaji bulanan mereka efek pandemi Corona melanda negeri ini.Melihat pasangan itu, Laras tersenyum dan menganggukkan kepala. Perasaannya mengatakan pasangan suami istri itu orang baik dan cukup memenuhi kriterianya untuk bekerja di rumah ini. Jadi, tanpa ba-bi-bu lagi, ia langsung menerima mereka bekerja di rumah baru ibu bapaknya. Nama pasangan itu adalah Bude Darmi dan Pakde Kiswo. Anak-anak mereka sudah besar-besar dan sudah bekerja sendiri sehingga tidak ikut tinggal bersama kedua ora
WARISAN ISTRIKU (16)(Aku Tak Tahu Istriku Banyak Warisan Saat Kutalak Tiga Dirinya)Sepeninggal Dina, Laras meraih ponselnya lalu dengan memberanikan diri mencoba menelepon Dicky Prasetya, lelaki yang tempo hari satu pesawat dengannya dan berprofesi sebagai seorang pengacara tersebut.[Halo? Bicara dengan siapa ini?] tanya pria itu dari seberang.[Saya Laras, Pak. Kita ketemu di pesawat tempo hari.] terang Laras.[Oh, Laras. Ya, saya ingat. Ada apa, Ras? Gimana kabarnya? Masih di Jawa atau sudah kembali ke Jambi?][Sudah kembali, Pak. Dan saya mau minta bantuan hukum dari bapak, bisa?] lanjutnya lagi.[Oh, tentu saja bisa. Ada masalah hukum apa sebenarnya yang menimpa kamu, Laras?] tanya Dicky.[Hmm ... kalau saya jelaskan nanti setelah bertemu dengan anda gimana, Pak Dicky? Kalau di telepon begini rasanya kok kurang enak ya?] ragu Laras.[Oh, baik. Kalau begitu saya tunggu kamu di kantor saja ya? Tapi jangan terlalu formal begitu, Ras. Panggil saja saya Dicky, seperti kemarin. Oke,
WARISAN ISTRIKU (17)(Aku Tak Tahu Istriku Banyak Warisan Saat Kutalak Tiga Dirinya)Dina sedang duduk di depan kantor pemasaran perumahan tempat ia bekerja saat seorang lelaki masuk dan langsung menghampirinya."Dina? Masih ingat sama aku nggak?" Laki-laki itu membuka mulutnya."Siapa ya?" tanya Dina dengan kening berkerut."Aku Danu, suami teman kerja kamu dulu, Laras. Ingat nggak?" Danu mencoba mengakrabkan diri."Laras? Tunggu ... iya aku ingat. Yang cantik, putih dan ramah itu kan? Di mana dia sekarang, Danu? Kok kalian nggak barengan? Salam ya nanti untuk dia," ucap Dina sambil tersenyum lebar. Pura-pura tidak kenal lagi dengan Laras.Mendengar perkataan Dina, Danu tersenyum kecut. Ditelannya ludah untuk membasahi tenggorokan yang tiba-tiba terasa kering.Maksud hati menemui gadis ini untuk bertanya soal Laras, malah Dina minta disampaikan salam pada istri yang sekarang tak tahu lagi di mana rimbanya itu."Hmm ... apa selama ini kamu nggak pernah ketemu Laras ya, Din?" tanya Dan
WARISAN ISTRIKU (18)Danu melangkahkan kakinya menuju gedung pengadilan agama dengan langkah kaki lebar.Hatinya sudah tak sabar ingin segera bertemu dengan Laras.Sidang kali ini boleh saja perempuan itu hadir dan merasa di atas angin, pikirnya. Tapi tunggu saja setelah ini, Laras pasti tak akan berdaya di bawah ancamannya, ucap Danu penuh percaya diri pada dirinya sendiri.Laki-laki itu kemudian mendekati meja petugas pendaftaran lalu mengabsenkan diri di sana, menyatakan jika dirinya sudah datang menghadiri sidang. Setelah itu ia duduk di ruang tunggu dan mulai mengamati keadaan sekitar. Hmm ... sepertinya Laras belum datang. Di kolom nama penggugat, nama itu masih kosong, belum diisi.Ia pun kemudian meneruskan duduk menunggu hingga tiba-tiba sudut matanya menangkap kedatangan seorang lelaki tampan dengan pakaian rapi dan tas kerja terjinjing di tangannya melangkah penuh percaya diri menuju meja pendaftaran.Begitu berhadapan dengan petugas pengadilan agama, keduanya langsung ter