Ruangan tempat Sima dan Kaliki bertarung kini semakin berantakan, cahaya yang dipadatkan oleh Sima rupanya telah membuat ruangan yang megah tersebut menjadi tidak berbekas. Bahkan langit-langitnya yang tinggi pun tidak bisa menahan atas apa yang Sima lakukan beberapa saat yang lalu.
Puing-puing berjatuhan, 10 pilar yang kokoh berdiri dan membuat ruangan tersebut yang awalnya terlihat elegan, kini semuanya roboh dan menghancurkan atap dari ruangan tersebut sehingga hancur berkeping-keping.
Sehingga, ruangan tersebut kini beratapkan langit. Dengan jiwa-jiwa manusia yang berterbangan dan mengelilingi bangunan tersebut setelah mereka terbang dan melayang keluar dari bangunan tersebut.
Hah hah hah
Sima tampak kelelahan. Meskipun dia masih melayang di atas dengan tubuhnya yang kini tampak penuh luka, namun serangannya itu tampaknya berhasil membuat Kaliki tidak bisa melarikan diri karena kini, setengah badannya terlihat tertutup oleh pilar-pilar yang besar
Terima kasih sudah menjadi pembaca setia WARUNG TENGAH MALAM Jangan lupa vote dan komen ya karena supaya tetap semangat untuk menulis bab-bab selanjutnya terima kasih
Sebuah bangunan yang megah dengan banyaknya ruangan di dalamnya, secara tiba-tiba terbelah menjadi tiga bagian. Hanya dengan cahaya setipis benang yang dikeluarkan oleh Sima dengan seluruh kekuatannya. Secara perlahan bangunan tersebut terlihat terbelah dengan sangat halus, dan melayang dalam beberapa saat sebelum ambruk kembali ke tanah dan membuat bangunan megah tersebut hancur berantakan. Semua yang sedang bertarung diluar seketika melihat bangunan itu mendadak hancur. Bahkan saking dahsyatnya, cahaya setipis benang itu sampai membelah langit dan keluar secara paksa sehingga menghancurkan pepohonan hutan di dekat gua di Gunung Sepuh. Bahkan, Kapragan dan Asri Manik yang sedang bertarung di luar pun kaget ketika melihat hal tersebut, karena mereka berdua sendiri tidak tahu siapa yang melakukan hal itu. Karena mereka tidak tahu keilmuan siapa yang bisa mengakibatkan bangunan yang kokoh tersebut terbelah. Namun hal itu hanya sebentar, karena mereka ha
Gua yang menjadi tempat tinggal Kala ketika dia menjadi raja di Gunung Sepuh kini tampak berantakan, bagaimana tidak. Wujud gua yang gelap itu sebenarnya adalah bangunan yang sangat megah dengan beberapa menara di segala sisinya, bahkan pintunya pun terlihat besar dengan ukiran-ukiran cantik di setiap sudutnya. Namun kini bangunan tersebut tampak hancur, dan bahkan lebih parah. Ketika Kamali mengeluarkan keilmuannya dengan memanggil badai di sekitar bangunan tersebut. Duar Duar Petir terlihat beberapa kali menyambar tempat itu, juga beberapa angin topan yang berputar-putar dengan puing-puing yang terbang saking dahsyatnya angin topan tersebut. Satu kali saja Kamali mengeluarkan angin topan tersebut di Kampung Sepuh, maka dengan cepat akan meluluh lantakkan semua rumah-rumah yang ada di sana. Bahkan rumah Pak Ardi yang sekarang sudah di renovasi menjadi lebih kuat dan kokoh pun, mungkin akan hancur dalam sekejap mata oleh hembusan angin topan y
Petir-petir tiba-tiba menyambar ke segala arah, juga angin topan yang tak henti-hentinya berputar dengan dahsyatnya. Juga tanah yang retak dengan lava dibawahnya yang panas dan bergejolak. Namun, ketika petir itu menyambar, seperti ada sebuah kilatan cahaya emas di antara petir-petir itu, kilatan cahaya emas itu seperti membelah petir tersebut menjadi dua bagian dan menghilang dengan sekejap. Juga angin topan yang bergemuruh di sekitarnya, tak luput dari kilatan cahaya emas tersebut, angin topan itu seketika terbelah dan menghilang. Ki Mandala beberapa kali menghunuskan keris kecilnya tersebut, keris kecil yang diberi oleh salah satu manusia yang baru pulang berkelana mengelilingi Pulau Jawa dengan kedua kakinya. Bahkan sampai ke kerajaan paling timur di Pulau Jawa yang disebut sebagai Jawadwipa beberapa ratus tahun yang lalu. Ki Mandala bertemu dengannya ketika sesudah dikalahkan oleh Kala. Dan Ki Mandala menjauhi Gunung Sepuh beberapa waktu untuk berdiam da
Cahaya emas itu tiba-tiba membelah petir tersebut menjadi dua, dan menyerap semua angin topan yang menghimpit Ki Mandala dari segala sisinya. Secara perlahan, Ki Mandala terbang ke atas di tengah-tengah petir yang sudah terbelah dengan cahaya emas yang mengelilingi tubuhnya. Tubuh Ki Mandala terlihat compang-camping, banyak luka yang dia terima dari serangan Kamali yang mengejutkan itu. Bahkan salah satunya tangannya terlihat menghilang, hanya terlihat cahaya putih yang menutupi bahunya akibat salah satu tangannya menghilang entah kemana. Ki Mandala kini hanya memegang keris emas tersebut dengan satu tangannya, matanya masih terlihat terpejam dengan rambut yang kini lebih terurai dari sebelumnya, namun mulutnya masih bisa berbicara kepada Kamali yang kini tampak kaget karena serangannya bisa dipatahkan dengan mudah. Sebuah keilmuan yang dia simpan bertahun-tahun untuk menggeser Kala dari posisi Raja Gunung di saat-saat yang tepat, dan karena terdesak
Saat paling dingin di suatu tempat di pegunungan, adalah di mana waktu berjalan mendekati pagi. Suhu yang awalnya hanya sepuluh hingga lima belas derajat, kini bisa sampai lima derajat celcius di waktu tersebut. Dan itu yang dirasakan oleh Pak Ardi dan para warga di Kampung Sepuh yang kini tampak kedinginan ketika mereka masih menungguku di depan gerbang yang menjadi salah satu pintu masuk ke Gunung Sepuh dari arah kampung. Wajah-wajah mereka tampak pucat dan badan mereka menggigil kedinginan, meskipun mereka sudah memakai jaket, kupluk dan pakaian yang tebal serta sarung yang menutupi badannya, namun tetap saja. Mereka merasakan dingin yang sangat menusuk kulit hingga tubuh mereka menggigil. “Ki...!” Kata salah satu warga yang berteriak di belakang sana ke arah Aki Karma. “Kita tidak apa-apa buat api unggun di sini untuk sekedar menghangatkan badan?” Rasa dingin yang menusuk itu membuat beberapa warga hampir menyerah. Bagaimana tidak, selama
Suara yang terdengar keras, seperti pohon yang tumbang di dalam hutan yang terdengar oleh semua warga yang menunggu di depan gerbang. Hal itu membuat mereka seketika menyalakan kembali senternya dan menyorotkannya ke segala arah, mencari pepohonan yang tumbang tersebut dengan senternya. Bahkan Mang Rusdi seketika berlari, dan ditahan oleh Pak Ardi dan Aki Karma agar tidak masuk ke dalam hutan Gunung Sepuh. Pak Ardi sadar, dia harus menjaga para warga agar tidak bertindak sendiri dalam kondisi seperti ini. Karena apabila ada salah satu warganya yang keras kepala, maka mungkin saja hal itu adalah hal yang akan dia sesali. Karena dia tidak tahu, apa yang akan terjadi di dalam hutan Gunung Sepuh yang gelap gulita itu. “Sabar, sabar, jangan bertindak yang aneh-aneh,” Kata Pak Ardi kepada Mang Rusdi dan para warga yang ada di sekitar sana. “Kita harus percaya kepada si Ujang apa pun yang terjadi, jangan memaksakan diri masuk ke dalam hutan sebelum ayam berk
Dum Dum Dum Sebuah cahaya tipis yang membentuk lingkaran telah berhasil menutup Asri Manik dari segala penjuru. Cahaya tipis itu berlapis-lapis, sehingga sulit bagi Asri Manik untuk melarikan diri dari keilmuan yang dikeluarkan Ki Bajra, bahkan beberapa pohon terlihat terpotong dan ikut terkurung di dalam cahaya tipis tersebut. Ki Bajra dengan apinya yang panas hanya tersenyum ketika dia berhasil mengurung Asri Manik dengan keilmuannya, meskipun dia harus mengorbankan dirinya agar bisa ikut terkurung di dalamnya. “Menyerahlah kamu Asri Manik, ikutlah dengan Nyai dan gusti Kala di tempat ini, janganlah kamu mengikuti manusia yang kini sedang bertarung di sana! ” Kata Ki Bajra sambil tersenyum kepada Asri Manik. “Aku sebenarnya tidak ingin melukaimu lebih jauh, kekuatanmu yang menjadi pemimpin dari para makhluk di pemakaman sangatlah berguna bagi Nyai dan Kala. ” “Apabila kamu menuntut kebebasan para makhluk yang ada di pemakaman
“Pak, Pak Ardi!!! ” tiba-tiba Mang Rusdi menepuk-nepuk pundak Pak Ardi dengan sangat cepat “I... I... Itu Pak! ” Mang Rusdi tiba-tiba melihat salah satu titik di atas gunung yang kini terang akibat ada api yang menyala di dalam hutan yang semakin lama semakin besar. Rasa takut yang dirasakan warga kini semakin terasa. Banyak dari mereka yang ingin segera kembali ke kampung dan berlindung di dalam rumah Pak Ardi yang terang benderang tersebut, namun banyak juga yang masih berdiri seakan tidak percaya atas apa yang mereka lihat dengan kedua matanya sendiri. Sebuah api yang menyala terang di antara pepohonan terlihat sangat jelas, bahkan nyalanya lebih terang dibandingkan dengan cahaya yang tadi mondar mandir di dalam hutan. Yang disertai suara juga pepohonan yang bergerak seperti sedang terinjak oleh sesuatu. SRAAK, SRAAK, SRAAK, Mang Dadang dan Mang Uha malah sudah bersiap-siap paling depan. Bahkan mereka berdua menyuruh Pak Ardi untuk