Sinar matahari pagi pelan-pelan terlihat dari sela-sela awan di Kampung Sepuh, sinar matahari yang cerah yang muncul dari belakang Gunung Sepuh dan perlahan-lahan menyinari kampung dengan sinarnya yang hangat. Setelah semalaman di guyur hujan yang cukup lama kini Kampung Sepuh sudah mulai menghangat, begitu juga dengan orang-orang yang mulai keluar dari rumah masing-masing untuk memulai kegiatan mereka seperti biasanya.
Aku seketika terbangun karena dibangunkan oleh Ibuku yang saat itu datang ke warung.
“Jang, Jang Bangun!!” Kata ibuku membangunkanku pagi itu.
“Hoaaaaaaaaaaaaaaam” aku menguap sekaligus meregangkan badan dan otot-otot tanganku ketika aku bangun
"Ujang lanjut aja tidurnya di rumah, sekarang giliran ibu yang jaga warung" Ucap Ibuku sambil menepuk pundakku lalu pergi bagian dalam warung untuk membereskan stok dagangan.
Aku mencoba menggosokan mataku, aku terdiam sesaat sembari duduk di
Lampu-lampu yang menyala terang dari obor menyala dan menghiasi pasar malam itu, stand-stand makanan berjejer rapi dari tempat Aku dan Aki Karma berdiri hingga ujung mata memandang. Tempat yang tadinya adalah pepohonan di hutan yang lebat, kini menjadi suatu tempat yang terang benderang dengan berbagai macan stand jajanan di kedua sisinya. Sebuah tempat dimana Aku pernah terjebak di dalamnya. Namun kali ini suasananya sangat berbeda, pasar malam ini lebih luas, saking luasnya Aku tidak bisa melihat ujung dari pasar malam ini.Namun semuanya nampak kosong, tidak ada pengunjung atau para penjaga stand. Yang ada hanya stand-stand yang bejejer rapi dengan lampu yang menyala. Tidak ada suara tertawa yang menghiasi pasar malam itu, tidak ada suara gamelan dan pagelaran wayang yang Aku lihat seperti sebelumnya. Yang ada adalah jalan panjang yang lurus dengan stand – stand di kedua sisinya.Aku melihat Aki Karma yang sedang berdiri, seperti sedang mengamati sesuatu, dia
Suara-suara nyaring dalam gua itu mengagetkan Aki Karma dan Aku yang sedang ada diluar, di dalam hutan yang gelap dengan pohon-pohon besar di sekelilingnya, terdapat satu cahaya yang begitu terang di dalam gua, cahaya yang diiringi suara gamelan khas sunda dan suara-suara riuh yang seakan-akan mereka sangat senang ada disana. Tidak masuk akal memang, Aku dan Aki Karma hanya terdiam. Melihat cahaya yang merah terang yang keluar dari dalam gua tersebut.“Jang, Aki ingat, itu suara gamelan teman-teman Aki. Jang, Aki harus kesana” Aki Karma berbicara kepadaku dengan bersemangat dia sangat yakin bahwa apa yang dia dengar saat ini adalah gamelan dan suara dari teman-temannya yang meninggal dahulu.“Aki harus kesana Jang” kata Aki Karma begitu bersemangat ingin segera bertemu teman-temannya sembari melangkahkan kaki lebih cepatNamun Aku dengan refleks mencoba menaha
Kok kok kok.....Suara-suara ayam hutan saling bersahutan berkokok, suaranya yang menandakan bahwa malam hari sudah selesai dan beberapa waktu lagi bulan akan tergantikan oleh cahaya matahari dengan sinarnya yang hangat. Bintang-bintang masih terlihat dengan jelasnya, belum saatnya bagi mereka untuk menghilang terkena silaunya matahari pagi, mereka masih berkilauan ditemani oleh cahaya kemerahan yang pelan-pelan muncul di ufuk timur Gunung Sepuh.Terlihat muncul beberapa bayangan yang mengelilingi di depan ku yang sedang tertidur di sebuah pohon besar, mereka serentak menundukan kepalanya kepada ku yang sedang tertidur di depan gua. Bayangan tersebut seperti sedang berterima kasih kepada ku, terlihat dari senyum kecil dari semua bayangan yang mengelilingi ujang di tempat itu. Kemudian salah satu dari mereka menyimpan beberapa lembaran kertas di atas tanganku, beberapa lembar kertas tua yang sudah mengelupas di ujungnya, dengan warna yang kekuningan namun tulisanya masi
Rintik-rintik hujan kembali menemani malamku di Kampung Sepuh, sudah beberapa hari ini hujan terus-terusan datang dan membasahi Kampung Sepuh dengan lebatnya, bahkan kabut gunung tak jarang datang dari siang hari sehingga mengurangi pandangan ku ketika Aku berjalan. mungkin bagi sebagian orang terutama untuk orang-orang yang tinggal di kota, kabut tebal dari siang hari jarang sekali terjadi. Namun berbeda dengan Kampung Sepuh, karena Kampung Sepuh berada lereng gunung, sehingga tak jarang kabut akan datang sebelum hujan sehingga membuat cuaca semakin dingin. Aku sudah beberapa hari ini memakai jacket tebal, rasa dingin yang menusuk tulang yang semakin terasa setiap malamnya membuatku harus memakai pakaian yang tebal, juga sarung yang setia menemaniku sebagai pengganti selimut saat Aku tertidur di warung. Sudah tiga hari Aku menjaga warung semenjak Aku pergi bersama Aki Karma ke Gunung Sepuh, namun tidak ada kejadian aneh dan makhluk yang menyeramkan yang datang ke wa
15 Maret 1891Sudah hampir berjalan selama tiga bulan, namun pekerjaan untuk pembukaan lahan tidak kunjung selesai, semenjak meninggalnya 50 orang pekerja secara misterius, banyak pekerja yang bekerja kepada Adriaan memutuskan untuk pulang, banyak yang melarikan diri ketika malam hari tiba, secara diam-diam mereka keluar satu persatu dan tidak kembali ke esokan harinya.Adriaan sedang terdiam di tempat meja kerjanya, yang hanya di terangi lilin di ruangan itu, terlihat beberapa kertas yang berserakan di atas mejanya, juga 2 botol tinta yang sudah dibuka yang akan digunakan untuknya menulis beberapa jurnal atau laporan yang nantinya akan dikirim ke Belanda.Namun dirinya kini nampak kebingungan, terlihat dari tanganya yang sedang memegang kepala, sedangkan tangan satunya lagi sedang memegang pena berbulu di atas sebuah kertas yang kosong.Dia sendirian sedang memikirkan solusi atas apa yang terjadi selama beberapa bulan ini, hanya kurang l
Lampu-lampu obor menyala dengan terangnya, orang-orang sibuk dengan kegiatanya di malam hari, banyak yang dari mereka sedang mengobrol dengan sesamanya di teras rumah, juga anak-anak kecil yang tak terhitung jumlahnya berlarian melintasi tenda Adriaan, ada juga yang sedang berlari-lari saling mengejar satu sama lain. Rumah tersebut berupa panggung yang terbuat dari anyaman bambu dan beratapkan rumbia. Dengan tiang-tiang yang dibuat dari bambu dan di ikat oleh tali yang terbuat dari kulit pohon dan di ikatkan satu sama lain membentuk rangka rumah. Dan rumah-rumah itu berjajar satu sama lain dengan rapi sehingga terlihat asri. Adriaan dan Amang saling memandang satu sama lain, begitu pula ke empat para pekerja yang mengikuti mereka, mereka berdiri dan melihat sekeliling mereka, mereka sadar ketika kabut turun mereka masih dihutan yang dipenuhi dengan pepohonan yang sangat besar dengan jalan setapak yang sulit dilalui, namun ternyata semuanya mendadak berubah ketika mal
Malam itu di Kampung Sepuhtidak seperti biasanya suara orang-orang berjalan begitu terdengar tergesa-gesa tanpa ada satu orang pun yang berbicara, hening hanya suara langkah mereka yang melangkah ke tujuan yang sama, suasana punmendadak ramai di salah satu rumah warga, mereka sedang berduka. Karena salah satu warga mereka meninggal di hari ini.Sudah menjadi salah satu tradisi di Kampung Sepuh, apabila ada yang meninggal, mereka ikut membantu untuk proses pemakamanya.Sudah hari ke sepuluh Kampung Sepuh dilanda kepanikan, setiap hari mereka mendapati tetangga, kerabat atau teman mereka terbujur kaku dan tidak bernyawa, semua kasusnya sama dengan mata yang melotot dan dengan kondisi tubuh yang terbujur kaku secara tidak wajar, mereka seperti telah ketakutan melihat sesuatu ketika ajalnya tiba.Kampung Sepuh sekali lagi kehilangan salah satu warga mereka. Sudah hampir 3 bulan Kampung Sepuh menjadi gaduh, banyak kejadian aneh yang menimpa Kampung
Ki Wisesa kemudian memperkenalkan diri kepada mereka, sembari tersenyum ramah dia memperkenalkan diri dan memberitahukan bahwa dirinya adalah penduduk Kampung Sepuh, Kampung yang menjadi tujuan Adriaan dan Amang. Setelah memperkenalkan diri tiba-tiba mengangkat tangannya. Di tengah hutan yang rimbun dan gelap dia membaca beberapa mantra sembari menutup matanya, Adriaan melihat ke Amang karena tidak mengerti dengan yang dilakukan Ki Wisesa tapi bahkan Amang pun hanya bisa melihat Ki Wisesa, mereka tidak tahu yang diucapkan Ki Wisesa pada malam itu. Namun tiba tiba Wussssshhhh Sebuah angin terasa menuju ke arah Adriaan dan Amang. Sebuah angin tipis yang menerpanya, namun angin itu terasa sangat sejuk, bahkan tak sadar rasa capek Adriaan dan Amang setelah dia berlarian di kampung yang menyeramkan itu seketika hilang setelah merasakan angin sejuk dari Ki Wisesa. “Kamu berdua bisa berdiri sekarang, tidak perlu takut, mereka sek