Kuk kuk kuk..
Cit.... Cit....
Malam semakin larut, suara-suara hewan malam saling bersahutan di hutan Gunung Sepuh yang gelap ini, terlihat dibawah bulan purnama beberapa orang beradu pendapat atas apa yang sedang terjadi, sebagian dari mereka terlihat tidak mau ikut ke atas gunung, apalagi Ki Wisesa sudah berkata bahwa dia tidak bisa menjamin keselamatan mereka ketika akan naik ke atas Gunung Sepuh.
Namun mereka juga takut untuk melangkah pulang, karena posisi mereka ada di tengah hutan Gunung Sepuh, dan merekapun tahu apabila mereka melangkah pulang sendirian, tidak bisa di jamin juga mereka akan aman selama perjalanan pulang, pasti mereka akan diteror makhluk penghuni gunung sepanjang jalan.
"Bagaimana ini?"
"Aku akan kembali saja"
"Kamu yakin mau melanjutkan perjalanan?"
"Aku ingin pulang"
"Aku takut"
...............
“ALLES KALM, NIET STOPPEN (TENANG S
Terima kasih sudah membaca, akhirnya pembaca WARUNG TENGAH MALAM TEMBUS di 13K pembaca. Jangan lupa rating dan komentarnya ya,, supaya saya tetap semangat untuk menulis novelnya Sebagai Info saya menulis novel baru dengan judul KAMPUNG HALIMUN, Sebuah novel horror yang unik dan berbeda dari kebanyakan novel horror yang lain... jangan lupa untuk dibaca juga dan beri rating dan komentarnya ya.... terima kasih
AUUUUUU..... Suara itu terdengar keras di dalam gelapnya hutan Gunung Sepuh malam itu. Adriaan, Amang serta para perkerja lainya mempercepat langkahnya berjalan menyusuri jalan setapak yang menanjak. WUSHHHH Namun tiba-tiba angin kencang tiba-tiba berhembus kencang, entah darimana asalnya, angin itu berhembus dan memadamkan obor yang mereka bawa. Brakk Seseorang terjatuh seketika, sesaat setelah obor yang mereka bawa mati, karena mencoba untuk mengangkat domba yang dia bawa di dalam kegelapan, orang itu mengerang kesakitan, dia terjatuh dan terkilir ditengah-tengah rombongan yang sedang berlari. Amang yang saat itu berada di barisan belakang, dengan sigap mendekati orang itu dan berteriak. “KALIAN YANG DISANA, BANTU SINI CEPAT!, ADA ORANG YANG TERJATUH DI BELAKANG” Amang berteriak dengan keras, dan beberapa orang dari rombongan itu seketika turun dan membantu mengangkat domba dan orang yang terjatuh tersebut.
Wusssssssss Wanita itu tiba-tiba menghilang secara perlahan, berubah menjadi butiran pasir yang tertiup angin, namun masih samar-samar terdengar suara dari wanita itu. “Tolong, kang, to.......” Wussssssssss Wanita itu hilang seketika, bersamaan dengan angin yang menerpanya, terlihat hanya pasir yang berserakan di jalan. Aku yang melihat kejadian ini dari dalam warung seakan tidak percaya, karena wanita itu menghilang tepat berada di depanku. “Kenapa lagi ini?” Aku kemudian berlari keluar warung untuk mengetahui kemana wanita itu menghilang, namun baru beberapa saat aku melangkahkan kakiku, terdengar suara dari arah jalan, suara yang tidak asing aku dengar, namun suara itu sangat menyeramkan, karena suara ini adalah suara yang pertama kali aku dengar ketika aku menjaga warung ini. HEEEH, HEEEEEEEEEH Aku seketika melihat ke arah jalan, namun aku mendadak terdiam. Di arah jalan terlihat sesosok makhluk yan
Kresak Kresak “Ko ga ada ya? ” Aku mencari-cari sesuatu di atas tumpukan daun-daun kering di dalam hutan, mencoba mencari beberapa lembar catatan hilang yang aku dapatkan di hutan Gunung Sepuh. Aku menyusuri jalan setapak dari warung hingga ke tempat aku bangun di tengah hutan, ketika aku bersama Aki Karma beberapa hari yang lalu. Aku yakin catatan yang hilang itu adalah pelengkap untuk aku menyelesaikan atas apa yang ku cari selama ini, aku sengaja berjalan sendiri ke hutan Gunung Sepuh, tanpa memberi tahu Ibu dan Aki Karma. Selepas jaga warung aku sudah berangkat ke hutan Gunung Sepuh, karena aku menyangka bahwa ada lembaran yang tertinggal di hutan ini, namun setelah aku mencari hingga siang, hasilnya nihil. Aku seketika duduk dibawah pohon besar di sisi hutan itu, mencoba beristirahat sebentar sebelum aku kembali ke Kampung Sepuh untuk beristirahat. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, hutan G
Aku sedikit memfokuskan mataku saat itu, di jalanan Kampung Sepuh yang berdebu terlihat dengan sekilas sebuah siluet yang transpan, sebuah siluet seorang wanita dibelakang A Wawan, terlihat dari debu-debu yang berterbangan seperti menabrak sesuatu dan membentuk sebuah tubuh manusia yang setia menemani A Wawan ketika pergi dari warung. Baru kali ini aku melihat hal seperti ini, namun semakin lama aku berjaga di warung ini, sepertinya indraku untuk melihat para Makhluk yang bukan manusia semakin tajam, karena ketika aku baru pertama kali disini, aku belum pernah melihat hal-hal yang seperti ini. Aku terus menfokuskan pandanganku, mencoba mengetahui siluet itu dengan seksama, karena dari beberapa Makhluk yang datang ke warung setiap malam, aku belum melihat Makhluk seperti itu, namun seketika. “Jang! ” Ibuku tiba-tiba menepuk pundaku, seketika aku kaget dan terlihat Ibuku sedang berdiri di sebelahku sembari tersenyum kepadaku. “Setiap manusia pun
Tok tok tok “Pak, Pak kabutnya sudah menghilang.” Terlihat seseorang sedang mengetuk pintu ruangan di dalam satu rumah, dia memberitahukan bahwa kabut yang menutupi Kampung Sepuh sudah menghilang, terlihat pula dari pakaian orang tersebut yang sedikit kotor dari darah ayam cemani yang menempel di bajunya. Namun expresi orang itu seperti sedang panik, dia seperti buru-buru mengetuk pintu supaya orang yang ada di dalam ruangan itu segera keluar. Tak lama pintu itu terbuka, nampak seseorang yang keluar dari ruangan itu tanpa memakai sehelai pun pakaian, orang tersebut telanjang tanpa tertutup oleh satu helai benang pun, badannya penuh dengan keringat, seperti sudah melakukan sesuatu yang membuatnya kecapean, napasnya pun terdengar sangat terengah-engah. Dia melirik sedikit ke dalam pintunya yang terbuka, terlihat disana beberapa wadah yang tadinya berisi darah ayam cemani sekarang hampir kosong, juga ada tercium bau dupa dan bunga yang b
"Wah seru pisan filmnya, Ibu-ibu bapak-bapak saya pamit duluan ya. Kasian si Ujang jagain warung dari tadi." "Mangga bu! " Jawab Ibu-ibu dan bapak-bapak yang sedang asyik membicarakan film yang mereka tonton tadi. Ibu langsung pamit untuk pulang kali ini, raut wajahnya terlihat sangat senang, karena bisa sejenak mengistirahatkan diri dari warung yang mengikatnya selama ini. Ibu yang menemukanku sedang terduduk di sisi jalan mendadak heran, karena melihat anaknya sedang duduk dengan pakaian yang kotor terkena debu jalan. “Jang, jang kenapa kamu duduk di tengah jalan?” teriak Ibu sambil berlari menghampiri ku. “Aku tidak apa apa bu tadi aku mau jemput Ibu, eh ternyata jatuh,” kataku sembari tersenyum ke arah Ibu. Ibu kemudian membantuku untuk berdiri, bersamaan dengan para warga yang ada dibelakangnya, terlihat raut-raut muka bahagia yang terlihat dari mereka. Aku juga bersyukur sosok yang tadi aku lihat di depan warung tidak mengganggu Ibu dan warga lainnya yang sedang menonton lay
“A... A... APAKAH ITU MANUSIA? ”Aku seketika kaget dan berteriak melihat manusia-manusia yang merangkak dengan tali yang mengikat lehernya seperti hewan peliharaan Nyi Laras yang ada di depanku saat ini.Manusia-manusia itu sangat memprihatinkan, dengan tubuh yang telanjang dengan banyaknya luka sayatan di sekujur tubuhnya. Banyak luka lebam yang membiru, seperti bekas hantaman benda tumpul yang menimbulkan bekas di tubuhnya.“Ssssstttt. ”Dengan anggun Nyi Laras menempelkan jarinya ke mulutnya, dia mencoba membuatku terdiam atas teriakan tadi. Dia sedikit tersenyum ke arahku, tanpa sedikitpun memperhatikan para manusia yang merangkak di sebelahnya. Nyi Laras tidak memperdulikan mereka sedikitpun, mereka dianggap seperti layaknya hewan perliharaan bagi Nyi Laras.KrosakKrosakPerlahan-lahan muncul beberapa makhluk besar menuju warung yang entah darimana datangnya, makhluk-makhluk besar yang
Dua minggu sudah berlalu sejak kejadian itu. Aku yang sedang duduk di depan warung dengan beberapa cemilan yang aku makan, tak lupa aku menyapa beberapa orang yang baru pulang dari sawah ataupun kebun di sore itu. “Pulang pak? ” kataku sembari tersenyum. “Iya Jang! ” jawab seorang petani dengan cangkul dan topi caping yang dia pakai. “Ga ngopi-ngopi dulu di warung pak? ” tanyaku. “Ah engga Jang, besok aja, si Ibu lagi masak jengkol jadi harus cepet-cepet pulang. ” katanya sembari melambaikan tanganya kepadaku. Suasana Kampung Sepuh di sore hari memang ramai, orang-orang pulang kembali dari sawah, kebun dan hutan untuk bekerja mencari penghasilan untuk menunjang kehidupannya, namun tidak ada wajah-wajah setres dan gelisah dari diri mereka. Tidak ada raut ke khawatiran akan segala cicilan pinjaman online atau kartu kredit yang harus mereka bayar setiap bulan layaknya orang-orang yang hidup di kota, mereka sepe