Aku terduduk kembali di kursi sambil mencerna isi pesan Nirmala.
Ting!
Ada pesan masuk ke ponsel. Dengan cepat kubuka.
[Ada apa Sayang? Seperti orang kebingungan. Nirmala kemana?]
Ternyata pesan dari Mas Sam. Kupandangi ia yang duduk di meja sana dengan menggelengkan kepala. Kukirim pesan padanya kalau aku tidak apa.
Lalu kembali menatap ponsel fokus ke pesan Nirmala.
Besok kalau pulang jangan jauh dari Mas Sam? Kalimat itu terngiang di benakku dan selalu kubaca ulang.
Ya tentu aku tidak akan jauh dari Mas Sam. Namun untuk apa Nirmala memperingatkanku begini?
"Hei, sendirian? Boleh gabung?" Lagi fokus ke ponsel ada seseorang yang mengajakku bi
"Jaga baik-baik. Kulihat dia memang berlari seperti orang ketakutan. Hanya saja saya tidak melihat dua orang yang ia maksud."Hening, tidak ada sahutan dari Mas Sam memaksaku mendongak menatapnya.Aku dan Mas Sam saling tatap. Mas Sam hanya mengusap lembut kepalaku yang tertutup hijab. "Tidak apa, kita kembali ke kamar," katanya masih dengan mendekapku dan menuntunku berjalan."Alasan. Tadi mesra-mesraan sama cowok lain, eh ketahuan pura-pura ketakutan bilang dikejar orang." Walau pelan masih kudengar suara Hanin yang meragukan kisahku."Aku nggak bohong! Siapa yang bermesraan? Aku aja nggak kenal sama laki-laki itu," ucapku menentang keras tuduhan Hanin."Hussstttt! Mas percaya kok sama kamu. Udah nggak usah dengarkan Hanin." Ucapan Mas Sam sedikit melegakan. Yan
"Kenapa May, seperti ada yang kamu pikirkan?" Mas Sam bertanya sambil mengusap kepalaku yang bersandar di bahunya. Kami di dalam mobil sedang dalam perjalanan menuju ke rumah. Mang Diman yang menjemput kami langsung dari bandara."Aku kepikiran Nirmala. Nomornya sampai sekarang tidak aktif," jawabku dengan raut cemas."Mas sudah menyuruh orang buat mencari dia. Sekarang tenang ya. Kita tunggu kabarnya.""Yang benar Mas?" Aku menegakkan badan, menatapnya intens."Mas segera nyuruh orang buat nyari Nirmala setelah kamu menceritakan semuanya sama Mas." Ternyata Mas Sam peduli. Kukira sikap cueknya karena dia memang tidak suka dengan Nirmala."Sama kayak kamu, Mas juga curiga kalau Nirmala mengetahui sesuatu tentang kejadian di Bali yang menimpamu waktu
Ting! Nada pesan masuk berbunyi. Aku yang berada di kantor guru segera merogoh ke dalam saku rok untuk mengecek pesan yang masuk.[Kak May, setelah pulang sekolah temui aku di cafe 99.] Pesan dari Nirmala. Aku coba menghubunginya tapi tidak diangkatnya.[Kamu apa kabar? Baik kan? Kenapa teleponku tidak diangkat?] Kukirimkan pesan padanya.[Nanti saja bahasnya kalau ketemu. Aku malas jawab telepon.] Balasan darinya.Dasar. Aku mencemaskannya dan ternyata alasannya hanya karena malas angkat telepon.Kutengok jam arloji di pergelangan tangan, waktu pulang tinggal setengah jam lagi. Janji ketemu dengan Nirmala menurutku sangat penting. Setidaknya aku ingin melihatnya secara langsung apakah dia dalam keadaan baik-baik saja atau tidak. Sekalian ingin menan
Aku dan Mas Sam bersiap-siap untuk pergi ke kantor polisi. Perkataan Ibu tentang Nirmala tidak begitu jelas, apalagi Ibu menyebutku orang yang bisa membantu Nirmala bebas. Itu lebih membingungkan untukku.Kami pamit pada Ibu Fatimah dan menceritakan sedikit tentang apa yang terjadi. Beliau hanya mengatakan agar kami tidak gegabah, dan berhati-hati dalam bertindak, dan kalau memang dibutuhkan pengacara, maka pengacara keluarga siap membantu."Mas, apa perlu pengacara? Karena May rasa Ayah dan Ibu Denok pasti kebingungan mengurus hal beginian. Apalagi kami tidak pernah terlibat dalam kasus hukum," tanyaku di sela Mas Sam yang lagi fokus menyetir mobil menuju kantor polisi."Kita lihat dulu Nirmala terlibat kasus apa. Mas juga nggak mau sembarangan bantu orang May, maaf. Bukan Mas Nggak peduli. Kalau Nirmala terlibat kasus yang memang
"Iya, bosnya yang menuduh dia mencuri perhiasannya. Kata Mala dia difitnah, setahu ibu dia pernah sebut nama bosnya itu Hanin," sambungnya lagi.Aku dan Mas Sam saling tatap."Jadi maksud Ibu, orang yang melaporkan Nirmala ke polisi adalah Hanin, bos Nirmala sekarang?" Mas Sam memastikan lagi. Ibu mengangguk cepat."Sekarang Nirmala dimana?" tanya Mas Sam."Masih diinterogasi di dalam sana," jawab Ayah dengan menunjuk ke arah ruangan yang masih tertutup rapat.Mas Sam berdiri. Dia mengambil ponselnya dan seperti sedang menghubungi seseorang.May, Mas ke sana sebentar," pintanya sambil menunjuk ke ponsel yang berada di telinganya. Mas Sam izin menelepon. Entah siapa yang dihubunginya. Aku mengerjapkan mata dan mengangguk.&nb
"Ibu …!" Nirmala setengah berlari memeluk ibunya setelah keluar dari ruangan interogasi."Kamu baik-baik saja kan? Nggak diapa-apain kan di dalam?" Ibu memindai badan Nirmala dari atas ke bawah, dan menelisik dengan seksama."Bu, Mala baik-baik saja. Cuma capek ditanya banyak pertanyaan." Nirmala bermanja dengan ibunya."Ya sudah, kita pulang. Bolehkan Yah, malam ini aja. Ibu sangat mencemaskannya. Rasanya tidak sanggup membayangkan Mala menginap di kantor polisi," pinta Ibu memohon sangat pada Ayah."Malam ini saja," jawab Ayah datar."Kita pulang," sambung Ayah kemudian. Ia sama sekali tidak menoleh ke Nirmala. Itulah Ayah, kalau marah keras. Tidak ada yang bisa mengubah pendiriannya.Aku dan Mas Sam
"Sam, May. Bagaimana? Apa semua baik-baik saja? Apa kasusnya pelik?" Ibu ternyata belum tidur. Dia menunggu kami di ruang tengah. Aku dan Mas Sam yang berniat langsung naik ke atas terpaksa urung dulu untuk menjelaskan."Nggak papa Bu, cuma salah paham. Nirmala sudah bebas," jawab Mas Sam."Oh, syukurlah. Memang kasus apa? Perkelahian?"Aku dan Mas Sam saling lirik. "Bukan, cuma masalah kecil Bu. Kami naik dulu ya, Bu. Semuanya sudah selesai, Ibu nggak perlu khawatir. lebih baik tidur," pinta Mas Sam. Sepertinya Mas Sam tidak ingin Ibu tahu kalau masalah ini berhubungan dengan Hanin.Ibu mengangguk. "Syukurlah, kalian juga langsung tidur," balasnya.Aku dan Mas mengangguk mengiyakan. Kami naik ke lantai atas beriringan menuju kamar.
Garis dua? Ini beneran? Aku hamil? Masih dengan tangan gemetar aku membuka pintu kamar mandi. Mas Sam, dokter Nisa dan Ibu menatapku penuh harap."May, apa?" tanya Mas Sam menghampiri. Kuberikan test pack tersebut ke Mas Sam. Ia menatap intens benda pipih tersebut. Lalu senyum terkembang dari bibirnya."Dok, ini …?" Mas Sam memberikan hasil test pack ke dokter Nisa. Memastikan.Aku memeluk Mas Sam erat dengan berurai air mata. Mas Sam membalasnya dengan mengusap punggungku."Apa May, hamil kan? Iya kan?" tanya Ibu penasaran."Alhamdulillah, selamat Bu Maysa. Alat tes ini menunjukkan kalau Ibu hamil.""Alhamdulillah," ucap Ibu dengan mengusap wajahnya. "Tuh, kan dugaan Ibu benar. Selamat ya