"Kenapa kau diam? Apa kau sudah menyadari kebodohanmu itu?" Mas An tampak mengejek.
Aku tak menggubris kata-kata Mas An, sibuk mengurusi diriku sendiri yang berusaha mengelap air mata agar pria tak sampai melihatnya. Dan lebih megejekku lagi.Selain itu, aku juga sibuk menata hatiku yang sempat resah dan kecewa. Sebab aku di sini lebih banyak di manfaatin daripada memanfaati.Inder benar-benat licik. Tapi….Aku memang butuh uang untuk biaya kulihku, jadi aku tak bisa untuk mundur."Hei, kenapa kau diam saja. Apa kau sedang merenungi dan menyesali kebodohanmu itu?""Cukup! Kenapa kau selalu bilang aku bod0h!" Kali ini aku protes, sebab aku tak terima sedari tadi Andra selalu mengataiku bod*h. Siapa pun tak akan terima itu."Kenyataannya kamu memang bod*h!""Cukup! Hentikan! Kau bilang aku bodoh. Coba sekarang katakan. Dimana letak kebodohanku!" Suaraku meninggi, sekuat tenaga menahan emosi."Apa yang membuatmu mengataiku bodoh? Hah!""Kau jatuh cinta pada Inder!""Apa?" Aku memekik kaget dengan mata berkedip beberapa kali.Andra tersenyum sinis, sekilas melirikku. Tampak mengejek."Kau menuduhku?""Jangan kira aku tak tahu kalau kau sudah jatuh cinta pada Inder." Andra menjawab cepat dengan masih senyuman sinis."Itulah kebod*hanmu. Jelas-jelas Inder mencintai kekasihnya, wanita di masa lalunya. Aku rasa kamu sudah tahu akan itu. Dan pasti sudah tau juga tentunya kalau Inder setelah mendapatkan semua harta yang ia inginkan dari Papah…." Andra tersenyum kecut sebelum melanjutkan kata-katanya."Sudah pasti ia akan membuangmu. Dan ia akan menikah dengan Cleo, sesuai rencana awalnya," lanjut Andra."Tapi—"Kata-kataku terhenti saat secara tiba-tiba Andra mengerem mobilnya secara mendadak.Sontak saja aku terkejut."Cepat turun dari mobilku!""Apa!"Keterkejutanku bertambah saat Andra mengusirku dari mobilnya.Andra menoleh ke arahku dengan tatapan tak bersahabat."Kau sudah sampai di kampus. Cepat turun!"Aku segara menoleh ke arah luar jendela mobil. Dan benar saja aku sudah tiba di depan gerbang kampus.Ngomong-ngomong, dari mana Andra tahu letak kampusku dimana?Aku menoleh ke arah Andra. "Kamu—""Cepat turun!"Aku menghembuskan nafas, berat. Sebelum ada kalimat usiran lagi, aku segera turun dari mobilnya, dengan kesal.Si*l…pagi ini aku sudah dua kali mendapat usiran dari mobil. Pertama Inder, dan sekarang Andra.Menyebalkan!***Aku pulang dari kampus dengan menggunakan taksi online. Dulu berharap banget, andaikan aku menikah, suatu saat nanti, aku pulang pergi ke kampus dengan diantar jemput oleh pasanganku. Namun ternyata tidak. Pernikahanku tak berjalan dengan semestinya. Di sini aku tak bisa menyalahkan Inder, sebab ini memang murni kemauanku.Saat aku ingin masuk ke dalam rumah, tak sengaja aku mendengar sebuah percakapan dari suara yang sangat familiar."Sudah berapa kali Papa ingatkan padamu, Inder! Jauhi wanita yang bernama Cleo!"Kakiku yang awalnya lincah sontak saja terhenti saat mendengar suara Papa mertua yang tampak memperingati Inder."Aku sampai membuat syarat agar kau menikahi perempuan lain agar kau tak lagi berhubungan dengan wanita itu, tapi kau dengan kurang ajarnya membawa wanita itu ke rumah ini.""Ini rumahku!" Terdengar Inder menyela.Aku tak berani masuk. Aku tak tahu apa alasanku, yang jelas aku takut untuk masuk. Tapi aku tak ingin beranjak, masih ingin mendengar perdebatan bapak anak tersebut. Apalagi ini masalah mantan Inder yang di bahas.Aku penasaran!"Aku ulangi, ini adalah rumahku. Jadi tak ada satupun orang yang bisa menghalangi aku untuk membawa siapapun ke rumah ini," lanjut Inder, "termasuk Anda juga, Bapak Aleks yang terhormat.""Kau keras kepala, Inder!" hardik Pak Aleks."Iya, dan itu menuruni dirimu."Dasar Inder anak yang tak sopan. Bisa-bisanya pada bapak sendiri bicara seperti itu."Inder—""Aku berhubungan dengan siapapun dan wanita manapun, termasuk Cleo itu bukan urusan Anda. Sebab aku tak suka itu." Inder menyela."Inder, kamu—""Lagipula, aku tak pernah mengurusi Anda ingin berhubungan dengan wanita manapun. Bahkan selingkuh dengan wanita yang sekarang jadi istri muda Anda.""Inder, jaga kata-katamu!" Suara Pak Aleks meninggi.Aku tak tahu kenapa hubunga Inder dan Pak Aleks tak rukun begitu, bahkan mereka kesannya seperti musuh. Padahal mereka adalah seorang anak dan ayah.Apa sebabnya aku tak tahu. Dan Ingin tahu sebenarnya, tapi harus tanya ke siapa?Aku terkejut dan mundur satu langkah saat tiba-tiba Pak Aleks keluar dan menemukan aku di depan pintu utama. Kepergok menguping pembicaraannya.Aku menelan ludah saat Pak Aleks memberiku tatapan serius. Takut!"Kamu tenang saja!"Deg!Aku terhenyak saat Pak Aleks menyentuh pundak ku dengan lembut."Aku tak akan membuat Inder menelantarkan dirimu." Kali ini Pak Aleks menepuk pundak ku dua kali sambil tersenyum.Lalu selanjutnya, ia melangkah pergi.Sebenarnya aku penasaran. Kenapa Pak Aleks tak merestui hubungan Inder dengan Cleo, dan kenapa ia membuat syarat agar Inder menikah dengan wanita lain.Ada apa sebenarnya dengan Cleo.Kenapa dengan mantannya Inder itu?__________Setelah habis beper-baperan karena kalimat Inder yang mengatakan kalau memang hanya aku jodohnya, aku menatap Inder untuk meyakinkan perkataannya. Namun, ia hanya menaik turunkan alisnya."Sudah jelas, kan, sekarang alasanku apa?" Dia melipat tanga di dada sambi menaikkan satu kakinya ke lutut."Apa?" Aku masih tak paham. Tepatnya pura-pura tak paham, sih."Sekarang perasaan kira sudah impas. Sama seperti kamu," ucapnya tenang."Memang apa perasaanku?" Aku melipat tangan menirukan gaya Inder saat ini sambil menatapnya dengan sebelah alis terangkat."Gak tau. Yang aku tahu kamu mau menikah denganku sebab uang."Aku terdiam sejenak. Antara ingin mengaku dan tidak pada Inder. Malu gak, ya? Andaikan aku mengaku pada Inder kalau aku suka dia. Bahkan cinta dia suda lama, sebelum kami menikah.
"Tadi kamu bilang apa?" tanyaku sambil melirik Inder, untuk meyakinkan pendengaranku tak salah."Apa? Gak ada!" elak Inder sambil menjalankan mobil."Itu tadi, yang aku cemburu!" ingatku, siapa tahu ini pria punya penyakit amnesia mendadak.Inder tak menggubris ucapanku, malah ia memasang kaca mata, terlihat santai seakan tak mendengar pertanyaanku. Padahal jelas-jelas pertanyaanku begitu jelas dan cukup nyaring. Hanya saja Inder cuek. Malu kali. Setelah tak sengaja bilang cemburu."Cie, yang cemburu, ehem!" Entah kenapa aku suka dan ingin sekali untuk menggoda pria sok jaim itu kali ini."Coba, dong, ulang sekali lagi, aku cemburu gitu!" tuntutku. Ah, kemaruk banget emang aku. "Tadi kurang jelas aku dengarnya!" pintaku. Kembali Inder tak menggubrisku. Tapi gak masalah, aku suka itu, lama-lama aku terbiasa dengan sikapnya. Kesel-kesel gemes gitu. Tapi aku cinta."Mas Inder ….""Bisa diem, gak? Jangan mancing-mancing saya, kamu itu gak bisa diapa-apain!"Hah! Maksudnya? Aku melongo m
Setelah 20 menit kemudian, Dokter Mekka, dokter kepercayaan keluarga Inder yang bekerja sudah bertahun-tahun lamanya tersebut masuk kedalam kamar dengan membawa tas.Dokter Meka langsung memeriksaku. Setelah duduk di pinggir ranjang."Nyonya gak minum vitamin yang kemarin saya kasih? Untuk mengurangi sensitif bau yang Nyonya rasakan yang mengakibatkan Nyonya terus ingin mual," tanya Dokter Meka. Menatapku penuh kelembutan."Udah, kok, Dok, cuman gak ngefek!" jawabku sambil duduk dari posisi tidurku. Setelah diperiksa Dokter Mekka."Kok bisa, ya? sedikitpun tak ngefek?" tanyanya lagi dengan raut heran. "Tidak, Dok!" jawabku sambil menggelengkan kepala."Emhhh … apa ada hal lain yang bisa ngilangin sensitif baumu?" tanya lagi Dokter Meka. Tampak sedang berpikir.Aku
Aku mengusap-usap perutku yang mulai membuncit di usia kandunganku yang sudah lima bulan lebih ini."Bisa tidak, kamu gak usah mandi dulu!" Inder yang baru masuk kamar sepulang dari kantornya, dan membuka jasnya tampak terkejut dengan permintaanku.Inder menatapku dengan ekspresi anyep. Cukup lama Inder menterengin wajahku, membuatku tak nyaman dan menyesali ucapanku barusan. Hingga beberapa detik berlalu, Inder masih saja menatapku dengan raut heran. Aku menelan saliva. Benar-benar menyesali permintaanku.Selanjutnya, tanpa berkata, Inder meraih handuk dan masuk ke kamar mandi. Aku mengusap dada, terasa lega tak mendapatkan perkataan yang nyelekit dari Inder atas permintaan anehku tadi. Iya, aneh memang. Jelas-jelas Inder tak bisa hidup tanpa mandi. Selama aku hidup dengannya saja entah berapa kali aku menjumpai ia seharinya mandi ban
Hening ….Selama dalam perjalan menuju pulang, aku dan Inder hanya diem-dieman. Tepatnya Inder saja yang diam. Sebenarnya sedari tadi aku sudah jenuh dengan keheningan ini. Aku tidak suka keheningan saat sedang bersama seseorang. Aku maunya ngobrol atau cerita.Saat Inder memergokiku tengah duduk bersama dengan Andra, aku kira ia bakalan marah atau apapun, tak tahunya ia hanya menyuruhku masuk kedalam mobil. Itu pun hanya melalui bahasa isyarat saja, bukan tanpa kata-kata atau perintah dengan sengit seperti biasanya.Inder tidak marah, namun sikapnya yang pria itu tunjukkan padaku lebih dari kemarahannya. iya, aku merasakan itu.Sikap diam Inder bukan mengatakan kalau ia tidak marah, melainkan perasaan ia sedang tidak baik-baik saja. Lambat laun, sedikit demi sedikit aku sudah memahami karakter Inder. Diamnya Inder menandakan bahwa ia sedang marah. Sedangkan jika dia banyak omong maka kebalikannya.Inder memang sedikit berbeda dengan pada umumnya. Ia lebih suka diam saat ada masalah,
Saat aku melangkah ke parkiran untuk menunggu jemputan Inder, mataku menangkap sosok Andra yang lagi duduk di kursi biasa aku duduk di sana.Andra tersenyum ke arahku. Duh …mendadak bingung, dilema juga. Di satu sisi aku ingin menghampiri Andra. Dia baik dan gak seburuk yang Inder kira dan selalu katakan padaku. Andra justru sering membantu dan perhatian padaku tanpa pamrih.Tapi di sisi lain aku takut akan pesan Inder tadi pagi. Yang berpesan bahkan dengan sangat menekan untuk tidak mendekati pria saudara tirinya itu."Gak papa, kok, Din, sini aja. Aku gak macam-macam, kok!" ujar Andra seakan tahu isi hatiku.Aku nyengir merasa malu. Bak maling yang sedang ketangkap basah. Ragu-ragu aku melangkah mendekati kursi tempat di mana Andra tengah duduk dengan tenang di sana."Aku cuman mau mengembalikan ini." Andra menyodorkan sebuah map dan amplop coklat setibanya aki di hadapannya.Aku mengernyit. "Apa ini?" tanyaku sambil menerima Map yang disodorkan Andra."Itu milik Inder suami