Kaki Zoya terus mundur sembari mengeratkan jaket yang tersampir di bahunya. Mata wanita itu berkaca-kaca melihat lelaki tambun yang terus mendekat."Jangan, Pak ... saya enggak mau." Zoya menghiba dan menepis tangan si lelaki.Alih-alih kasihan mendengar permohonan Zoya, lelaki itu malah tertawa mengejek. Dia berhasil mencengkeram lengan si wanita, menarik paksa lalu mengempas ke atas tempat tidur."Dasar wanita murahan! Jangan sok jual mahal sama saya!"Tangis Zoya semakin keras. Dia mencoba mempertahankan harga dirinya. Bayang-bayang pemerkosaan itu semakin jelas melintas di tempurung kepalanya, tubuh wanita tersebut menggigil. Air terus saja menetes ke pipinya laksana aliran sungai di musim penghujan."Ayo, jangan buang-buang waktu atau kau ingin main kasar, hah!"Lelaki itu naik ke atas tempat tidur dan mendesak tubuh Zoya yang berada di ujung kepala ranjang. Dia terus mencoba menjamah tubuh si wanita, tetapi perlawanan yang diterima juga sangat keras. Di detik terakhir Zoya memil
"Kamu enggak apa-apa?" Andrea menelisik wajah Zoya. Sorot cemas tampak ketika melihat pipi sebelah kiri si wanita berwarna kehijauan.Zoya menggangguk, dia meringis ketika mencoba tersenyum. "Lea gimana, Mbak? Apa dia rewel?"Andrea menggeleng. "Kan, aku udah bilang dia anaknya anteng. Malah baby sitternya ikutan tidur."Zoya lega mendengar jawaban Andrea. Sejak tadi pikirannya gundah memikirkan Azalea. Ini pertama kalinya dia meninggalkan putrinya semalaman. "Maaf, aku ngerepotin Mbak.""Ck, enggak usah sungkan gitu. Kayak sama siapa aja, lagian bukan aku yang jaga, tapi suster."Andrea mencoba bercanda untuk mengurangi geletar ngilu di dada ketika menyadari tatapan David tidak lepas mengamati Zoya. Dia mencoba menghalau rasa cemburu yang mulai menyusup ke hatinya."Sekarang kamu rehat dulu. Lea udah aman sama Mbaknya." Lagi, Andrea memberi saran.Zoya menurut. Dia masuk ke dalam rumah, tetapi suara David menahan langkahnya."Ini obatnya diminum." Lelaki itu menghampiri Zoya, lalu
"Kasihan, ya, masih kecil udah ditinggal Ayahnya.""Sadis banget, masak suami lagi tidur ditusuk. Ih ... serem.""Sudah gila dia, kalau waras enggak mungkin ngebunuh suaminya sendiri.""Eh, dengar-dengar dia sering keluar malam. Sering juga liat laki-laki masuk ke rumah pas suaminya lagi pergi.""Jangan-jangan ...."Dugaan demi dugaan terus keluar dari mulut orang-orang saat melihat Ibu David digiring ke dalam mobil polisi. Wanita bertubuh kurus dan mengenakan daster lusuh yang sudah robek di bagian ketiak terus menunduk. Sebelum masuk ke dalam mobil polisi, dia menatap ke arah putranya yang berdiri di depan pintu sambil tersenyum, seolah-olah mengatakan semua baik-baik saja.Hari demi hari selanjutnya dijalani David dalam asuhan kerabat ibunya. Alih-alih bahagia, bocah lelaki berusia sembilan tahun itu diperlakukan buruk. Dia tidak lagi disekolahkan dengan alasan keterbatasan biaya, lagipula siapa yang sudi menerima anak seorang pembunuh. Kejadian pagi buta dulu membuat ibunya digela
Dahi Zoya berkerut saat tidak menemukan putrinya di dalam kamar, padahal dia hanya ke dapur untuk membuat susu dan sudah memastikan Lea tidak ke mana-mana. Dia melihat ke sekeliling, tetapi tak tampak sosok anak berusia tujuh bulan itu. Dia mencoba mencari ke kolong tempat tidur, bukan apa-apa, Lea sedang aktif merangkak. Terakhir dia menemukan putrinya tidur tengkurap di bawah meja rias sambil memeluk ayam-ayaman, mungkin mainan Lea mengejar mainan itu hingga ke kolong meja.Panik mulai merasuki dada Zoya karena tidak menemukan putrinya di manapun. Nyaris dia berlari ke pos sekuriti yang menjaga gerbang rumah, untuk ikut mencari putrinya. Namun, langkah Zoya tertahan kala mendengar kekehan anak kecil di samping rumah, tepat di dekat kolam ikan. Lekas kakinya berlari ke arah sana, takut jika Lea merangkak terlalu jauh, lalu tercebur ke dalam kolam. Akan tetapi, baru beberapa langkah dia tertegun melihat siapa yang bersama putrinya. Bibirnya ikut mengulas senyum melihat Azalea tertawa
Embun menyelimuti selaput mata Zoya melihat pemandangan di depannya, juga mengundang rasa haru bertandang ke dada. Untuk pertama kali setelah dilahirkan tujuh bulan yang lalu, Lea bisa merasakan kasih sayang seperti seorang ayah kepada putrinya. Tidak berlebihan rasanya jika wanita berambut panjang bergelombang itu menyimpulkan seperti itu. Bibir Lea tidak berhenti berceloteh bertanya ini dan itu kepada David. Meski terdengar seperti racauan, tetapi lelaki itu seolah-olah mengerti pertanyaan Lea.Selain sibuk berceloteh, Lea juga tidak mau tenang di gendongan David. Bukan tak ingin mengambil alih putrinya dari tangan lelaki tersebut, Lea yang tidak mau dan semakin merapatkan badannya ke dada si lelaki. Putrinya sibuk menunjuk ini dan itu, menggeliat ke kiri juga ke kanan bila ada sesuatu yang menarik perhatian Lea."Ntu ...?" Lea menunjuk unta yang sedang diberi makan oleh pengunjung. Yup, David mengajak Zoya dan Lea ke kebun binatang. "Itu namanya Unta. Lea mau naik unta?" tanya Dav
"Nah, bener kan, Mbak, bagus banget." Sang pemuda menunjukkan hasil fotonya kepada Zoya sambil tersenyum puas. Berkali-kali dia mengucapkan terima kasih karena wanita itu telah membantunya. Sementara Zoya membalas ucapan si pemuda dengan anggukan serta senyum tipis. Dia melirik sesekali ke arah David yang berdiri di belakang pemuda tadi dengan tatapan lekat, seolah-olah sedang mengawasi semua gerak-geriknya. Zoya menggerutu dalam hati, David benar-benar terlihat seperti seorang suami yang cemburu. Wajahnya masih saja datar, bahkan saat pemuda tadi pamit dia hanya menjawab dengan satu kata, "hem!" Benar-benar arogan sekali."Mau sampai kapan liatin terus? Enggak takut keluar itu bola mata?" sindir David karena Zoya masih saja menatap ke arah si pemuda yang sudah menjauh. "Ayo pulang," imbuhnya berbalik ketika melihat Zoya hendak memprotesnya."Kamu, ya, ngapain ngomong kayak gitu? Bikin anak orang jantungan aja!" Zoya sedikit berlari mengejar David agar bisa mensejajari langkah si lel
Lengkung senyum terbit di bibir David saat menatap langit-langit kantor. Sepasang cicak yang berkejaran di plafon bercat putih itu mengingatkannya pada Zoya. Bukan bentuknya, tetapi sikap jinak-jinak merpati si wanita. Jika dia mendekat, Zoya segera melebarkan jarak. Namun, kala dia tak acuh, wanita tersebut sering mencuri-curi pandang padanya, menggemaskan sekali. "Aku perhatikan akhir-akhir ini ada yang berbeda sama kamu." David menoleh ke kanan dan melihat Andrea sudah berdiri di dekatnya. Wajah David seketika berubah dingin. Dia menegakkan punggungnya kembali dan bersikap seperti biasa, datar dan tak peduli.Andrea tersenyum tipis. Ada sengatan ngilu di dada melihat senyum David pudar. "Kamu enggak nanya kapan aku kembali?""Memangnya penting?"Wanita berwajah barbie itu menghela napas dalam, lalu mengembuskan perlahan. Dia duduk di depan David. "Gimana Zoya?" David mengangkat pandangannya. "Baik," jawabnya singkat, tetapi mampu melesatkan nyeri ke dada Andrea. Mata lelaki itu
Zoya memegangi perut saking keras dan lamanya tertawa. Apalagi mengingat raut David sejak masuk rumah hantu. Lelaki itu selalu berdiri di belakang wanita tersebut sambil memegang tangan atau bahunya. Bahkan, dia nyaris menghajar satu aktor yang berperan sebagai Franskenstein, yang tiba-tiba muncul di hadapan mereka. Untung saya Zoya sigap mencegah, lalu menarik David keluar dari stan itu."Iya, ketawa aja terus!" dengkus David menatap Zoya dengan kesal.Alih-alih berhenti, tawa Zoya semakin nyaring. Dia bahkan berpegangan pada bahu David agar tidak jatuh."Abis kamu lucu banget, mukamu sampe pucat gitu. Masak sama hantu-hantuan aja takut." Lagi, Zoya terkikik geli.David melengos. Untung saja yang menertawainya Zoya, kalau orang lain sudah sejak tadi dia kirim silahturahmi sama malaikat maut."Aku enggak takut, geli aja," tangkis David."Ngeles." Zoya menepuk lengan David. "Heran, bos preman, tatoan, keliatan sangar, tapi hati hello kitty." Lagi, dia meledek lelaki itu.Senyum tengil