Nabil tersenyum melihat reaksi para pengguna sosial media terhadap video permintaan maaf Septian. Mereka yang tadinya menghujat Zoya dan perusahaannya, kini balik merutuki mantan suami Zoya tersebut. Berbagai komentar tidak berhenti masuk di postingan itu mengatakan jika Septian tidak memiliki malu, bermuka tebal, dan lain sebagainya. Begitulah kebanyakan penduduk maya, mudah sekali menurut ke mana arah angin.Suami Yani itu lega. Dengan tertangkapnya Septian akhirnya kasus pencemaran nama baik itu selesai. Mantan suami Zoya tersebut akan mendekam lama di balik jerusi besi. Selain dijerat kasus UU ITE, dia juga dijerat dengan pasal pencurian, penculikan, dan perbuatan tidak menyenangkan dengan ancaman hukuman lebih dari lima tahun penjara."Permisi, Pak." Zoya mengetuk pintu ruangan Nabil, wanita itu masuk setelah Nabil memberi isyarat."Ini laporan keuangan yang Bapak minta."Nabil meletakkan ponselnya untuk melihat dokumen yang diletakkan Zoya ke atas mejanya. 'Bagus, sepertinya se
Senyum Yani mengembang melihat Zoya masuk ke dalam ruang perawatannya. Wanita itu menenteng buah yang disusun cantik dalam keranjang yang dihiasi pita warna-warni. Wajah Zoya terlihat cerah serupa dengan cahaya pagi yang mencuri-curi masuk melalui ventilasi jendela kamar."Duh, cerahnya pagi ini? Ada apa gerangan?" Yani menggoda Zoya yang meletakkan buah tangannya ke atas meja, tepat di sebelah tempat tidurnya.Senyum Zoya semakin lebar, dia duduk di pinggir ranjang dan menggenggam tangan Yani."Tentu aja aku bahagia. Akhirnya Lea bakal punya teman. Semoga nanti anakmu kembar, jadi sekali lahir langsung dua."Mendengar ucapan Zoya, dada Yani menghangat dan mengaminkan doa sahabatnya itu. Dia sangat malu pada-Nya karena sempat berprasangka buruk. Dia juga sungkan kepada Zoya, sebab wanita itu yang telah menyadarkannya, menamparnya dengan kata-kata bahwa tidak baik mendahului takdir Tuhan. Yani merasa sangat kerdil saat membandingkan pola pikirnya dengan sang sahabat. Padahal dia sudah
Mungkin rezekimu bukan harta atau tahta, bagaimana jika rezekimu adalah cinta Allah padamu? Maka bersabarlah karena sabar itu lebih baik dari berputus asa.---------"Ayo menikah denganku!""Hah?!" Kelopak mata Zoya melebar, mulutnya pun menganga mendengar perkataan David."Enggak susah kaget gitu diajak nikah sama orang ganteng." David mengedipkan mata dan memasang raut tengil, senyumnya semakin lebar melihat pipi Zoya yang memerah."Enggak usah geer!" Zoya mendengkus, dia berjalan melewati David dengan bibir manyun. Laki-laki itu sungguh keterlaluan. Baru saja dia melayang karena lamaran tiba-tiba, sekarang laki-laki itu kembali bertingkah tengil.Tawa David semakin lebar melihat bibir Zoya komat-kamit, entah apa yang diucapkan wanita itu, tetapi dia bahagia bisa mengerjai pujaan hatinya. Dia mengikuti langkah gegas wanita tersebut. Kali ini dia tidak akan lengah sedetik pun, kalau perlu ngintilin sampai ke kamar dijabanin!'Astaga! David! Segitunya ngebetnya, Lo!' Batinnya mencemoo
"Tenang aja, kamu bisa tinggal di sini sampai semua beres.""Apa istrimu setuju?""Pastilah dia setuju. Mana berani dia membantahku."Tangan Zoya yang memegang nampan berisi dua cangkir teh hangat mengerat, ketika mendengar percakapan suaminya dengan seorang wanita di ruang tamu. Septian memperkenalkan si wanita sebagai rekan kerjanya. Dia pikir kedatangan wanita itu hanya untuk bertamu saja, siapa kira kalau lelaki tersebut mengajak wanita lain tinggal bersama mereka.Sejak kandungan Zoya memasuki usia tiga bulan, sikap Septian berubah. Lelaki itu selalu pulang larut malam. Pesan-pesannya juga diabaikan, kadang hanya dibaca setelah beberapa jam. Septian bukan suami romantis, tetapi dia tidak pernah bersikap dingin kepada sang istri. Apalagi saat mengetahui rumah tangga mereka segera diramaikan dengan tangis bayi setelah dua tahun menunggu.Pernah wanita berkulit sawo matang itu bertanya, justru bentakan yang dia terima. Septian mengamuk membuat nyali Zoya menciut. Malam itu sejak per
"Suaminya mana, Buk?" tanya seorang perawat ketika Zoya masuk ke ruang unit gawat darurat.Zoya meringis sambil terus memegangi perut bagian bawah. Rasanya calon bayinya sudah mendesak hendak keluar. Dia mengusap bulir-bulir keringat dingin di pelipisnya dan berkata, "Sakit sekali, Suster. Tolong ...."Perawat tadi sigap memapah Zoya naik ke atas brankar rumah sakit, juga memasang alat pemeriksa denyut jantung di jari si wanita. Matanya berkaca-kaca menatap langit-langit ruangan, mengingat tidak ada seorang pun yang menemani saat dia melahirkan."Buk, kita periksa dulu jalan lahirnya, ya."Zoya mengangguk. Dia membiarkan perawat tadi memeriksa jalan lahir dengan memasukkan jari yang sudah memakai sarung tangan lateks. Dia pasrah apa pun yang dilakukan padanya asal calon bayinya baik-baik saja."Sudah bukaan delapan, Buk. Sebentar lagi, ya." Perawat tadi membuka sarung tangan lateksnya kemudian membuang ke tempat sampah medis. "Apa suaminya sudah dihubungi, Buk?" Lagi perawat itu berta
"Sekarang bagaimana? Kami tidak ingin ada pasangan zina di komplek kami." Suara ketua RT terdengar menengahi para warga yang sudah berkumpul di dalam rumah Zoya. Suasana malam yang biasa tenang kini ramai oleh cacian orang-orang kepada Septian. Bukan hanya di dalam, tetapi di luar rumah."Usir saja, Pak! Kami tidak mau ikut menanggung dosa mereka." Seorang wanita bertubuh subur menuding ke arah Septian dan Mira yang diamini oleh semua yang hadir."Nikahkan saja, Pak. Daripada zina terus." Seorang lagi bersuara."Gila, kamu! Trus Zoya mau di kemanain? Mana ada wanita mau dimadu." Pendapat tadi ditimpali oleh orang lain hingga suara kembali menjadi ramai."Sudah! Sudah!" Kita dengar jawaban Pak Septian." Sang ketua RT kembali bersuara. Septian yang didudukkan bersebelahan dengan Mira mengangkat kepalanya. Dia menatap sekilas Zoya yang terduduk lemah di samping istri ketua RT. Wajah wanita itu pucat pasi, pandangannya pun terlihat kosong."Sa-saya akan menikahi Mira, Pak," jawab Septian
"DIAM!" Zoya menutup telinga dengan bantal berharap tangisan bayinya tidak lagi terdengar. Namun, suara bayi yang baru berumur empat hari itu semakin melengking."DIAM. DIAM! Bisa diam enggak?!" Wanita itu mulai kehilangan akal sehatnya. Sejak pertengkaran hebat dengan Septian, emosinya semakin labil. Dia selalu menangis tanpa sebab dan mengabaikan putri kecilnya. Baru setelah tenang Zoya kembali memeluk bayi tidak berdosa itu. Sembari menyusui, air matanya terus menetes. Dia bersenandung untuk menghibur diri sendiri. Alih-alih merasa lega, jusru tangisannya semakin keras. Sementara Septian menghilang entah ke mana. Bibir Zoya tidak berhenti mengucapkan sumpah serapah. Bahkan, dia mendoakan sesuatu yang mengerikan menimpa lelaki tersebut.Tak kunjung diam, Zoya turun dari tempat tidur. Dia meraih selimut yang awalnya menutupi tubuhnya, bermaksud membekap bayinya. Akal sehat dan nurani wanita itu telah mati. Pikirannya dipenuhi kebencian dan amarah."Ya, Allah ... Zoya!" Seorang wani
"Keluar dari rumahku!" Septian mengusir Yani yang menatapnya dan Zoya bergantian."Kamu kok, kasar gitu, sih?" tanya Yani. Dia berdiri menantang Septian yang sama sekali tidak ramah. Bukannya tidak menghormati sang empunya rumah, tetapi sikap lelaki itu sangat tidak sopan. Apalagi Zoya semakin mempererat pegangan di tangannya. "Suka-suka aku! Ini rumahku dan dia istriku," balas Septian lebih keras, membuat Yani beristigfar dalam hati. Dia memang tidak mengenal dekat si lelaki, bertemu pun baru tiga kali dengan hari ini. Pertemuan pertama dan kedua saat lamaran dan pesta pernikahan keduanya. Dia pikir sifat Septian sama kalem dengan wajahnya, ternyata pepatah, 'don't jugde a book bu it's cover' memang pantas disematkan untuk lelaki itu."Istrimu? Memangnya kamu tahu apa yang terjadi sama dia barusan?" Mau tidak mau Yani ikut naik pitam melihat cara Septian memperlakukan Zoya. Lelaki itu menarik tangan si wanita yang memegang tangannya dengan kasar."Yan, kamu pulang dulu, ya. Makasih