“Kamu membuatku takut karena kamu bagian dari rencana mereka. Kamu membuatku takut, karena kamu tega mengatakan ini semua padaku. Kamu membuatku takut, karena berbagai kerumitan ini semakin menjadi-jadi setelah kamu ada.” Kutatap Mike putus asa. “Katakan padaku, mengapa kamu bisa mencintai wanita biasa sepertiku di saat kamu tahu betapa malang nasibku? Untuk saham itu?” Bibirnya menyeringai. “Saham itu akan kudapatkan untuk kuberikan padamu! Jika kau ragu, kita bisa buat surat perjanjian.”“Perjanjian lagi? Pernikahan itu sendiri adalah perjanjian agung. Tapi mereka mengingkari. Membaut semua hanya sebagai lelucon semata. Kamu tidak jatuh cinta Mister. Kamu hanya memanfaatkan situasi ini. Tak ada alasan bagimu untuk menyukaiku!”Pria berkepala batu itu menggeleng. “Jujur, aku pun tak mau terlihat ini jika bukan karena kamu! Karena keteguhan cintamu membuatku iri. Ibuku bukan wanita setia yang bisa menetap dalam satu cinta. Karena itu ia sering berganti-ganti pasangan dan membuatku m
“Kalau begitu dia harus memilih satu di antara mereka. Dia tak bisa memiliki keduanya,” sergah Mike tak puas dengan pernyataan Caca. Mereka berbicara dengan volume rendah tetapi penuh penekanan dalam setiap kalimat. Aku bisa merasakan kemarahan pada kedua insan yang tengah membicarakan diriku, yang kini tengah berbaring di ranjang rumah sakit. Aku tahu itu karena merasakan selang infus di tanganku.“Kata siapa dia harus memilih. Dia lelaki. Dia berhak menikahi dua, tiga atau empat wanita yang disukainya sekaligus. Kamu hanyalah seorang mualaf yang tak sungguh-sungguh mengimani Islam. Kamu bahkan tak berusaha mempelajari ajarannya. Kamu berpindah keyakinan untuk menikah, tetapi kemudian gagal. Tahu apa kamu tentang poligami? Asal Laras ikhlas, asal Sekar mau, mereka bisa hidup bersama dengan berbagai suami. Kau telah mengotori nama Laras. Menjauhlah darinya sekarang!”“Aku tidak akan bergeser, satu centi pun darinya. Kamu tidak pernah memikirkan kebahagiaan Laras. Kamu hanya takut saha
Caca duduk di samping ranjang tempat tidurku.“Kamu jaga kesehatan, dong. Atur pola makan. Minum vitamin kalau perlu. Wajahmu pucat seperti mayat.” Seperti biasa, Caca jago mengomeli orang.“Apa gunanya cantik jika tidak sehat. Kamu enggak perlu diet. Sekarang lagi tren pria suka wanita montok. Kata Mbok Minah, kamu ajrang makan, ya? Ngemil juga enggak. Duh, ngapain setiap hari makan hati. Sudah mikirin Mas Danunya. Pikirin Adam dan Hawa saja,” imbuhnya meracau. Kali ini aku suka ada yang memarahi. Caca, Caca, dia membuatku merasa memiliki seseorang sebagai teman.“Kok bisa pingsan kenapa? Kamu kecepekan apa? Atau mau berhenti kerja.”Ketika pembicaraan sudah ke arah sana, seketika aku panik.“Aku ga mau berhenti kerja, Ca. Kecuali kamu juga berhenti kerja.”“Lho kok begitu sih? Apa hubungannya sama aku?”“Aku ingin seperti kamu. Jadi wanita karier yang pintar, lincah, dan mandiri.”Caca menghela nafas. “Baiklah. Sesukamu saja. Tapi jangan bikin ribut-ribut lagi. Mbak juga harus memik
Aku sudah berhenti kursus dan tak pernah mengangkat teleponnya lagi. Aku masih bekerja seperti biasa, tetapi selalu mengalihkan tugas yang berkaitan dengannya. Amanda dengan senang hati mengambil alih tugas-tugasku sehingga bisa kian dekat dengan pria pujaannya.“Yes, true! Kristal yang terlancur pecah, tak akan kembali seperti semula.”Mike berdecak. “Ck, lalu bagaimana dengan pria itu? Ia jelas-jelas telah menggoreskan ribuan sayatan dibanding aku,” protesnya. Dia selalu menyebut Mas Danu dengan pria itu, seolah lidahnya kesulitan menyebut nama suamiku.“Dia memiliki apa yang tidak kamu miliki. Kejujuran hati!”“Jujurkah pria yang mendua?”“Sejak awal dia jujur bahwa dia tak mencintaiku dan hanya mencintai wanita itu. Hubungan suami istri tidak hanya dibangun berlandaskan cinta, tapi juga saling pengertian. Aku bisa mengerti dia, karena aku pernah berada di posisinya. Kamu pun sama, Mister. Kamu di posisi di mana sulit menahan perasaan yang terlalu kuat mendorong akal sehat.”Kuberj
Lantunkan doa, langitkan asa, biar para Malaikat mengamininya. Kamu tak tahu kapan akan tiba waktu berbahagia, yakni kala doa itu terwujud dalam mihrab cinta. ===Subuh ini, masih terlalu dini bagi penghuni rumah yang biasa beraktivitas pada pukul 6 pagi. Remang cahaya dalam mihrab kecil di sudut ruangan—tempat bermunajat—menghadirkan suasana sakral yang mendekap diri dalam berbagai keajaiban. Suamiku pulang.“Aku sekarang jelek, ya, kayak tengkorak,” selorohnya. “Atau kamu yang gemukan?”Tak menyangka, ia akan mengatakan hal-hal yang tak pernah dikatakan sebelumnya. Sejak kapan ia peduli penampilannya di depanku atau peduli penampilanku di depannya?Teringat pada perutku yang membuncit. Tak’kah terlihat?“Mas ... sebenarnya aku,” baru hendak kukatakan kabar kehamilan, ketika telunjukkan diletakkan di bibirku. "Kamu terlihat cantik, bodohnya aku tak pernah tahu itu sebelumnya," pujiannya membuat jantungku dag-dig-dug tak menentu."Di surga, banyak bidadari tak berparas. Kulihat kam
“Bagaimana kamu bisa hamil di saat Danu tidak di sini?” tanya bapak keheranan.“Aku menghamilinya sebelum kecelakaan,” potong putranya. Sungguh mengejutkan. Tak kusangka ia akan memberikan jawaban semacam itu. Rasa malu menjalar, tapi senang ada yang membela. Terlebih ini pertama kalinya Mas Danu berada di pihakku.Tak berlama-lama di meja makan, Mas Danu mengusaikan aktivitasnya. Ia mengaku rindu pada anak-anak dan tak sabar menyapa mereka.Masih banyak pertanyaan yang berhimpun di kepalaku, tetapi kutahan hingga kami senggang. Sungguh sulit dipercaya bahwa ini nyata. Saking bahagianya, apa pun yang diinginkannya, bergegas kulakukan. Khawatir semua hanya delusi yang terjadi akibat kerinduan yang terakumulasi sekian lama.Pria kurus itu masuk ke kamar kami, menghirup udaranya seakan menghirup udara di pegunungan. Tangannya direntangkan lebar-lebar. “Uwah ... kamarku. Rasanya sudah berabad-abad, bukan?” Ia menoleh padaku, mengerling nakal. Ya ampun, benarkah dia bersikap genit barusan?
Mencintai tak harus memiliki. Namun jika terlanjur memiliki, harus mencintai sepenuh hati. Masih menakar apakah ia benar telah berubah atau hanya perubahan sementara? Oh, tidak. Bahkan aku sedang berpikir apa benar dia suamiku? Aromanya mungkin sama, tetapi penampilannya jauh berbeda.“Apa kamu memiliki perasaan pada pria itu?” tanyanya memecah hening.Kugelengkan kepala. Seandainya ada, perasaan itu hanya perasaan sesaat yang kini benar-benar telah musnah. Kekosongan yang tercipta kala suami tak ada, kini benar-benar telah terisi saat dia kembali. Semudah itukah memaafkan? Nyatanya iya.Memaafkan adalah seni kebesaran hati yang mungkin sulit diberikan oleh orang-orang tinggi hati. Akan tetapi, bagi hati sebening embun pagi, selalu ada samudera maaf bagi yang tulus memintanya. Apalagi jika memberi dan meminta maaf itu merupakan salah satu bentuk kemuliaan hati. Dicaci tidak tumbang, dipuji tidak melayang.“Dia bilang itu anaknya.” Mata Mas Danu melihat ke perutku.“Mas percaya padaku
“Lihat!” Wanita itu mengeluarkan gawai dari sakunya. “Orang yang kamu bilang istrimu itu telah pacaran dengan orang lain saat kamu tak ada. Bahkan saat tugas di luar kota, semua pegawai telah kembali ke Jakarta, sedang mereka berdua masih tinggal di sana!” fitnahnya sambil memberikan gawai itu pada Mas Danu.Astaga, bagaimana dia bisa tahu semua itu bahkan memiliki foto-fotonya? Apakah Mike ikut berperan menghadirkan bukti tersebut sebagai bagian dari konspirasi yang dijalani?Pria yang jadi sumber pertikaian di antara kami melihat foto di galeri Sekar satu per satu. Wajahnya memerah.“Itu dusta. Kami tidak melakukan apa-apa seperti yang dituduhkan pada kami,” tentangku.“Jadi menurutmu foto itu rekayasa? Benarkah bukan kamu orang di sana?” cibir Sekar.Terlihat salah satu foto di mana aku terbaring di rumput dan Mike menciumku di sana. Ditilik tempatnya, itu adalah Danau Bojong Rongga Cilacap. Pasti itu saat aku pingsan karena tenggelam dan Mike mengambil kesempatan.“Kalian tidak ta