Walau Angellia tidak memiliki ke istimewaan dalam penglihatan. Dia memiliki sensor firasat yang sangat sensitif. Dapat merasakan aura jahat, sifat jahat, dan perilaku jahat pun bisa. Angellia gemetar perlahan mundur dan bersembunyi di balik tembok. Aura jahat itu sepertinya tidak asing bagi Angellia tapi siapa.
”Di dalam ada Jasmine? Cepat buka pintunya!” seru Serenity. Serenity baru jarak beberapa sentimeter ingin menyentuh pegangan pintu. Perlahan dari warna besi berubah menjadi warna merah api. Begitu panas luar biasa dan tangan dia ditarik oleh Charless. Kalau telat sedikit mungkin kulitnya sudah menempel dan melepuh. ”Jangan sentuh pintu. Bahaya! Lebih baik kalian semua diam di ruang makan. Tunggu saja! Kami yang akan mengurus hal ini,” perintah Charless untuk menghindari korban lagi. Dia berinisiatif seperti itu. Mereka setuju dengan rasa cemas saat meninggalkan tempat. ”Terima kasih, Charless. Baiklah kami mengerti. Jaga Jasmine baik-b”Tidak apa-apa, Bu! Hanya saja aku berpikir kalau Aloria yang mengalami hal tadi. Bagaimana? Aku sangat takut, Bu,” lirih Charless menatap dalam Aloria dan mengelus lembut rambutnya. Sang adik hanya membalas dengan senyuman manis. Aloria mengerti Charless sangat menyayangi dan melindungi adiknya. ”Kan aku punya Kakak. Sang Manusia Serigala yang selalu melindungiku. oke, ibu! Aku akan menyembuhkan Jasmine. Ibu fokus saja untuk memperbaiki rumah ini,” tegas Aloria. Lalu memeluk erat Charless. Aloria bangkit dan dituntun kakaknya menuju meja makan. ”Dasar kalian! Tidak akan terjadi Charless. Tenang dia kuat. Baiklah aku akan kembali ke lantai dua. Jaga baik-baik, Jasmine. Ingat itu!” perintah Eleanor yang berlalu dan mengajak suaminya untuk membantu proses perbaikan rumah itu.Aloria mendekati meja dan duduk di kursi paling tengah bersebelahan dengan Leo. Aloria menoleh padanya hingga saling bertatapan dengan Leo. Sesaat mereka berbalasan dengan senyum mani
”Hmm, kalau dalam buku ini menunjukan tempat gua, pasti ada senjata itu di sini. Mana mungkin salah. Benar, kan, Arthur?” tanya Leo lalu menoleh menunggu jawaban dari Arthur. ”Yup! Benar dan butuh waktu yang lama mencarinya. Bagaimana kalau kita berpencar menjadi dua kelompok? Untuk mempersingkat waktu.” Arthur bertanya ke semua dan serempak menjawab setuju. Tim 1; Jasmine, Arthur, Angellia, dan Barlder. Tim 2; Leo, Charless, Eleanor, dan Aroon. Semua tim pun berpencar mencari senjata legenda. Pedang sakral sangat susah mendapatkannya. Tapi, ke tempat itu adalah harapan terakhir. Arthur yang mulai menyadari mereka menyusuri dalam gua. Dia memutuskan untuk mengikuti tim satu yang ada dirinya. Dalam lamunannya terbesit satu kata, melintasi dimensi waktu. Berarti kejadian sekarang adalah masa depan yang akan terjadi. "Dalam masa ini, kita tidak bisa merubah apa pun. Bila melakukan perubahan sekarang, maka akan merubah masa depan yang selanjutnya," gumam A
”Hmm, Kamu siapa? Aku ada di mana? Mana Istriku?” tanya Arthur membuka mata dan bangkit menjauhi Edward. ”Apa? Nak, tidak mengenalku? Kamu ada di sarang iblis! Kamu tidak memiliki Istri. Tatap mataku!” murka Edward sambil menatap dalam mata Arthur. Edward tidak percaya, melihat bola mata anak itu sudah berubah warna menjadi hitam pekat. Arthur terhipnotis oleh Meliai. Untung hanya di alam bawah sadarnya. Kalau di dunia nyata entah apa yang akan terjadi. ”Tidak! Siapa kamu? Menjauh dariku, sarang iblis? Ini Istanaku. Oh, iya aku Raja. Sedangkan, Ratu adalah Meliai istriku!” Arthur berteriak melangkah mundur mencari-cari Istrinya itu. ”Arthur! Sadarlah! Jangan mau tertipu oleh wanita jalang itu. Ini aku. Ayah sahabatmu! Kamu belum menikah dengan siapa pun.” jerit Edward mencoba mendekati lagi tetapi tetap Arthur mundur menghindarinya. “Kamu yang harusnya sadar. Ini Istanaku! Berani-beraninya memerintah dan membentakku! Aku tidak mengenalmu! Istr
”Kak Charless! Kakak liat Arthur!” panggil Aloria terbangun mendengar teriakan kesakitan dan genggaman tangan Arthur semakin erat. ”Astaga! Ada apa ini? Ibu lihat kemari cepat!” teriak Charless melihat tingkah aneh Arthur. Disekelilingnya dibanjiri cairan hitam bercampur merah pekat yang segar. Menyembur di setiap pori-pori kulit. ”Hua ...! Panas! Sakit-sakit!” raung Arthur dan mengerang kesakitan sampai menggapai-gapai sesuatu. Aloria menenangkan dengan memeluk tubuh Arthur yang terus meronta-ronta. "Arthur! Kendalikan tubuhmu. Kalau seperti ini akan lebih menyiksamu, hai! Berhenti!" jerit Aloria mencengkram rahang Arthur hingga saling bertatapan dalam. Arthur masih setengah sadar. ”Anakku! Astaga, ada apa ini?” lirih Serenity menutup mulut yang mulai gemetar dan menangis histeris. Saat dia melihat perlahan semua kulit Arthur mengelupas hingga terlihat daging merah dan kuning. Angellia dan Julie terduduk lemas tidak percaya hal itu terjadi.
”Tapi, kalian harus tetap melakukan perlawanan ini! Kalian mau menyerah begitu saja? Apa lupa dengan janji terhadap mendiang Edward O’neil? Inikah usaha kalian?” cecar Aroon memandang tajam begitu marah terhadap perkataan Eleanor yang terkesan putus asa itu. ”Tolong! Jangan menyerah, apa pun yang akan terjadi pengorbanan kita tidak akan sia-sia. Entah, selanjutnya salah satu dari kita mengikuti pengorbanan Edward atau tidak. Tetap tuntaskan semua sampai akhir!” sahut Serenity dan menggenggam erat tangan Eleanor hingga menatap dalam dengan semangat berapi-api. "Kalian juga ingat, kan? Kejadian yang merenggut nyawa Edward? Pertemuan pertama dan terakhir kita, berpencar setelah pernikahan kalian." Lanjut Aroon mengenang masa lalu yang menyakitkan. "Yah, semua keluarga berkumpul di Villaku. Dan tragedi mengenaskan yang merubah segalanya. Benar, pengorbanan kita baru seujung jari." Barlder memijat dahinya. Eleanor dan Barlder saling bertatapan, tid
“Tante, ada yang ingin dibicarakan? Tante, terima kasih lagi atas semuanya. Maaf, kami hanya bisa menyusahkan saja,“ ucap Leo sambil mengenggam tangan Eleanor. “Sama-sama, Nak. Jangan berbicara seperti itu! Entahlah, Aku sedikit resah saja. Ada satu pertanyaan yang harus kamu jawab jujur!“ tanya Eleanor dengan tatapan sendu. “Hmm ... baik, akan aku jawab jujur. Kalau itu membantu, Tante. Tidak jadi masalah,“ sahut Leo yang meyakinkan Eleanor. “Apa kamu sudah memikirkan hal ini matang-matang? Semua resikonya?“ tanya Eleanor, Leo sangat terkejut. “Soal menghadapi takdir ini, Tante? Sudahku pikirkan, tahu semua resikonya sampai hal terburuk pun. Aku siap menghadapi ini! dari kejadian hari ini. Menyadarkanku, bahwa kita harus benar-benar memusnahkan iblis itu!“ tegas Leo dengan menatap tajam Eleanor. “Bagus, kalau kamu siap! Kuatkan mentalmu, karena iblis-iblis itu akan melakukan hal paling gila. Berhati-hatilah jaga semuanya! Hubungi a
“Julie, baik-baik saja? Tubuhmu berkeringat semua! nanti bisa sakit, diam di situ. Lebih baik Kamu bersih-bersih, iya!“ perintah Angellia lalu memberikan handuk walau direspon sangat lambat oleh Julie. “I-ya, Kak ... tapi, Kak Leo di mana? Dan semua sudah pergi?“ tanya Julie dengan raut wajah kelelahan. “Iya, sudah pulang. Kak Leo sedang ada urusan di luar, nanti pun pulang,“ jelas Angellia berlalu pergi mencoba beristirahat satu tempat tidur dengan Jasmine. Julie pun bergegas membersihkan diri, tapi hatinya begitu resah. Sosok itu terus mengikutinya, ketika bercermin pun sosok itu ada di belakang. Tetap mendekatkan senjata itu di leher Julie. “Apa takdirku sudah dekat dengan kematian?“ suara batinnya. Dia berusaha berpikir positif, mengalihkan semua pikirannya dengan beristirahat total. Leo berusaha menenangkan diri, duduk di sebuah kursi tua ke dalam hutan dan dekat dengan rumahnya. Begitu sunyi sangat cocok untuk mendingingkan susana hati. Cahaya mat
“Kak! Kak Arthur! Kenapa melamun, Kak? Bantu aku, ambilkan air dan kain lagi!“ panggil Angellia berusaha menyadarkan Arthur yang hanya diam dengan tatapan kosong. “Apa? Angel, maaf ta-tadi aku me-melihat De-Dewa!“ gagap Arthur yang terkejut. “Apa? mana mungkin? Dewa siapa, Kak?“ tanya Angellia yang tidak percaya dengan perkataanya. “De-Dewa Penca-cabut Nyawa, Angel!“ jawab Arthur dengan bibir gemetar hebat merasakan ketakutan. “Hah!“ teriak Angellia lalu menoleh dan menjatuhkan mangkuk aluminium berisi air itu. Suara pun menggema. “Ada apa? Aku ada di mana? Aww! mataku. Angel?“ tanya Jasmine yang terusik mendengar mangkuk itu jatuh dan meraba-raba tangan Angellia. “Iya, ini aku! Tenang, kamu ada di ruang UKS ko.k Sudah bisa duduk?“ jelas Angellia. “Jasmine, ada apa? Sampai kamu seperti ini?“ tanya Arthur yang memastikan akan sesuatu hal. “Tadi, ada yang datang! Aku tidak, mengerti. Dia bilang soal takdir