Share

Bab 8 - Perasaan Apakah Ini?

Bram dan Inara tampak terkejut.

Pria itu bahkan seketika marah. "Anda itu hanya bosnya, tak ada hak akan hidupnya! Saya akan menikahi Felisa, dan menyuruh dia berhenti dari perusahaan Anda. Saya akan memberikan dia fasilitas mewah. Membayar berkali-kali lipat gajinya di perusahaan Anda!" ucap Bram dengan sombongnya.

"Selama Anda belum meninggalkan kekasih Anda, Saya tak akan mengizinkan sekretaris saya bersama Anda! Felisa wanita baik-baik. Bukan wanita murahan yang hanya Anda jadikan tempat pelampiasan nafsu saja!"

Ucapan Rizky yang tepat sasaran membuat wajah Bram terlihat memerah. Dia juga tampak mengepalkan tangannya.

"Tak perlu marah seperti itu! Ada harga yang harus terbayar. Jangan menganggap wanita bisa dibayar dengan uang, yang rela menyerahkan tubuhnya semudah itu," sindir Rizky.

Rizky langsung menarik tangan Inara meninggalkan restoran itu.

"Brengsek!"

Bram tak terima. Dia berniat untuk bertindak nekat memaksa Inara menikah dengannya.

Di dalam mobil Inara tampak bertengkar dengan Rizky.

"Kamu kenapa sih jadi begini? Aku 'kan sudah jelaskan sama kamu. Kedekatan aku sama dia, hanya untuk menjerat dia saja. Agar aku bisa membalaskan dendamnya. Aku akan membuat dia menjadi miskin, kalau perlu," ucap Inara.

"Iya, aku tahu itu. Entahlah, aku juga tak paham. Mengapa aku menjadi panas, melihat kamu dengannya," sahut Rizky sambil fokus menyetir mobil.

Deg!

Inara terkejut. Jantungnya seakan terhenti seketika.

"Maksud kamu apa berkata seperti itu?"

Jika sudah demikian, Rizky tak memilih melanjutkan pembicaraan mereka. Selama perjalanan pulang, Rizky hanya diam. Padahal, Inara menunggu penjelasan darinya. Tapi, Rizky tak kunjung bicara sampai akhirnya mereka sampai di apartemen. Rizky memilih langsung pulang, hanya menurunkan Inara di lobby apartemennya.

Bram baru saja sampai di apartemen. Wajahnya terlihat kusut. Dia tampak kesal.

"Kamu kenapa?" Monika bertanya kepada kekasihnya.

"Aku baik-baik saja! Aku mandi dulu ya." Bram pergi begitu saja meninggalkan Monika. Dia langsung masuk ke kamarnya, untuk mandi.

Monika terlihat gelisah, dia takut rencana pernikahannya dengan Bram gagal.

"Kamu kenapa sih? Sikap kamu menjadi berubah sekarang kepadaku? Jangan bilang, karena wanita itu!"

"Aku sedang tak ingin membahasnya! Aku lelah, ingin tidur," Bram mencoba memberi pengertian.

Namun, Monika masih saja terus mengoceh. Hingga akhirnya Bram membentaknya.

Monika menangis. Membuat Bram merasa bersalah.

"Maaf. Aku sedang ada masalah di kantor. Tolong, beri aku waktu untuk menenangkan diri! Sebaiknya, kita tidur saja. Aku tak ingin bertengkar sama kamu," rayu Bram.

Bram mengajak Monika berbaring di ranjang. Namun, dia menolak. Saat Monika berniat mencium bibirnya.

"Maaf, aku lagi tak bisa. Aku harap kamu mengerti!"

Ucapan Rizky tadi terus terngiang-ngiang. Baru kali ini Bram menolak di ajak bercinta. Bahkan dicium saja dia tak mau.

Mau tak mau Monika harus menahan diri. Bram tampak sudah tertidur lebih dulu. Sedangkan Monika masih terjaga. Dia tak bisa tidur.

"Jangan sampai rencana aku gagal, gara-gara Bram tergoda dengan wanita itu. Aku harus menemui wanita itu, dan meminta dia untuk tidak menggoda Bram lagi," ucap Monika. Monika akan mencari tahu tentang Inara.

Di apartemen

Inara pun masih membuka mata. Dia tampak sedang melamun memikirkan ucapan demi ucapan yang sering terlontar dari bibir Rizky.

"Apa mungkin Rizky masih mencintai aku? Makanya, dia tak rela aku dekat dengan Laki-laki lain. Tapi, bagaimana dengan orang tuanya?"

Cinta terhalang restu!

Inara beranjak dari tempat duduknya dan masuk ke kamarnya, dan duduk di meja rias. Dia pandangi wajahnya di depan cermin.

Wajah dan penampilannya saat ini benar-benar telah berubah. Orang tua Rizky pasti akan merestuinya, dan yang menjadi pertanyaan. Apakah orang tua Rizky akan tetap merestui hubungan mereka, saat mereka tahu kalau dia adalah Inara.

Semenjak Bram bertemu dengan Inara. Perasaan Bram kepada Monika menjadi goyah. Hatinya menjadi terbagi. Terlebih Inara atau Felisa, lebih unggul dari Monika. Tapi, Bram tak bisa melepaskan Monika. Monika memiliki kartu AS.

Ternyata, Rizky pun masih belum tidur. Dia tampak bingung.

"Apa sebaiknya, aku katakan saja ya perasaan aku kepada Inara?"

Rizky tampak menimbang-nimbang.

Di satu sisi, dia ingin Inara fokus dulu dalam rencana mereka. Namun, di sisi lain. Dia tak rela melihat Inara dekat dengan Laki-laki lain.

"Besok, aku harus bicara tentang perasaan aku kepadanya. Terserah, dia mau menerimanya atau tidak. Daripada aku harus memendamnya sendiri.

Bram terbangun dari tidur. Keringat bercucuran membasahi wajah. Dia terlihat sedang mencoba mengatur napasnya yang masih terengah-engah.

"Kamu kenapa?"

Monika terbangun dan bertanya kepada kekasihnya. Wajah Bram terlihat pucat, tak bersemangat.

"Aku bermimpi bertemu Inara. Dia terasa begitu dekat denganku. Apa Inara masih hidup ya?" ungkap Bram.

"Aku rasa tak mungkin. Mimpi itu hanya bunga tidur, bukan kenyataan yang sebenarnya. Kamu tak perlu takut. Aku yakin, Inara sudah mati. Tak akan kuat bertahan. Kamu lihat 'kan kondisi dia terakhir kalinya? Wajahnya sangat hancur, ditambah lagi jalanan di sana sangat sepi dan gelap. Tak akan ada yang melihatnya," ucap Monika mencoba menenangkan sang kekasih.

"Iya, benar juga apa yang kamu katakan. Ini hanya perasaan aku saja, dan hanyalah bunga tidur saja. Inara pasti sudah mati."

Mereka begitu percaya diri mengira Inara telah mati.

Entah, bagaimana ekspresi mereka nanti saat mengetahui kalau Felisa itu Inara....

Comments (9)
goodnovel comment avatar
Al-rayan Sandi Syahreza
jujur ajalah RIS dari pada km pendam, perkara jodoh itu di tangan othor
goodnovel comment avatar
Risty Hamzah
Bagusss mending begitu kalian anggap inara sudah mati gk taunya masih hidup hihi
goodnovel comment avatar
Risty Hamzah
Gpp riz Ungkapin aja dari pada mengganjal di hati
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status