Share

3 Hari (ketiga)

Author: yuelan
last update Last Updated: 2024-06-30 14:41:30

Kemarin Aster diantar pulang pukul delapan malam. Rumah sudah sepi. Baik Huda mau pun Laura sudah di dalam kamar. Kalau Panji masih di warung.

Aster masuk saja ke kamar. Cuci kaki, cuci muka. Berganti dari celana jeans dan atasan rajut ke baju tidur.

Pagi berikutnya dia tidak dibangunkan subuh - subuh untuk diajak jogging. Dia mendengar Huda berangkat jogging sendiri. Maka Aster pun bermalas - malasan di atas kasur.

"Kopi, Mbak?" tanya Panji menawarkan.

Aster mengangguk. Dia mau kopi hangat yang dibuat adiknya. Bisa membuat dirinya terjaga.

"Semalam nggak seru?" tebak Panji.

Dia menaruh secangkir kopi ke hadapan Aster. Lalu turut duduk. Sudah ada segelas teh hangat miliknya.

"Kok bisa bilang begitu?" sahut Aster.

"Habisnya, mbak cemberut gitu. Bangun pagi itu yang sumringah. Semangat menghadapi segala tantangan."

"Memangnya aku cemberut? Nggak, kok. Aku biasa saja."

"Sila membohongi diri sendiri. Kelihatan kok sedihnya. Padahal pulang sampai malam. Dia ngadalin kamu, Mbak? Bilang saja semuanya. Biar aku yang balas dia kontan hari ini."

Aster mengusap cangkir. Hanya terlihat asap air kopi yang masih mengepul sedikit. Tidak keluar jin yang bisa memberinya tiga permintaan.

Sirik! Tidak boleh seperti itu. Dia pun menyeruput kopinya.

"Aku berangkat sekarang nih," ancam Panji.

Aster menahan lengan Panji. Dia menggeleng, melarang Panji berbuat gegabah. Apa yang terjadi bukan apa yang dipikirkan Panji.

"Terus ada apa, Mbak? Nggak mungkinkan kalau kemarin bersenang - senang, paginya jadi nelangsa gini," kejar Panji.

Aster menunjukkan sesuatu di ponselnya. Dia menghela nafas berat. Kembali menyeruput kopi yang pahit dan panas.

"Eh, Reno nikah hari ini?" pekik Panji.

"Baca bawahnya," suruh Aster. Dia menghela nafas lagi.

Panji memekik kencang. Dia menjatuhkan ponsel kakaknya ke atas meja. Kedua matanya terbelalak.

"Mbak, dia nggak - ngapa ngapain kamu, kan? Dia nggak rusak kamu kan? Jujur ke aku, Mbak! Nggak usah takut. Aku janji nggak akan marah ke mbak Aster. Tapi, aku akan membalas Reno separah dia melukai mbak Aster," kata Panji.

Aster mendengkus. Dia menaruh cangkir dengan bunyi tuk keras. Dia menatap adiknya lekat lekat.

"Jangan khawatir, Pan. Mbak aman. Mbak Aster belum sampai dirusak orang itu. Mbak hanya kaget dan sangat kecewa. Ternyata dia begitu busuk," ungkap Aster.

"Benar? Nggak bohong?"

"Benar. Mbak nggak bohong."

Panji menarik nafas lega. Dia memeluk kakaknya singkat. Tampak surut ekspresi marahnya.

"Syukurlah. Berarti ini mbak Aster diselamatkan dari lelaki busuk macam dia. Lihat, dia menghamili perempuan lain. Dia selingkuh di belakang mbak. Namun itu malah berarti mbak Aster diselamatkan."

Aster tertawa masam. Dia menyetujui pernyataan sang adik. Tuhan sudah menyelamatkan Aster dari makhluk tak tahu diri bernama Reno.

"Tahu nggak, Pan," kata Aster muram.

"Hehm? Apa lagi, Mbak? Jangan bikin aku cemas. Dia benar tidak merusakmu, kan?" sahut Panji.

"Dia pinjam dua puluh juta belum kembali. Itu sebagian uang perusahaan," ungkap Aster.

"Oh, begitu. Cowok busuk itu juga melarikan uang. Oke, Panji paham. Besok aku akan ikut mbak Aster pulang. Kita tagih bedebah itu. Aku akan menjadwalkan bang De. Sini kasih data diri Reno dan rincian hutang. Ck! Kenapa juga tidak bilang dari kemarin."

"Mbak kira masih ada kesempatan."

"Halah! Mana ada. Lihat saja sekarang apa yang terjadi. Terungkapkan dia memang bedebah busuk. Percuma mbak mencoba memberi dia kesempatan. Belum diberi saja sudah akan menyia - siakan. Sudah, tidak perlu ditutupi. Mana data Reno kutu busuk."

"Apa ini? Ada apa sama Reno?" timpal Laura yang muncul di dapur.

Laura berkacak pinggang. Kantong plastik berisi belanjaan sayur terayun dia salah satu tangan. Air muka Laura keruh.

"Ah, mama. Eng-nggak. Ini, ini apa sih, Mbak," sahut Panji tergagap.

"Bukan apa apa, Ma. Hanya menggerutu soal mantan," timpal Aster

Laura menyipitkan mata. Disapukan ke arah kedua anaknya. Tak berhasil membuat salah satu dari mereka berucap.

"Awas kalau menyembunyikan sesuatu. Mama nggak akan mau bantu kalau ada apa - apa," ancam Laura.

"Apa ini? Kok sembunyi sembunyi," kata Huda mengagetkan semua orang.

Laura menggerutu pada suaminya. Dia sampai memukulkan kantong plastik ke arah Huda. Aster dan Panji melonjak di kursi masing - masing.

"Coba kamu tanya ke kedua anak kamu itu, Pa. Mama mencium ketidakjujuran saat ini. Wajah ketakutan mereka tidak bisa dipungkiri bahwa tengah menutupi sesuatu hal besar," kata Laura.

Laura berjalan ke area dapur. Dia menaruh kantong plastik ke meja dapur. Lalu berbalik dan berkacak pinggang lagi.

"Aster, Panji, kasih tahu papa dan mama. Kalian baru saja membicarakan apa? Segera katakan secara jujur. Papa tidak mau ada yang ditutupi."

Aster dan Panji bertukar pandang. Dagu Panji dimajukan. Dengan gerakan mata, dia menyuruh Aster bicara.

Aster mengerucutkan bibir. Dari awal dia tidak mau kedua orang tuanya tahu mengenai perkara uang ini. Pasti Aster kena ceramah panjang lebar.

Terlebih nominal yang dilibatkan tidaklah kecil. Semudah itu dia memberikan uang dalam jumlah besar kepada cowok tersebut. Cowok yang jelas - jelas banyak dikritik papa dan mama.

"Nggak ada yang mau bicara?" kata Huda tajam.

Huda memandang tajam bergantian dari Panji lalu ke Aster. Paling lama pada anak sulungnya. Penuh dengan aura penuntut.

"Kalian tidak percaya pada papa dan mama? Kalian takut kami berbuat tidak bijak? Begitu kah?" tuduh Huda.

Aster memandang balik papanya. Dia menggelengkan kepala cepat - cepat. Dia tidak mau menjadi anak durhaka kalau membenarkan tuduhan tersebut.

"Bukan begitu, Pa. Aster hanya takut papa dan mama marah besar pada Aster. Ini terlalu memalukan bagi Aster," kata Aster beralasan.

"Jangan menebak sesuatu yang tidak kamu tahu pasti. Padahal kamu bisa bertanya langsung. Jadi, katakan saja. Hal memalukan apa yang telah terjadi?"

"Ma-maafkan Aster, Pa. Aster minta maaf, Mama."

"Jadi, ada apa?"

Aster menelan ludah. Dia menata hati dan pikiran. Dia tidak bisa berkata bohong. Harus mengatakan apa adanya.

"Aster dapat kabar dari teman kalau hari ini Reno menikah. Kata teman, calon istrinya sudah hamil."

Huda menggeram. Dia meninju meja konsol terdekat. Air muka mulai keruh.

"Jangan bilang kalau dia juga sudah pernah sentuh kamu!" hardik Huda.

"Nggak, Pa. Aster aman dari tangan jahat Reno. Hanya saja..., hanya saja ada sedikit masalah, Pa," balas Aster menahan emosi.

"Lantas apa? Kejahatan apa yang sudah dilakukan keparat itu?"

"Dia pinjam uang belum dikembalikan, Pa. Sekarang dia sudah susah dikontak. Dia blokir semua akses."

"Licik! Kurang ajar! Keparat busuk!" amuk Huda.

Laura berlari menghampiri suaminya. Dielus - elus dadanya agar tenang. Muka Huda sudah memerah semua.

"Berapa banyak? Berapa banyak uang yang kunyuk itu bawa?" tanya Huda secara lebih tenang.

"Ya, beberapa, Pa. Itu..., itu kalau ditotal ya ada dua puluh juta. Hanya ada jaminan sepeda motor dia," jawab Aster sejujurnya.

"Mana datanya?"

"Data apa, Pa?"

"Data hutang dia. Termasuk data hadiah yang dia berikan dan kamu berikan padanya. Semua kasih ke papa."

"Ada uang perusahaan tiga juta, Pa."

"Makanya mana datanya. Kamu kasih semua ke papa."

Aster mengangguk patuh. Dia pamit menuju kamar. Untung saja dia sudah membuat catatan hutang Reno. Sekarang jadi bermanfaat tinggi.

Data tersebut dikirim ke adiknya. Dia juga mencetak menjadi dua rangkap. Satu diberikan pada papa dan adiknya.

Selanjutnya Aster memasrahkan diri.

~bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Wanita Gila Mencari Cinta   Hari - Hari Penuh Cinta

    "Aster," sebut Brian. Dia maju meraih tangan Aster, yang langsung ditampik oleh David. Keduanya lantas beradu pandang. Aster ditarik mendekat oleh David. Lengan David melingkar di pundaknya. "Jaga tanganmu dari istriku!" desis David penuh ancaman. Brian menyeringai. "Sebentar lagi dia akan meninggalkanmu karena tempramen labilmu, Dav. Aku sih mau saja menerima anakmu juga." Gerakan David begitu cepat. Dia mendorong Brian sampai terhempas menabrak dinding. Lekas Jimmy menahan Brian. Menariknya menjauh dari David yang berdiri dengan nafas menderu. Tanpa takut Aster menyentuh tangan suaminya. "Mas... sudah." Seketika David menoleh. Nafasnya melembut. "Sayang, maaf. Aku... ayo kita masuk saja. Tidak perlu bicara dengan pria konyol ini." Brian tertawa. Dia berusaha melepaskan diri dari kuncian Jimmy. "Aster, kembalilah padaku saja. David tidak pantas mendapat dirimu. Aku bisa menyayangimu dan anakmu." David sudah hampir merangsek maju. Namun cengkeraman kuat tangan Aster

  • Wanita Gila Mencari Cinta   Pertemuan

    Aster mencubit tangan David. "Mengaku saja! Aku menemukan buku harian mas David di sini." David menegakkan diri. Dia mengusap leher Aster yang berdenyut lembut. "Wah... ternyata istriku. Kamu penasaran ya?" Aster mencubit makin sering. Dia jadi jengkel kalau digoda begitu. Dia menarik diri dari suaminya. Tanpa mengindahkan David yang membujuk, Aster berbaring. Dia memejamkan mata tidak mau mendengar David. Sang suaminya turut berbaring di sebelahnya. Tangannya melingkar di pinggang Aster yang berbaring miring. "Jangan marah, Sayang. Aku bercanda." Aster menggumam. Dia menyuruh David bergeser. "Anakku bilang ruangannya sempit." David tertawa pelan. Dengan rela bergeser sejengkal di belakang Aster. Sebentar lagi akan berubah keinginan istrinya. "Sayang... sudah tidur?" bisik David. Dia mendekat lagi. Namun Aster menggeram pelan. * David memegang tangan dan menyangga punggung Aster. Telaten membantu istrinya berjalan. "Awas lantainya tidak rata, Sayang." Mereka tengah

  • Wanita Gila Mencari Cinta   Hidup yang Lebih Baik

    David berkacak pinggang. Dia mengerutkan dahi ke arah Jimmy. Asisten kepercayaannya tidak berani mengarahkan pandang pada David. Hanya ke arah leher David, yang sayangnya malah membuat Jimmy salah tingkah. Dia memutar mata ke pundak David saja. David memicingkan mata. "Kenapa kamu? Ada kesalahan yang tengah terjadi?" "Tidak, Bos. Semua berjalan lancar. Hanya saja... Anda yakin berangkat ke kantor hari ini?" Jimmy mengulas senyum hormat. "Memang kenapa? Aku sudah siap kembali menjadi David seperti sebelum hilang. Kamu mulai meragukanku, Jim? Apa Tomy semakin baik dan kamu mau beralih pada adikku?" Jimmy menggeleng cepat. "Tidak, Bos! Bos Tomy sudah punya asisten sendiri. Lagi pula beliau masih staf." "Kau sudah memanggilnya bos." David menerima tas yang Aster serahkan. Istrinya memberi senyum paling manis yang membuat David bersemangat. Namun tiba - tiba Aster berubah membelalak. Wajahnya memerah. "Mas, ke kamar sebentar." David mengerutkan dahi. Tapi dia mengikuti Aste

  • Wanita Gila Mencari Cinta   Awal Bahagia

    Aster duduk lemas di bawah tempat tidur. Bersandar ke kasur dengan kaki diluruskan. Suaminya turut duduk di sebelah Aster. Dengan telaten menyeka keringat yang membasahi muka. "Masih mual?" Kepalanya diangguk pelan. Itu pun tetap terasa tidak nyaman. Dia menarik tangan David dan digenggam kuat. "Mas... apa aku hamil ya? Harusnya sudah datang bulan. Rasanya juga enggak nyaman mau apa - apa." David melebarkan mata. Raut riang menyeruak. "Kita ke dokter langsung ya, Sayang? Kita pastikan ke ahlinya langsung. Karena ini pertama buat kita." Aster mendekat ke suaminya, menyandar manja. "Mas daftar dulu ke dokternya, aku masih lemah." David mengecup dahi Aster. Dia terkekeh pelan. Tangannya agak gemetaran karena begitu antusias. Selesai bersiap dan Aster sudah merasa lebih baik, mereka pun berangkat ke rumah sakit. David sudah mendaftar ke dokter kandungan yang ternyata adalah temannya. Aster menggamit lengan David saat memasuki rumah sakit. Dia memandang ke sekeliling dengan c

  • Wanita Gila Mencari Cinta   Berhenti

    Dari David yang segera memberi perintah pada Jimmy untuk mencari informasi, Aster jadi tahu kalau selama ini Ari lebih sering tinggal di luar negeri. Di sana dia tinggal bersama seorang wanita yang sekarang sudah diceraikan. Karena itu dia kembali. Aster harap dia tidak mencoba mendekati Aster lagi. Dalam lubuk hatinya Aster tak memiliki rasa rindu. Sama sekali tak tergerak untuk mengetahui lebih soal sosok ayah kandung. Seakan ruang dalam hati Aster telah hampa. Dia tak lagi mau tahu. Tak mau bertemu pula. David yang baru pulang kerja selesai mandi. Sambil mengeringkan rambut dia duduk di sebelah istrinya. "Ayo kita pergi bulan madu saja." Istrinya malah menggeleng pelan. "Di rumah saja. Atau ke hotel." David meringis. Handuk ditaruh sebelum merangkul pinggang istrinya. "Kau perlu melihat dunia luar yang lain, Aster sayang." "Belum ingin. Di sini saja." Aster menaruh kepala ke dada David. "Aku mau datang ke persidangan." "Kamu yakin, Sayang?" David mengusap kepala

  • Wanita Gila Mencari Cinta   Kejutan

    Aster merapat ke David. Dia tidak berani menyentuh kue yang diberikan. Pikiran ada orang di sana yang tengah memperhatikan membuatnya merinding. Dingin tengkuknya terasa. David melingkarkan tangan ke pinggang Aster. Memberinya tekanan lembut menenangkan. "Kita tunggu sebentar." "Apa ya, Mas? Kenapa aku merasa tidak nyaman." Aster menautkan jari - jemari dengan gelisah. Senyum hangat David sedikit menenangkan Aster. Dia pun tak malu mengecup pelipis Aster di tempat umum. Sampai suara langkah kaki berhenti di dekat meja mereka. Pegawai restoran datang dan mengangguk sopan. "Maaf, Bapak dan Ibu sudah menunggu. Saya Edwin manager restoran," ujar pria itu mengulurkan tangan. David melepas Aster. Dia menjabat kuat tangan Edwin. "Terima kasih sudah berkenan menemui kami, pak Edwin. Saya David, dan ini istrinya Aster." Tanpa berbasa - basi manager restoran itu mempersilakan David dan Aster mengikuti dirinya. Mereka diajak ke ruang meeting kecil. Seseorang sudah ada di sana.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status