Share

Bab 5 - Didera Dilema

Author: Azzgha Fatih
last update Last Updated: 2023-05-05 11:46:10

Apa yang sedang dia lakukan? Di mana Mas Irwan? tanyaku.

Kuambil ponsel di dalam tas, mengetik pesan yang akan kukirim pada Nining.

[Di mana Bapak?]

Lama pesanku tak terbaca oleh Nining. Aku semakin gusar, karena waktu semakin berjalan. Allisya harus segera dijemput kurang dari satu jam lagi. Sementara aku belum bertindak apa-apa. Yang ada, semua mata seolah ingin menelisik penampilanku yang menarik perhatian. His, salah kostum, batinku.

Ponsel dalam genggaman bergetar, segera kubuka pola kuncinya.

[Bapak ke Tangerang, Bu. Memangnya tidak bilang?] balas Nining. Aku tersenyum kecut. Mas Irwan pergi ke Tangerang tanpa meminta ijin padaku, yang jelas-jelas adalah istri sahnya. Siapa yang sudah mendapat permintaan ijinmu sekarang, Mas? bantinku terasa pilu.

Di Tangerang sana, memang ada cabang pertama restoran ini. Tak heran jika ia sibuk bolak-balik Jakarta-Tangerang. Hanya saja, biasanya ia akan mengirim pesan padaku sebelum berangkat.

[Tidak.] Aku membalas singkat pesan balasan dari Nining.

Aku segera berjalan masuk ke area samping dapur, di mana ruangan khusus owner berada. Sambil memerhatikan kesibukan wanita hamil itu, aku melangkah kian masuk ke area dalam restoran.

Aku harus mendapatkannya sekarang juga, seiring berjalannya kecurigaan ini yang semakin menggebu. Lihat saja, Mas, aku tidak akan diam saja kau bohongi.

Wanita hamil itu masih sibuk memeriksa buku kasir, aku memanfaatkan waktu untuk menyelinap masuk. Ah, si_al! Masuk ke ruangan sendiri pun harus mengendap seperti maling. Aku dikagetkan dengan tepukan di bahu, ketika tangan ini sudah memegang tuas pintu ruangan owner.

"Anda siapa? Mau ngapain?" tanya seorang pramusaji, melemparkan tatapan menikam ke arahku. Aku tak punya banyak waktu lagi. Gegas kukeluarkan kartu nama di dalam tas yang selalu kubawa.

Kuangkat kartu nama itu tanpa suara sedikitpun, namun tatapan mata ini membalas menikamnya agar diam.

"Maaf, Bu." Dia menunduk dan aku yakin ia akan bungkam tentang aku yang menyelinap masuk.

Aku mengunci ruangan khusus ini dari dalam, mencari petunjuk tentang apa yang sebetulnya telah Mas Irwan tutupi dariku.

Kusisir seisi ruangan dan belum menemukan apa-apa, sementara jarum jam di dinding ruangan ini terus berputar tanpa lelah.

Kubuka laci meja, kotak berkas bahkan brankas yang ternyata sudah tidak bisa kubuka dengan kode yang kuketahui.

"Mas Irwan sudah merubah kode brankas ini. Keterlalu kamu, Mas!" gumamku, menggerutu akan semua yang telah suamiku lakukan di belakangku. Baru dua bulan saja aku tidak masuk ke dalam sini, ia sudah melakukan segala tindakan di luar sepengetahuanku.

Baiklah. Aku tidak akan memaksa brankas ini untuk terbuka. Lain kali aku kembali, Sayang, batinku.

Gegas kubuka kembali kotak berkas dan laci, mencari beberapa lembar berkas penting yang harus segera berpindah ke tanganku.

Beres! Berkas itu sudah aman di dalam tasku dan aku segera mengendap untuk keluar dari ruangan ini.

Pramusaji tadi masih berdiri di samping pintu. "Aman, Bu," ucapnya, seolah paham jika aku memerlukan penjagaan.

"Terima kasih," ucapku.

Pandangan ini terus tertuju padanya, sehingga aku tanpa sengaja menabrak seseorang.

"Maaf, maaf," ucapku dengan sopan, tanpa melihat wajah yang kutabrak. Namun, mataku tepat terarah pada perut yang buncit dengan pakaian yang sudah kukenali sejak datang pagi ini.

"Tidak apa. Maaf, anda siapa? Mengapa keluar dari arah dapur?" tanyanya dengan suara yang lembut.

"Maaf, Bu. Saya baru saja habis komplen karena ada lalat dalam makanan saya," jelasku berbohong. Bagusnya, masker di hidung dan mulutku masih tertutup dengan rapi.

"Oh, begitu. Saya sebagai pemilik restoran ini, sangat menyesal atas kejadian kurang mengenakan itu, ya, Bu. Saya harap, Ibu tidak akan kapok datang dan makan di restoran kami," ucapnya dengan sangat ramah.

"Oke. Hari ini saya maafkan. Tapi, jika lain kali ada kejanggalan lagi dalam restoran ini, saya tidak akan segan-segan memviralkannya. Anda sebagai pemilik, seharusnya bisa lebih upgrade pengetahuan, agar pelanggan selalu puas dan betah makan di sini!" balasku. Aku sengaja menggertaknya. Sekalian saja, mumpung dia tidak mengenali siapa aku.

 "Jangan begitu, Bu. Saya benar-benar minta maaf," ucapnya seraya menunduk takut.

"Oke. Tak apa." Aku melenggang sombong meninggalkannya. Dada ini terasa panas ketika mendengar dirinya menyebut sebagai pemilik restoran ini.

"Bu, Bu! Jangan pergi dulu. Sebagai permintaan maaf, ijinkan saya memberikan satu porsi makan gratis untuk Ibu. Pilihannya bebas," mohonnya, setelah mengejarku beberapa langkah.

"Maaf. Saya bukan orang mis_kin yang suka dengan barang gratisan, ataupun diskon. Makanan gratisnya buat pengemis saja," ucapku sedikit menunduk ke arah telinganya yang memang tidak setinggi tubuhku.

Ia menunduk lemah, seolah tersinggung dengan ucapanku.

"Kalau anda ingin menebus kesalahan, silakan perbaiki kepemimpinan anda terhadap restoran ini. Ingat, yang dibutuhkan pelanggan adalah kepuasan, bukan gratisan yang enggak mutu!" tegasku lagi. Kali ini aku benar-benar pergi meninggalkannya. Ternyata dia betul-betul tidak mengenaliku seperti kemarin sempat ketakutan.

Aku yakin, kemarin Mas Irwan yang sudah memberitahunya tentang kedatanganku. Bagus juga kostum norak dengan warna ngejreng ini untuk mengelabui wanita itu, yang tidak pintar-pintar amat.

"Sombong! Sana aja pergi, gak usah datang lagi." Aku masih bisa mendengar gerutunya dari jarak beberapa meter. Kulengkungkan senyuman merekah atas keberhasilanku hari ini, meski belum sepenuhnya berhasil. Setidaknya, untuk hari ini sudah cukup membuat jantungnya berdebar.

**

Di dalam mobil, kuhapus make-up aneh yang kupakai tadi di rumah. Masih ada banyak waktu. Jangan sampai Allisya melihatku dengan dandanan yang super heboh ini. Bagaimana pun juga, ia tidak boleh tahu masalah apa yang sedang terjadi pada kedua orang tuanya.

Sesampainya di sekolah, kusempatkan mengganti pakaian ini dengan pakaian sederhana yang biasa kukenakan di dalam toilet sekolah. Allisya bisa heran, jika aku tetap mengenakannya.

Gadis kecilku sudah keluar dari kelas, tepat di saat aku selesai dari toilet.

"Mama!"

"Sayang."

"Mama, kok, pucet? Mama sakit?" tanyanya, setelah menyalami punggung tanganku.

Aku menggeleng, menjawil ujung hidungnya yang bangir. "Enggak. Mama sehat, kok."

**

Allisya sudah tidur siang setelah tadi kutemani makan siang. Seketika bayangan Mas Irwan tengah bermain dengan perempuan lain, tiba-tiba membayang menakutkan.

"Astaghfirullah," gumamku.

Kusambar ponsel yang tergeletak di atas meja kamar Allisya, lalu keluar dari sana agar tidak menganggu.

Tidak ada pesan dari Mas Irwan seperti biasanya, yang selalu bertanya apakah aku dan Allisya sudah makan siang atau belum. Isi w******p-ku bahkan benar-benar kosong, tak ada satu pun pesan yang masuk.

Entah mengapa, aku jadi merasa kehilangan. Mas Irwan, kamu sedang apa? Di mana?

Baiklah. Aku akan coba mengirim pesan lebih dulu.

[Mas, sudah makan?]

Tidak berapa lama, pesanku terbalas.

[Sudah. Kalian sudah makan? Maaf, ya, Papa agak sibuk hari ini.]

[Sibuk apa?]

[Restoran yang di Tangerang kebakaran, sebagian area dapur hangus terbakar. Maaf, Mas tidak memberitahu sebelumnya, takut kamu syok. Yang penting, sekarang semua baik-baik saja.]

"Astaghfirullah ... jadi, ini alasan Mas Irwan sibuk seharian tak memberi kabar. Bakhan dia pergi ke sana tanpa seijinku," gumamku.

"Apa aku sudah salah paham padanya? Tapi, siapa wanita hamil yang sudah mengaku sebagai pemilik resto itu?" Aku bermonolog, dengan deraian air mata yang kian menderas.

Sebaiknya segera kucek berkas yang tadi sudah kudapatkan. Semoga dengan itu, aku bisa mendapatkan jawaban atas semuanya.

Bersambung ...

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Neng Nengsih
amin yalohh **
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Wanita Hamil di Restoran Suamiku   Bab 120 - SELESAI

    Di waktu yang bersamaan, Azka Hamam kembali ke rumah. Diam-diam masuk, lalu mengusap puncak kepala sang istri dari belakang. Pria gagah itu memberikan kejutan kecil untuk sang istri. Tadinya, ia berencana membujuk sang istri, demi kesehatan."Astaghfirullah! Mas, aku kaget," pekik Allisya yang tak menduga suami akan kembali."He he he ... maaf, maaf. Masih gak enak perutnya?" tanya Azka, duduk di lantai sementara istrinya bangun dan duduk di sofa. Tatapannya tertuju pada bagian tubuh yang tadi Allisya bicarakan. "Ini juga sakit?" tanyanya, menunjuk itu."Enggak sakit. Cuma gak nyaman aja. Terasa berat, kayak bengkak gitu, Mas. Terus, kalau kesentuh ujungnya sakit." Allisya pun tanpa malu membeberkan."Semalam juga sakit? Kenapa enggak bilang?" tanya Azka lagi, mengingat kehangatan semalam. Ia tidak habis pikir, jika sampai menyakiti istrinya."Ya ... gimana. Mas suka," kata Allisya, malu-malu."Lain kali bilang, Sayang, kalau ada yang sakit. Ya, sudah. Sekarang kita ke dokter, ya?" bu

  • Wanita Hamil di Restoran Suamiku   Bab 119 - Panti Jompo?

    Pagi menjelang siang, di sebuah bangunan bertingkat, kini keluarga Allisya berada. Sebuah gedung mirip dengan rumah susun elit yang ada di kota asal mereka. Dan ternyata, tempat itu adalah sebuah panti jompo.Tadi, ketika pemandu wisata menanyakan soal Afifah--teman Khiara yang tinggal di sana, mereka mendapatkan informasi bahwa Afifah sudah berangkat bekerja bersama teman barunya (kemungkinan Khiara). Sang pemilik rumah sewa itu pun memberikan alamat tempat bekerja Afifah.Dan benar saja, Khiara ada bersamanya, sama-sama mengenakan seragam suster. Usut punya usut, rupanya Afifah sudah lama bekerja sebagai pengasuh lansia di tempat itu. Kini mengajak Khiara bekerja di sana pula karena memang sedang membutuhkan tenaga kerja baru."Kenapa Mama sampai nyusulin Khia ke sini?" tanya Khiara, tak menyangka. Sebelumnya, ia memang sempat memberikan alamat rumah sewa yang temannya tinggali. Tidak pernah menduga jika mama sambungnya sampai rela menyusul."Karena mama khawatir sama kamu, Nak." Na

  • Wanita Hamil di Restoran Suamiku   Bab 118 - Liburan di Jepang

    Keduanya kini telah sampai di depan sekolah Ziya. Menyambut kedatangan Ziya yang selalu ceria dengan semringah. Karena besok, mereka akan pergi berlibur ke Jepang.Masuk ke dalam mobil, bercerita sepanjang jalan dengan antusias. Mulai dari kegiatan di sekolah, sampai tingkah polah Ziya dan teman-temannya di sekolah. Allisya dan Azka bergantian menyahuti penuh ekspresi."Ziya juga bilang ke teman-teman, kalau Ziya mau liburan ke Jepang. Teman-teman semua iri, mau juga katanya, Ma. Apa boleh, Ziya ajak mereka kapan-kapan?" tanya Ziya antusias."Wah, kalau mengajak teman tidak bisa sembarangan, Sayang. Apalagi Jepang itu sangat jauh. Nanti orang tua mereka khawatir," jelas Allisya, juga ditambahi penjelasan ringan oleh Azka.***Pukul 3 sore, Allisya beserta rombongan keluarga sudah sampai di Kota Sapporo setelah menempuh perjalanan kurang lebih 9 jam. Kota yang terletak di Pulau Hokkaido, pulau terbesar kedua di Jepang.Mereka sengaja tidak mendatangi Ibukota Jepang, demi menghindari ke

  • Wanita Hamil di Restoran Suamiku   Bab 117 - Hukuman Dareen dan Papanya

    "Saudara Dareen dinyatakan bersalah atas kasus tabrak lari yang terjadi pada tanggal 20 Februari 2021, yang mengakibatkan korban atas nama Ibu Fitrinariza Azizah meninggal dunia.""Berdasarkan laporan yang baru masuk dua minggu lalu, pelaku tidak dinyatakan sebagai DPO atas kasus ini, sehingga vonis hukuman bisa saja berkurang."Allisya menemani suaminya yang hari ini sangat tegang menghadapi sidang. Nadia dan Emir pun turut hadir, tak kalau tegang karena ternyata Dareen memang bukan DPO atas kasus ini sehingga tidak memberatkan hukumannya. Ini semua karena pihak Azka Hamam tidak melapor sejak awal."Dengan ini, pelaku dijatuhkan hukuman kurungan selama lebih kurang 6 tahun penjara, dan denda sebesar lebih kurang 12 juta rupiah."Mendengar itu, Azka seketika tertunduk lemah. Rasanya, hukuman itu tidak setimpal dengan apa yang terjadi dengan mendiang istrinya.Namun ternyata, vonis hukuman belum selesai dibacakan. Ada sederet kasus berat yang Dareen dan papanya lakukan sejak sang papa

  • Wanita Hamil di Restoran Suamiku   Bab 116 - Kepergian Khiara

    Seperti yang telah direncanakan, Nadia dan Emir tiba di rumah Azka Hamam diantar oleh sopir yang Allisya tugaskan. Keduanya mengucap salam bersama, disambut hangat oleh anak menantu dan cucu sambung yang ceria."Masuk, Ma, Pa." Allisya menggandeng sang mama."Iya. Oh, iya. Pak Didit sudah mama suruh makan di resto utama, biar lebih dekat. Nanti dia akan jemput kalau kita sudah selesai." Nadia menjelaskan. Karena biasanya, Allisya suka mengajak serta sopirnya makan bersama. Namun malam ini, Nadia ingin berbicara penting dengan anak dan menantunya."Oh, begitu. Ya sudah, Ma. Terima kasih," ucap Allisya. Meski restoran telah sepenuhnya beralih ke tangannya, namun Allisya selalu menghargai apa pun keputusan mamanya. Termasuk seperti malam ini, mengizinkan sopirnya makan sepuasnya di sana.Semua berkumpul di ruang makan, menikmati suapan demi suapan masakan yang Allisya buat. Udang asam manis, cah kangkung, dan perkedel kentang ayam kesukaan mamanya."Alhamdulillah ... makanannya enak-enak

  • Wanita Hamil di Restoran Suamiku   Bab 115 - Menyambut Makan Malam

    "Ziya tau, kalau Bunda sedang hamil saat itu?" tanya Allisya, yang hanya mendapatkan tatapan tak mengerti dari Ziya."Emm ..." Ziya menggeleng. Ia masih sangat terlalu kecil untuk memahami apa yang terjadi, sebelum bundanya meninggal karena tertabrak mobil Dareen. "Nenek suka cerita. Katanya, bunda saat itu sedang ada dedek bayinya di perut. Sebentar lagi mau lahir," jelasnya kemudian.Allisya mengangguk-angguk. Ia tidak mau memperpanjang, sebab, sejujurnya ia cemburu. "Kita masuk, ya, Sayang," ajak Allisya setelah memarkir mobilnya di garasi rumah Azka.Keduanya pun masuk bersamaan, dengan perasaan masing-masing. Di dalam, Allisya menyiapkan pakaian ganti untuk putri sambungnya, lantas menemani sang putri agar tertidur pulas.Wanita cantik itu tanpa sadar mengusap perutnya rata, berdoa agar Allah segera mengirimkan makhluk kecil di dalam sana untuk melengkapi kebahagiaan mereka. Ada sedikit kekhawatiran, takut kalau-kalau ia tidak bisa hamil seperti sang mama.'Ah, tidak, tidak! Mama

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status