Share

Bab 4. Time Flies Like A Butterfly

“Kenapa bertanya terus? Waktu terus berjalan. Kamu sengaja, ya, mau membuat waktuku habis dengan sia-sia?” Adrian kembali memasang senyum menjengkelkan. 

Ayunda mendengkus. Jika bukan karena Adrian adalah klien yang membayarnya dengan mahal, dia tentu sudah menendangnya keluar—dan tentu saja melaporkan pada Venus untuk segala hal yang bisa mem-blacklist nama Adrian Laksana dari Tempus Fugit.  

Namun, Ayunda sadar Adrian Laksana bukan berasal dari keluarga sembarangan. Bisa-bisa dialah yang kehilangan pekerjaan. Atau yang lebih parah, dia tidak bisa hidup lagi. 

Ayunda meringis membayangkan hidupnya yang malang. 

Seperti dulu, nama Adrian Laksana membayangi dirinya usai diusir dari sekolah. 

“Kenapa wajahmu seakan-akan mau menangis? Kamu sedang bersiap-siap untuk kalah, ya?” ejek Adrian, disambung tawa. 

Ayunda sontak kembali mengangkat wajahnya. Matanya memelotot sesaat, perlahan dia tersenyum lebar memperlihatkan kedua gigi taringnya. Adrian menarik senyum jengah. 

“Kamu yang akan kalah,” tegas Ayunda. 

Sungguh, Ayunda tidak ingin kalah lagi dari Adrian. 

“Kalau begitu buktikan, jangan banyak bicara!” Adrian benar-benar tak sabar. 

Pertama-tama Ayunda melirik jam, menghitung menit kemungkinan Adrian akan berakhir atau dirinya yang tamat. Ia lantas perlahan memegangi kedua lutut Adrian dan menatap pada apa yang menjadi kebenciannya pada pekerjaan ini.  

Jika bukan karena spesies bernama ‘lelaki’, dia tidak akan melakukan pekerjaan ini. Dia benci lelaki. Dia benci jumlah nominal yang terus mengalir di rekeningnya, tapi sebagian besar bukan untuknya apalagi adik dan ibunya. 

Sial, sial, sial! 

Kepalanya masuk di antara kedua tungkai Adrian. Jemarinya bersiap membuka ritsleting yang ada di hadapannya. Bayaran kali ini sangat mahal, dia mungkin bisa segera melunasi utang ‘lelaki berengsek’ yang terus menghantui tidurnya. Namun, sekali lagi matanya tidak bisa berbohong. Dia benci pada pekerjaan ini. 

Dia menutup matanya, dan jemarinya bergerak turun di sana. Tepat saat itu, tangannya tertahan. Lebih tepatnya tergenggam. 

“Mau apa kamu?” Seruan Adrian membuat wajahnya mendongak. 

“Hah?” Wajah Ayunda kebingungan. 

Adrian menatapnya dengan tajam dan—dalam. 

“Apa pekerjaan ini begitu menyenangkan? Kamu selalu tersenyum penuh kepalsuan—sama seperti dulu. Kamu tidak pernah benar-benar tersenyum. Kamu mungkin bisa menipu klien-klienmu yang rutin datang padamu. Tapi aku tidak.” 

Tangan Ayunda tertepis begitu saja. Seketika itu, Adrian bangkit dan membenahi dirinya. 

“Menyebalkan sekali.” Adrian mengambil jasnya dan pergi begitu saja, meninggalkan Ayunda yang masih tertegun kebingungan. 

“Apa ada yang salah?” Wanita itu menoleh ke arah pintu yang tertutup. 

Tring! 

Klien Anda menutup sesi. 

Gawat! 

Ayunda segera bangkit dan berlari mendatangi Venus. 

“Venus! Pria itu sudah pergi! Klienku pergi dengan cepat!” seru Ayunda dengan khawatir. 

“Ah, iya. Dia menutup sesi dengan cepat dan pamit. Tidak ada lagi pria yang menunggumu. Kamu bisa pulang sekarang, Miss A.” Venus menanggapinya dengan santai. 

“Benarkah?” 

Ayunda teringat pada ekspresi Adrian yang marah. Di satu sisi dia merasa lega karena Adrian tidak melakukan tantangan memuakkan itu dengannya, seperti pria-pria berengsek yang datang padanya untuk tujuan tertentu membeli level 'berengsek' itu.

Dia lalu mengecek akun Tempus Fugit karena penasaran. Mungkin Adrian meninggalkan poin rendah untuknya, dia akan maklum. Namun, betapa terkejutnya dia saat menemukan wajahnya masih terpampang manis di laman utama dengan jumlah poin yang tidak akan bisa dikejar oleh wanita-wanita Tempus Fugit lainnya. 

“Oh, ya, Miss A. Pria itu ... memberikan poin yang begitu banyak untukmu. Jika dia kembali, tolong selalu perlakukan dia dengan baik.” Tiba-tiba saja suara Venus mengusik lamunannya. 

Ayunda menutup ponselnya dengan kesal. 

“Pria berengsek ....” 

*** 

“Miss A, pria itu kembali padamu.” 

Ayunda mengangkat wajahnya. Dia baru saja datang dan hendak bersiap-siap di meja rias, tapi Venus sudah datang menjemputnya. 

“Siapa?” 

“Pria yang terakhir malam menemuimu.” 

Hanya ada satu nama yang mampir di otak Ayunda. Sejak keterkejutannya kemarin malam, dia tidak pernah bisa melupakan nama itu.  

Adrian Laksana? 

Benar saja, belum sempat dia berucap, ponsel miliknya sudah berbunyi. Server sudah bekerja. Tempus Fugit sudah membuka layanan malamnya. 

Nama itu muncul lagi. 

Rasanya waktu berlalu dengan cepat dan dia harus menemui pria itu lagi? 

Dan ... mata Ayunda mendelik saat menyadari ada yang aneh di akun miliknya. Jam pasir miliknya bergerak habis ke bawah. 

“Apa-apaan ini, Venus? Dia membeli semua waktuku?” 

Venus mengangguk. “Benar. Dia membeli semua waktumu malam ini.” 

Ayunda menyelesaikan riasan dan berganti pakaian yang sudah disiapkan dengan cepat. Kali ini gaun hitam yang cantik. Dia pun berjalan mengikuti Venus melangkah. Tempat kali ini adalah di mana mereka terakhir bertemu. 

“Si Berengsek itu ...! Mau apa lagi dia? Dan kenapa dia kembali membeli level ini? Sampai malam berakhir pula.”  

Ayunda meringis. Dia lupa bagaimana Adrian selalu pamer kekayaan saat sekolah dulu. Itu sangat membuatnya muak.

Venus mengetuk pintu. Terdengar sahutan pria dari dalam.  

“Miss A sudah datang. Silakan nikmati waktu Anda.”  

Wanita itu permisi lalu menutup pintu. Suara Adrian hanya membalas dengan gumaman. Ayunda lantas melangkah maju dan kembali bertemu tatap dengan Adrian Laksana yang kini tersenyum padanya. Senyum yang memuakkan baginya.  

“Mana salammu, Miss A? Bukankah kamu diajarkan itu di sekolah?” 

Ayunda mendengkus kesal. 

Bersambung .... 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status