แชร์

Bab 3. Touch by Touch

ผู้เขียน: Geesandrj
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2023-05-02 06:33:00

Sepuluh tahun lalu. 

“Adrian!” 

Adrian berhenti usai mendengar namanya terpanggil tepat saat ia melewati gerbang sekolah. Di sana, seorang siswi teladan—Adrian menyebutnya begitu karena tampilan gadis itu sungguh rapi sekali. Rambut sebahunya diikat rapi ke belakang, kemejanya licin tanpa lekuk setrika, roknya di bawah lutut menyesuaikan dan tentu saja rapi dimasukkan dalam seragam. 

“Apa lagi? Lo nggak bosan menghukum gue terus? Nih, lihat! Seragam gue masukin ke celana udah rapi, celana gue beli baru karena lo nggak suka gue pakai celana pensil, terus ... ikat pinggang, kaus kaki gue putih, sepatu gue juga hitam.” 

“Rambut,” tunjuk Ayunda.  

Adrian mendesah. Ia belum mencukur rambutnya yang sebenarnya belum panjang-panjang amat. Namun, sepertinya Ayunda memang tidak pernah bisa menolerir satu hal kesalahan dari dirinya. 

“Gue—“ Belum sempat Adrian menjelaskan, gadis itu sudah menarik telinga kirinya sampai ia menjerit kesakitan. 

“Arghhh! Sakit, Ayunda!!” 

Telinganya berdenyut nyeri. Adrian mengaduh sambil memegangi telinga kirinya. Merasa ada yang aneh, ia memeriksa jemarinya yang berlumuran darah. Ia berganti menatap Ayunda yang santai saja menunjukkan anting-anting perak padanya. 

“Kamu merasakan itu, kan? Ini adalah peraturan. Itu akibatnya kalau kamu melanggar,” ujar Ayunda. Nada bicaranya selalu datar seolah-olah dia diciptakan bicara seperti itu. Namun, cukup dengan tatapannya saja sudah membuat Adrian kesal setengah mampus. Ditambah sekarang telinganya berdenyut nyeri. Suara Ayunda jadi ikut membuatnya tambah nyeri. 

Beberapa murid yang melihatnya tampak berlarian masuk melewati mereka. Ada yang ketakutan dan tak jarang yang menghujat Ayunda. 

“Ayunda bikin telinga Adrian berdarah!! Bener-bener cewek kejam!” 

“Ya, ampun, cerita mereka kayaknya nggak abis-abis.” 

“Sejak Ayunda jadi ketua OSIS, cowok-cowok kayak Adrian selalu ditindas.” 

Ayunda sebenarnya sudah malas melakukan tindakan seperti itu, tapi mereka yang memaksa dia melakukannya. Lagi pula, Adrian pantas diperlakukan begitu.  

Cowok manja! 

*** 

“Sejujurnya ... aku hanya memastikan mataku tidak menipuku. Apakah ... wanita Tempus Fugit yang memakai rok kotak-kotak merah pendek ini benar-benar ... ketua OSIS-ku di masa SMA?” 

Ayunda mendengkus kesal. 

“Kenapa kamu punya pekerjaan seperti ini?” sambung Adrian. 

“Apa urusanmu?” seru Ayunda. “Bertanya seperti itu tidak diperbolehkan.” 

Adrian menggeleng perlahan. Dengan gaya santainya ia menjawab, “Hanya ingin tahu.” 

“Menyebalkan,” desis Ayunda. 

“Kamu masih belum berubah, ya, Ayunda? Oh—maaf, di sini kamu dipanggil Miss A. Pffft—hahaha. Miss A?”  

Tawa Adrian rasanya meledak tak henti-hentinya sampai akhirnya ia melirik jam dinding. Pria itu sengaja atau apa? Ia akan kehilangan sekian menit menuju tantangan dan mungkin akan sangat cepat mengakhirinya. Para pria yang lalu-lalu itu sangat cepat, Ayunda juga pasti bisa mengatasi Adrian. 

“Nama itu tidak buruk, cocok sekali buatmu.” Lelaki itu bersandar sambil menyampirkan lengannya di badan sofa. Sepertinya ia kelelahan tertawa. 

Ayunda menahan rahangnya kuat-kuat. Nama asli adalah privasinya di sini. Namun, pria itu dengan seenak jidat menyerukannya. 

“Ayu—nda Betari,” rapal pria itu penuh penekanan. 

“Namamu cantik, tapi kenapa harus menjadi ...,” sorot mata itu menatapnya penasaran, “Miss A?” 

Kedua tangan Ayunda mengepal kuat-kuat. Namun, bibirnya dengan cepat kembali tersenyum. 

“Kamu sudah selesai? Akan kulaporkan semua ini sebagai bentuk pelanggaran—“ 

“—Hei, aku bahkan tidak bertanya tentang nama aslimu. Karena apa? Karena aku benar-benar tahu. Lagi pula, aku hanya bertanya, kenapa harus Miss A?” 

Pria itu balas tersenyum mengesalkan. Ayunda terdiam. 

“Tidak disangka-sangka, sepuluh tahun yang lalu kamu keluar dari sekolah dan berakhir di tempat seperti ini. Apakah keluargamu tahu?” 

“Tidak usah banyak bicara,” sergah Ayunda. Dadanya tiba-tiba terasa sesak usai Adrian menyinggung masa lalu dan keluarganya. 

“Baiklah—kita akhiri saja pertanyaanku, tapi sesi ini belum berakhir,” sahutnya. “Kamu bahkan belum melakukan apa-apa sebagai tantangan.” 

Ayunda meringis kecil. Sial. Apa Adrian benar-benar ingin tidur dengannya? 

“Aku masih penasaran,” bisik Adrian dengan tatapan yang dibuat seolah-olah ia pria nakal. “Bagaimana ... kamu bisa bertahan menemani para lelaki? Bukankah kamu membenci mereka?” 

“Sumpah. Kamu banyak bicara, sama seperti dulu.” Ayunda kesal. 

“Hmm … melihat reaksimu, bekerja di sini pasti sulit.”  

Ayunda terlambat menyadari apa yang telah dilakukan pria itu. Kini Adrian seperti sengaja bermain-main dengan rok pendeknya. Wajahnya menunjukkan keterkejutan saat Adrian tersenyum miring. Kekesalannya berkobar.  

Si berengsek menyebalkan ini! 

“Ayo, cepat kita buat kesepakatan itu,” ujar Adrian tak sabar. Ayunda mengernyitkan alisnya seolah dia tidak akan menurut. 

“Kesepakatan macam apa?” tantang Ayunda. 

Adrian tersenyum jahil. Dia lalu mencondongkan wajahnya kepada Ayunda. “Tentu saja kamu tahu, bukankah ada kesepakatan macam itu di tempat ini? Hal yang akan membuatmu menyerahkan diri?” 

“Percaya diri sekali kamu, apakah kamu siap kalah dariku? Waktumu mungkin tidak akan sampai tiga menit; kamu akan kalah telak di tanganku,” ujar Ayunda, penuh kekesalan. 

Ia berdiri dan dalam beberapa saat sudah berlutut di depan sofa—menghadap Adrian yang kini makin mengembangkan senyumnya. 

Ayunda tentu saja tidak akan membiarkan Adrian menjadi orang pertama yang melewati tantangannya. Jika itu terjadi, dia mungkin akan sangat menyesal. 

Tidak ada yang berhasil menyentuh dirinya. Jika dia kalah, itu akan berakhir. Dia akan berakhir di tempat ini. 

Ayunda memastikan. “Kamu siap?” 

Bersambung .... 

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Wanita Kelas Atas Milik sang CEO   Bab 25: The Stardust Agreement

    Sinar sore menelusup melalui celah tirai kaca kantor pusat Stardust. Di ruangan yang luas dan modern, Ayunda duduk kaku di hadapan dua pria yang pernah—dan masih—membolak-balikkan emosinya.Adrian Laksana duduk di seberang, tangan kirinya menopang dagu sementara mata elangnya meneliti setiap gerak-gerik Ayunda. Boy, yang duduk di sebelahnya, justru bersikap jauh lebih santai. Matanya yang jenaka memandangi Ayunda dengan semangat khasnya yang penuh ide-ide liar.“Jadi, kamu benar-benar mau ninggalin Tempus Fugit?” tanya Boy, memecah keheningan yang menegang.Ayunda melirik Adrian sebelum menjawab, “Bukan soal mau atau nggak. Tapi aku … sudah dikeluarkan.” Suaranya datar, nyaris dingin, tapi masih ada sisa luka di sana. Luka yang tak bisa dipoles kosmetik atau disamarkan dengan senyuman.Boy menganga. Ia memandang Adrian terkejut yang sungguhan. Pria itu memelototinya.“Ya. Aku dipecat oleh Rose,” jelas Ayunda gamblang.Adrian mencondongkan tubuhnya. “Dan sekarang kamu bisa mulai

  • Wanita Kelas Atas Milik sang CEO   Bab 24: Don’t You Dare

    Ayunda menatap layar ponselnya lama. Ada satu nama yang selama bertahun-tahun hanya ia kutuk dalam hati—Adrian Laksana, atau yang dulu ia kenal dengan panggilan Ian. Pria yang menghancurkan hidupnya, tapi kini satu-satunya orang yang mungkin bisa membantunya keluar dari keterpurukan ini.Ia menarik napas dalam-dalam. Lalu menekan tombol panggil.“Halo?”Suara itu. Dalam. Dingin. Tidak berubah sedikit pun.“Aku… Ayunda.”“Ya. Aku tahu.”Hening. Jantung Ayunda berdetak keras, nyaris menyakitkan.“Aku cuma mau bicara.”Klik.Telepon ditutup. Begitu saja.Tak lama, saat ponsel masih menempel di telinga Ayunda, sebuah mobil datang dan berhenti tepat di samping gadis itu. Matanya masih basah.Adrian menurunkan kaca mobil, tanpa diminta Ayunda naik tanpa bicara. Adrian hanya meliriknya singkat hingga gadis itu duduk di sampingnya.“Ke mana kita?” Ayunda bertanya pelan.“Tempat tenang. Aku nggak mau kita berteriak.”Ucapan itu sontak membuat senyum tipis terbentuk di bibir Ayund

  • Wanita Kelas Atas Milik sang CEO   Bab 23: The Fall of Miss A

    Musik menghentak dari balik pintu merah beludru yang bertuliskan Tempus Fugit. Dunia malam belum sepenuhnya hidup, tapi para staf sudah mulai bersiap. Di balik cermin panjang ruang ganti, Ayunda—atau yang malam selalu berubah menjadi Miss A—memasang wajah yang tak lagi asing: riasan sempurna, gaun pas tubuh, dan senyum palsu yang telah ia latih bertahun-tahun.Namun malam ini, tidak ada senyum di matanya.“Miss A, kamu nggak libur minggu ini,” ucap Venus tanpa basa-basi. “Poin kamu turun drastis.”Ayunda hanya mengangguk. Ia sudah tahu. Kesalahannya minggu lalu—saat kliennya ke toilet dan membantu Snow White berujung penalti. Di dunia ini, waktu dan perhatian adalah uang. Dan ia sudah melanggar aturan emasnya.Di lorong belakang panggung, para wanita lain sibuk memoles diri—berdandan dan tertawa, tapi semuanya palsu. Persaingan di sini tajam, lebih tajam dari heels sepuluh senti yang mereka pakai.Tapi Ayunda bisa merasakan bisik-bisik yang tak pernah benar-benar berhenti sejak inside

  • Wanita Kelas Atas Milik sang CEO   Bab 22: One More Last Time

    Ayunda melangkah masuk lobi rumah sakit besar yang belakangan menampung ibunya yang sakit-sakitan. Sejak bertemu Rose, Ayunda merasa tertolong sekali. Beruntungnya dia bekerja di tempat wanita itu lantas memulai kesepakatan untuk terjun di Tempus Fugit.Dia berhasil memindahkan ibunya ke rumah sakit terbaik di kota ini dengan biaya yang cukup mahal. Tentu semua ada biayanya, dan Ayunda sadar bahwa ini memang yang harus ia lakukan demi ibunya bisa tetap hidup.“Kak Ayunda!” Adinda berseru di lorong saat dia tiba di dekat bangsal yang cukup mewah untuk ibunya. Gadis belia itu terlihat senang melihat kehadiran Ayunda.“Katanya Kakak nggak bisa datang,” Adinda mencebik.“Ah, iya. Tapi kakak hanya mampir sebentar. Ada pekerjaan lagi setelah ini.”“Kakak pakai blazer?” Adinda lebih tertarik dengan pakaian baru yang dilihat melekat pada tubuh Ayunda. “Apakah kakak bekerja di tempat lain sekarang? Itukah alasan kenapa kakak sangat sibuk belakangan ini?”Mata gadis belia itu sungguh berb

  • Wanita Kelas Atas Milik sang CEO   Bab 21. Everything Now

    “Udah denger kabar, belum? Ketua OSIS kita yang sok perfeksionis itu ternyata nilep duit dari dana amal acara sekolah kemarin.”“Serius??”“Iya.”“Hari ini dia bahkan dipanggil kepala sekolah. Nggak tahu deh gimana, dipecat kali, atau mungkin dilaporin polisi.”“Nggak nyangka, kok bisa, ya? Jahat banget.”“Dia mungkin nggak pernah ngeliat uang sebanyak itu.”“Eh, denger-denger sih, katanya dia sengaja ngambil uang itu untuk biaya berobat ibunya di rumah sakit.”“Hahh??”“Sampai sebegitunya?”“Nggak heran, sih. Dia kelihatan kampungan, kalaupun bukan karena beasiswa dia juga nggak bisa masuk sekolah ini, kan?”***“Ayunda! Semua orang bicara yang nggak-nggak tentang kamu.”“Biar aja.”Manda kebingungan menghibur temannya yang terasa makin menjauh darinya. Dia juga makin bingung yang mana yang benar. Semua bukti dikatakan nyata oleh OSIS. “Apa semua yang mereka katakan benar begitu, Ayunda? Apa benar kamu ….”Ayunda menatap Manda agak lama, lalu tersenyum tipis. “Menurutm

  • Wanita Kelas Atas Milik sang CEO   Bab 20. Something Just Like This

    “Aku sudah memberikannya pada Ayunda.” Egi kembali membela diri usai Surya terus mendesaknya.“Baiklah, baiklah, kita akhiri aja dan cari Ayunda. Masalah ini nggak bisa dibiarkan berlarut-larut,” kata Surya.“Lebih baik lo cari Ayunda dan kalian bicarakan ini secepatnya,” saran Adrian.Surya menoleh pada yang lainnya, meminta persetujuan. Mereka semua mengangguk.“Kita berdiam diri di sini aja juga nggak menghasilkan apa-apa.” Surya pun akhirnya menyetujui Adrian untuk pergi mencari Ayunda. “Oke, tapi lo harus ikut gue cari Ayunda.”“Sialan, gara-gara dia gue nggak bisa istirahat,” keluh Adrian.“Apa boleh buat. Peran lo di sekolah ini lebih dari Ayunda,” sahut Surya.Adrian pun mau tidak mau mengikuti ke mana Surya melangkah. Tujuan mereka pertama adalah kelas Ayunda, tapi gadis itu tidak ada di sana. Sementara itu, dari area gymnasium, tim lawan baru saja keluar diiringi pendukungnya. Adrian yang melihat kerumunan lawan timnya berhenti dengan cepat. Ada sesuatu yang mencuri

  • Wanita Kelas Atas Milik sang CEO   Bab 19. It All Starts with the First Step

    Sepuluh tahun yang lalu. Bunyi dentum bola basket beradu dengan langkah kaki yang menyusul. Sorakan memandu di sana-sini, teriakan makin membahana di gimnasium usai operan bola lawan tertangkap oleh Adrian. Lelaki berambut cepak usai beberapa minggu lalu kena razia rambut, kini memegang kendali bola. Nama lelaki itu lantas menggema usai melakukan shooting dengan tembakan tiga poin. Ayunda memperhatikan lelaki itu—Adrian Laksana yang serius berada di lapangan. Dia tidak ikut-ikutan tertarik seperti yang lainnya; jejeritan tidak jelas dan berisik. Di sisinya, ada Manda, memasang cengiran. “Adrian ganteng juga kalau lagi main basket. Nggak kalah sama pesona kapten lawan. Kenapa nggak dari dulu aku perhatikan, ya, Ayunda? Kita kalah dari semua cewek-cewek di sini.” Ayunda diam saja. Sesaat setelahnya sebuah pesan masuk ke ponselnya, disusul dering panggilan. Gadis berambut lurus itu menyisih sambil menerima telepon. “Kenapa Egi?” serunya, sambil menyumpal satu telinganya agar lebih j

  • Wanita Kelas Atas Milik sang CEO   Bab 18: I’m The One Who Got Rejected

    “Apa menjadi model untukmu ... bisa membebaskan aku?” Pertanyaan wanita itu kadang tidak pernah terduga dan terlalu mengejutkan—to the point.Adrian menatap wanita itu begitu serius, bahkan lebih dari serius.“Reuni denganmu … membuatku bertanya-tanya tentang kebebasan. Sementara aku pernah terbuang sebelumnya.”“Ayunda, kamu benar-benar ingin bebas, bukan?” tanya Adrian.Bebas?Ayunda mendadak terdiam dalam pikirannya. Tak lama ia kemudian mengedikkan bahu.“Entahlah. Aku nggak bisa pergi dari genggaman Rose. Tanpa izinnya pun, aku bahkan nggak bisa bicara seperti ini padamu,” kata wanita itu. “Kontrakku terikat tidak ada batasan. Hidup dan matiku ada di tangannya.”“Memangnya Rose Tuhan?” cibir Adrian. “Dengar ya, Ayunda. Tuhan saja bisa memberikan kesempatan untuk umatnya. Jadi, jangan ragu. Ikuti saja kata hatimu dan jangan pernah percaya pada siapa pun, termasuk aku. Kamu nggak salah merasa curiga setelah kita lama nggak bertemu. Aku nggak keberatan jika kamu tetap mengang

  • Wanita Kelas Atas Milik sang CEO   Bab 17. Reunion

    “Pergilah, Ayunda. Bukankah aku sudah mengatakan tugasmu hari ini?” Suara Rose Martha menjawab Ayunda yang hanya terdiam, sementara Adrian menunggunya di depan pintu.“Bosmu sudah mengizinkanmu. Ayo, pergi,” kata Adrian. Sebelah tangannya terulur pada Ayunda.Wanita itu masih terdiam, kali ini matanya melirik jemari Adrian yang dia sadari begitu panjang dan lentik.“Waktumu begitu banyak, jangan kecewakan aku, Ayunda.” Rose lantas pergi lebih dulu, melewati mereka yang masih berdiri berhadapan.Ayunda sempat melirik wanita itu sebelum akhirnya pasrah akan tugasnya yang harus kembali berhadapan dengan Adrian Laksana.“Kenapa kamu selalu muncul di hadapanku?”“Sudah jelas tujuanku sejak awal. Aku hanya ingin kamu, Ayunda.”Ayunda menarik napas kesal usai mendengar jawaban itu, dia lalu melangkah lebih dulu tanpa menghiraukan uluran tangan Adrian.“Kamu mau membawaku ke mana?” tanya Ayunda saat mereka sudah berada di lift.Adrian tersenyum miring. “Akhirnya kamu penasaran. Akan aku pastik

สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status