Share

Harga Diri Yang Runtuh

“Bermimpi? Bagaimana aku bisa bermimpi jika tidur saja tidak? Justru aku sedang mengajakmu berbagi kehangatan dalam tidur malam ini.” Tuan Saputra masih belum berhenti menanggapi negosiasi alotnya dengan Selena Tan. Ekspresi wajah Selena yang menahan marah terlihat begitu imut di matanya, bagaimana ia bisa mengalihkan pandangan darinya jika wanita itu membuat adrenalinnya kian terpacu untuk menakhlukkan gunung es yang ada dalam diri si wanita.

Selena Tan merasa nyaris meledak mendengar pria sok berkuasa itu meremehkan dirinya. “Tuan yang terhormat, sekalipun uang anda setinggi gunung, aku tidak akan menaruh respek kepada orang yang meremehkan wanita. Harga diriku tidak bisa ditukar dengan sepatumu.” Tegas Selena Tan, tak peduli dengan siapa ia berurusan saat ini, mempertahankan harga dirinya hingga titik darah penghabisan adalah kewajiban mutlak. Tak ada alasan untuk gentar pada ancaman, sekalipun lawannya berupaya menundukkannya habis-habisan.

Tuan Saputra menaikkan satu alisnya, sikap keras kepala Selana Tan membuat ia tertantang untuk menakhlukkannya, apapun caranya. Ia melirik Pak Fei sekilas dan cukup dimengerti oleh pengawal itu sehingga mencondongkan diri agar bisa menerima bisikan dari tuan muda itu. Pak Fei mengangguk paham kemudian kembali menatap Selena Tan, dari sorot matanya saja bisa ditebak bahwa kedua pria itu punya maksud terselubung yang harus diwaspadai.

“Nona Selena Tan, bukankah anda sangat membutuhkan pekerjaan ini? Saya melihat bahwa anda menjalani kehidupan yang tidak mudah. Seorang ibu yang penyakitan dan tidak produktif lagi. Anda adalah tulang punggung keluarga dan membuat anda terpaksa menanggung beban kerja lebih berat dari orang-orang biasanya. Apa anda yakin menolak win-win solusi dari tuan muda adalah keputusan terbaik? Anda tidak menyesal kehilangan pekerjaan yang sulit anda dapatkan ini?” Pak Fei begitu entengnya menyampaikan apa yang ia ketahui tentang Selena Tan, namun tidak dengan wanita itu. Gara-gara kelemahan yang terbaca jelas itu membuat Selena Tan tanpa sadar goyah hingga berjalan mundur beberapa langkah. Wanita itu mulai gentar, kini ia tak lagi menganggap lawannya adalah pihak yang mudah dihadapi. “Darimana anda tahu tentang aku? Kalian memata-matai aku, huh!?”

Pak Fei menatap remeh pada gadis yang telah berhasil ia serang secara mental. Senyum tipisnya mengembang, semakin melengkapi untuk menggertak secara halus hingga lawannya gentar. “Cukup mudah untuk mengetahui siapa anda, nona. Tuan muda punya kuasa untuk melakukan apa saja kepada orang yang berurusan rumit dengannya. Sekarang keputusan di tangan anda, menerima penawaran tuan muda sebagai jalan tengah atau membayar ganti rugi sesuai yang tuan muda inginkan.”

Selena Tan merasa tersudutkan, posisi yang sama sekali tidak menguntungkan. Menerima salah satunya, tetap saja membuat Selena Tan mengalami kerugian. Harus ia akui bahwa saat ini nyalinya menciut, dua pasang mata yang awas menyorotinya dengan tajam itu kian menumpulkan keberaniannya. Selena Tan menggigit bibir bawah, dirundung dilema yang membuat kepalanya terasa sangat pusing. Ia menunduk, sebisa mungkin menghindari tatapan dingin yang serasa menembus pertahanan hatinya. Selena Tan tidak bisa menjamin dapat bertahan hingga akhir sebagai pemenang. Kenyataannya ia tidak punya kapasitas untuk menang melawan pria penuh kuasa itu. “A ... Apa tidak bisa dicicil?” Desis Selena Tan ragu-ragu, ia sendiri tidak yakin dengan kata-kata itu sehingga memilih menyembunyikan wajah takutnya.

Tuan muda Saputra mengusap bibirnya, jika bukan karena ia menyukai karakter Selena Tan, ia tak akan betah mengikuti alur lambat wanita itu. “Hmm, seratus juta itu kira-kira mau dicicil sampai kapan? Penghasilanmu satu bulan saja lebih kecil daripada pengeluaranku satu hari. Kamu berniat menyicilnya seumur hidup, huh?”

Selena Tan tak bisa mengendalikan tubuhnya akibat reaksi ketakutan, sepasang tangannya gemetaran yang perlahan menjalar hingga melemaskan sepasang kakinya. Ia tak yakin berapa lama lagi sanggup menahan diri, kakinya bahkan terasa tak kuat menopang tubuhnya. “Seumur hi ... dup ....” Kata-kata Selena Tan yang terbata-bata itu menjadi ucapan terakhir yang diingatnya. Sedetik kemudian pandangannya berubah gelap, Selena Tan ambruk didera serangan panik mendadak.

***

Alas tidur yang begitu empuk, kenyamanan yang belum pernah Selena Tan rasakan sepanjang dua puluh dua tahun ia hidup. Kesadarannya beransur pulih hingga ia bisa merasa tubuhnya terbaring meskipun dengan sepasang mata yang masih terpejam. ‘Sebentar lagi, biarkan aku merasakan nikmatnya alas ini.’ Gumam Selena Tan dalam hatinya, terlena pada kenyamanan yang baru pertama kali ia rasakan. Namun detik berikutnya, hawa dingin yang terasa menembus kulitnya mulai mengusik pikiran. Bukan hanya merasakan dingin namun firasatnya buruk, Selena Tan tak lagi bisa menikmati empuknya ranjang, ia seketika memaksakan sepasang matanya agar terbuka lebar saat itu juga.

“Hah? Di mana aku?”

Selena Tan tercengang saat mendapati dirinya tengah terbaring di sebuah kamar dengan pencahayaan redup. Meskipun cahayanya remang-remang, Selena Tan bisa melihat jelas desain interior dalam ruangan itu sangat modern. Ini jelas bukan rumahnya, tetapi mengapa ia bisa berada di sini bahkan tanpa merasa berdosa tertidur di sini? Wanita itu kian mawas diri mengamati tubuhnya, spontan menyibak selimut yang menutupi dirinya. “Huft ....” Selena Tan bisa menghela nafas lega sejenak, kekhawatirannya agak berlebihan lantaran mengira pakaiannya telah dilucuti tanpa seijinnya.

“Bangun juga akhirnya, kamu pikir bisa menghindari masalah denganku hanya karena pura-pura pingsan?”

Selena Tan sontak menoleh ke sumber suara ketika ia mendengar suara seorang pria yang berada dalam satu ruangan dengannya. Pria itu muncul di hadapannya, hanya berbalut handuk putih yang meliliti pinggangnya. Rambut hitamnya setengah basah, tetapi bukan itu yang membuat Selena Tan menjerit ketakutan, namun karena tak habis pikir apa yang telah pria itu lakukan hingga berpenampilan shirtless di hadapannya. “Kamu!? Apa yang kamu lakukan di sini?” Selena Tan tak berani memandang pria itu. Sepasang matanya masih lugu, belum pernah tercemari oleh objek yang tak semestinya ia lihat. Tubuh bagian atas seorang pria yang terbuka, memamerkan dada bidang yang begitu atletis, Selena Tan bahkan masih bisa membayangkan tampilan itu meskipun sudah memalingkan wajahnya.

“Aku ngapain di sini? Harusnya kamu sudah tahu apa yang aku mau. Kamu juga tidak keberatan bukan? Itulah sebabnya kamu pura-pura pingsan agar aku bisa membawamu ke kamar ini.” Jawab tuan muda Saputra dengan suara yang terdengar sangat arogan, sepasang matanya begitu terobsesi pada visual wanita muda yang kini keberaniannya mulai goyah. Tak ada lagi sorot mata nanar yang mendelik padanya, yang ada sekarang adalah mata sayu yang berharap diampuni.

Selena Tan menggeleng, firasat buruknya ternyata bukan isapan jempol. Pria berkuasa itu ternyata tidak membiarkan dirinya lolos. Malam ini entah bagaimana nasibnya, mungkin tak akan bisa lepas dari jerat pria yang berdiri menggodanya. ‘Apakah aku harus meruntuhkan harga diriku?’ Selena Tan membatin dengan keraguan yang mendesaknya segera menentukan keputusan.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status