"Hanum." Nara terkejut saat kembali ke ruangannya, melihat Hanum sedang menangis sambil menunduk, menutupi wajah dengan kedua tangannya. Nara menghampiri Hanum, lalu duduk di sebelahnya. "Hanum."Hanum menurunkan tangannya, lalu memeluk Gina. "Mas Dava jahat, Gin. Dia mengkhianati janji suci pernikahan kita, dia nikah lagi sama Nara. Sahabat kita.""Serius?" Pernyataan tersebut membuat Gina benar-benar terkejut.Masih menangis Hanum menganggukan kepalanya. "Buat apa gue bohong?""Kok bisa sih?"Hanum melepaskan pelukannya, Gina tidak berhenti mengusap bahu Hanum seraya menenangkan. Setelah merasa tenang, Hanum pun kembali bercerita."Tiga tahun gue nikah sama mas Dava dan sampai sekarang gue belum juga hamil. Mertua gue pengen cucu, Gin. Cuci dari darah daging mas Dava. Itulah alasan kenapa mas Dava nikah lagi." Hanum menjelaskan sambil sesegukan."Anjir. Baru tiga tahun nikah dia udah nikahin anaknya sama perempuan lain?"Hanum mengangguk tanpa berkata. Gina menggeleng-gelengkan kepa
"Nara yang buat tweet itu?" tanya Dava tanpa mengalihkan pandangan dari layar laptop."Iyalah. Siapa lagi?" ketus Hanum.Dava menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu menyangkal. "Nggak, Num. Aku belum tidur sama dia, kita tidur terpisah. Aku di kamar kita, dia di kamar tamu.""Kamar tamu yang ada di atas?" tanya Hanum lagi."Iya, nggak mungkin juga kan aku menempatkan dia tidur di kamar yang ada di bawah?""Terus kenapa sampai dia bisa buat tweet seperti ini?""Aku nggak tau, Sayang. Nanti aku tanyakan. Aku akan melarang dia mengunggah foto atau apa pun.""Jangan cuma itu. Keluarkan dia dari rumah kita, aku nggak mau dia tinggal di sana.""Akan aku carikan dia kontrakan.""Secepatnya," tegas Hanum."Iya, Sayang." Dava meraih tangan Hanum, mengecupnya singkat, lalu berterima kasih. "Terima kasih.""Jangan dulu berterima kasih, Mas. Aku belum memaafkan kamu.""Nggak apa-apa, Num. Dengan kamu mau bicara sama aku aja, aku udah sangat berterima kasih sama kamu.""Iya, karna seharusnya aku buk
Tiba jam makan siang, Meli satu-satunya anggota keluarga yang Hanum miliki datang ke butik membawa banyak makanan untuk makan siang. Dia ang baru saja tiba pun meletakkan jinjingannya di dekat meja, lalu duduk di samping Hanum, menanyakan kabar sambil menggenggam erat tangannya. "Kamu baik-baik aja hari ini?"Hanum menjawab sambil tersenyum. "Alhamdulillah baik, Tante.""Syukur deh kalau gitu. Pantesan kamu mulai kerja lagi.""Iya, soalnya banyak diem di rumah juga malah kepikiran terus, mending kerja. Lagian juga tanggung jawab aku masih banyak, aku juga nggak mau mengecewakan Gina.""Aku nggak maksa loh, Tan." Gina menambahkan. Saat ini Gina sedang menaruh kantung berisi box makan siang itu di atas meja, lalu mengeluarkan isinya."Nggak usah di bilangin juga tante tau, kok," ucap Meli sambil tersenyum."Udah ah, ayo kita makan," ajak Hanum seraya melepaskan tangannya dari genggaman sang tante. Hanum menggeser duduknya lebih condong ke depan, lalu membuka salah satu box yang bergamba
"Kamu mau ke mana, Mas?" tanya Nara saat melihat Dava berjalan tergesa-gesa menuruni anak tangga. Di tangan kanannya ia memegang sebuah kunci mobil, itu artinya Dava akan pergi ke suatu tempat yang penting, karena penampilannya yang terbilang sangat rapi."Aku mau menemui Hanum," jawab Dava tanpa menghentikan langkahnya.Nara berdiri, lalu kembali bertanya, "Emangnya Mas Dava udah tau di mana Hanum tinggal?""Udah, Haris temen aku yang menemukannya.""Mas Dava mau ajak Hanum pulang?"Dengan cepat Dava menjawab, "Iya, aku akan membujuk Hanum sampai dia bersedia pulang." Saat ini ia berdiri di dekat Nara seraya memasukkan ponselnya ke dalam saku jas."Semoga Hanum mau diajak pulang ya, Mas.""Nggak, kayaknya Hanum nggak bakal mau pulang, sebelum aku menemukan rumah buat kamu.""Oh gitu, ya udah bilang sama Hanum besok aku pindah rumah, biar dia bisa pulang ke sini.""Nanti aku sampaikan."Dava berjalan menuju pintu utama, diikuti oleh Nara dari belakang. Saat Dava berjalan menuju mobil
Dengan sangat terpaksa Hanum pun mengizinkan Dava masuk dengan membiarkan pintu tetap terbuka ketika ia berjalan ke arah jendela.Dava yang berjalan di belakang Hanum pun menutup kembali pintu, lalu mengucapkan ucapan terima kasih sambil menghampiri sang istri. "Makasih ya, Num. Kamu udah izin aku masuk.""Jangan berterima kasih kepadaku, Mas. Aku terpaksa membiarkan kamu masuk, karena nggak mau kena masalah sama orang-orang sekitar. Aku meninggalkan buku nikah di rumah, kita nggak punya bukti kalau kita ...."Dengan cepat Dava memangkas kalimat Hanum yang belum sepenuhnya diucapkan. "Sepasang suami istri." Dava bicara sambil memeluk Hanum dari belakang, melingkarkan tangan pada pinggangnya.Hal itu sontak membuat Hanum terkejut, dia sempat mengibas-ngibaskan tangan Dava, tetapi gagal saat Dava malah mengeratkan pelukannya."Please, Hanum. Izinkan aku memelukmu.""Aku nggak mau disentuh oleh tangan yang sudah menyentuh wanita lain. Lepaskan aku!""Jangan siksa aku dengan cara seperti
Nara: Gimana, Mas? Kamu berhasil ketemu sama Hanum?Hanum membaca pesan pertama yang dikirim oleh Nara. Kemungkinan besar pesan itu dikirim saat Dava sampai di kontrakan Hanum. Tidak hanya itu, di bawahnya masih ada dua pesan lagi yang Nara kirim, kemungkinan besar saat pesannya tidak Dava balas.Nara: Sepertinya Hanum mau menerima kamu, apakah malam ini kamu tidur di sana?Di jam yang berbeda Nara juga mengirimkan pesan untuk yang ketiga kalinya. Kemungkinan besar pesan itu dikirim saat Dava dipastikan tidak akan pulang, karena pesan tersebut dikirim tepat pukul satu malam.Nara: Alhamdulillah kalau Hanum sudah bisa menerima kamu.Setelah membaca pesan terakhir dari Nara, Hanum memijat pangkal hidungnya yang terasa pening, ketika ingatannya kembali ke masa lalu, ketika Hanum mengabaikan isu kalau Nara menyukai suaminya. "Ternyata bener ya, Ra. Lu suka sama laki gue."Tidak lama setelah selesai membaca semua pesan dari Nara, handphone Dava kembali bergetar, notifikasi pesan masuk yang
Nasi sudah menjadi bubur. Bukan berarti rasanya sudah tidak enak bukan? Semua tergantung bagaimana cara kita menyikapinya. Hanum yang terlanjur ada di posisi sekarang, mau tidak mau harus merelakan suaminya melaksanakan kewajiban bersama istri keduanya demi mencapai tujuan awal mereka dan segera mengakhiri semuanya.Setelah berdiskusi saat diperjalanan, siangnya Dava pulang ke rumah lama, mengantarkan Nara ke rumah barunya yang memang jaraknya tidak terlalu jauh dari kediaman Hanum."Yakin udah nggak ada yang ketinggalan?" tanya Dava setelah mereka berdua duduk di dalam mobil."Nggak ada, Mas. Lagian kan aku ke sini cuma bawa baju," jawab Nara sambil melihat ke arah Dava."Ya udah, ayo kita jalan."Pedal gas mulai diinjak, mobil mewah berwarna hitam itu mulai melaju dengan kecepatan rendah keluar melewati gerbang utama."Hati-hati, Pak," ucap security seraya memberikan hormat.Dava mengangguk. "Titip rumah ya, Pak.""Siap, Pak. Tenang aja."Beristrikan dua bukan tidak jadi perbincanga
Dering ponsel berbunyi. Hanum yang saat ini sedang menangis sambil duduk di depan televisi pun menurunkan kakinya dari sofa, mengambil handphone di atas meja, lalu membaca isi pesan dari Gina.Gina: Lagi apa, Num?Selesai membaca, ia pun mengetik balasan.Hanum: Lagi santai aja.Gina: Sama laki lu?Hanum: Iya, dia ada di samping gue.Tidak lama setelah itu bel pintu berbunyi. Hanum meletakkan handphonenya di tempat semula, lalu mengusap air mata sambil berjalan menuju pintu.Sebelum membuka pintu, Hanum coba menetralkan perasaannya yang sedang kacau dengan menarik napas panjang, lalu menghembuskannya secara perlahan. Setelah merasa lebih tenang, pintu pun dibuka dan langsung terkejut saat melihat siapa yang datang."Gina?""Iya gue. Boleh gue masuk?""Masuk?" Ada keraguan dalam hati Hanum, pasalnya kurang dari lima menit yang lalu dia berkata kalau saat ini dirinya sedang bersama Dava. Namun, pada kenyataannya Dava tidak ada di sana, melainkan sedang bersama Nara."Nggak boleh, ya?" t