“Ah, kau tidak pernah bercerita tentangnya.”Narumi, wanita bermata runcing itu menatap terang-terangan dari ujung sepatu sampai ujung rambut seorang perempuan yang berdiri ciut dalam dekapan Tanjung.Wanita yang sedang menyilangkan kaki di sofa ruang tengah itu memberikan pandangan menyelidik seolah menelanjangi Vita, perempuan kesekian yang Tanjung bawa ke hadapan orang tuanya.Tanjung mendekap erat pinggang Vita, menyalurkan kekuatan lewat pelukan tangannya, atau justru mencari kekuatan. Sebab lebih daripada Vita, dirinyalah yang paling ciut.Jantungnya berdebum keras karena Vita bukanlah wanita biasa yang iseng dia bawa untuk mengganggu ibu tirinya—Narumi.Vita adalah perempuan yang dia cintai. Gadis manis beramut hitam dan bertubuh mungil dengan dua lesung pipi kecil menghiasi sudut bibirnya. Tanjung menyukai gadis ini.“Jadi dia adalah pegawai magang di perusahaan kita. Apa seleramu turun drastis, an
Setelah mengantarkan Vita pulang, saat Tanjung kembali, ia melihat Narumi yang masih duduk di kursinya, tidak berpindah sedikit pun. Gelas tehnya sudah kosong dan perempuan itu tetap menyilangkan kaki sambil menatap tajam Tanjung. Sekilas Tanjung melirik kursi sang ayah yang sudah kosong.“Aku tidak mengizinkanmu mengantarnya.” Kalimat itu diakhiri oleh titik. Artinya tidak boleh ada bantahan. Dan seperti biasa, Tanjung hanya berdiri kaku di hadapan wanita itu.Bibir tipis yang terpoles lipstik merah itu mengetat. “Dan siapa yang menyuruhmu membawanya ke sini?”Tanjung mengepalkan tangan. Rahangnya yang tajam kian mengeras. “Dia kekasihku. Aku tidak perlu izin siapa pun.”Satu alis Narumi terangkat, seolah mendengar omong kosong dari bocah TK. “Tidak perlu izin siapa pun?” Wanita berumur kepala lima itu menatap bosan pada cangkirnya. “Kau yakin?”Pertanyaan penuh intimidasi itu seolah menembak dada Tanjung telak. Sudah jutaan kali dia mendengarnya dan seolah menjadi remot pengendali
Lalu ucapan penuh retorika itu diakhiri dengan satu senyuman merendahkan dari perempuan itu. Dengan wajah yang mulus tanpa celah, kulit seputih dan secerah susu serta tubuh yang langsing dan tinggi, tidak salah kalau dia mengatakan bahwa laki-lakilah yang akan mengemis padanya.Tanjung bahkan sempat mengira bahwa mereka sedang syuting film dan perempuan itu adalah tokoh utamanya. Seperti top model atau bahkan aktris profesional yang sering wara-wiri di layar kaca.Sangat cantik dengan karakter dan aura yang menarik.Gigi dari istri laki-laki tua yang setengah botak dan berperut buncit itu bergemelutuk. Menahan amarah dan siap melempar botol kosong di atas meja ketika seorang pria tinggi dengan tubuh kurus menghalangi.“Maafkan kami, Bu. Tolong jangan buat keributan di sini. Dia adalah pekerja kami.”Mata wanita bersanggul tinggi itu melotot. “Memangnya kenapa? Dia sudah menggoda suamiku!”“Ke mana semua pe
“Sial! Badanku lengket semua!” Serina duduk di sofa ruangan Bos, tempat yang ditempati Leon dan Brata—pemilik club. Leon duduk di hadapannya sambil terus menghela napas. “Harusnya kau tidak usah meladeninya. Langsung panggil aku atau pengawal saja.” Serina tidak menanggapi, malah sibuk menyeka dadanya yang lengket dengan tisu basah. “Kita bisa menyelesaikan masalahnya dengan baik-baik dan mengantar mereka pulang dengan tenang.” Serina memutar bola mata, menjauhkan tisu basah yang sudah penuh dengan bekas wine dari dadanya. “Lalu membayar ganti rugi? Memang apa salahnya berargumen sedikit? Bukannya menyentil kelamin suaminya, dia malah menyerangku. Bodoh sekali. Memangnya aku yang menggendong suaminya untuk datang ke sini?” Leon mendesah takjub pada pilihan kata-kata Serina yang unik. Ia menyandarkan punggung ke sofa dengan wajah lelah lalu menatap Serina tidak enak. “Ini penghinaan terakhir yang kudapatkan. Setelah ini aku harap kau melindungi para pekerja dengan baik. Bukan m
Didorong oleh rasa penasaran yang tinggi, Tanjung sampai ke koridor panjang yang remang-remang dan jauh dari ingar bingar musik. Mengikuti punggung perempuan bergaun hitam tadi. Wanita itu menyusuri lorong ini dengan langkah terburu-buru.Ia terus berjalan meskipun sudah kehilangan jejak dan tiak tahu di ruangan mana wanita itu masuk. Semuanya terlihat sama. Hingga ia mendengar bunyi ketukan sepatu yang bergema cepat dan suara umpatan. Suara itu semakin dekat sampai akhirnya ia bisa mendengar jelas makian apa yang tengah bergaung itu.“Sial! Brata Berengsek! Dia kira aku sapi perah yang bisa menghasilkan uang seenak dia?! Sialan! Dia pikir aku tidak berani melukai tubuh atau wajahku untuk keluar dari sini? Lihat saja kau, Berengsek! Akan kuhancurkan club sialanmu ini!”Rentetan umpatan itu membuat bulu kuduk Tanjung merinding, sampai ketika ia bisa melihat seorang perempuan tinggi yang berjalan cepat ke arahnya. Ia menyipitkan mata dan mengenali wanita itu.Wanita yang sangat menarik
“Jadi istriku.”Serina hampir mengira dirinya salah dengar. Dada mereka bersentuhan dan ia bisa merasakan gerakan naik turun dada Tanjung yang semakin cepat.Ia mendorong laki-laki itu dan memberikan jarak di antara mereka. Syukurlah, kali ini tubuh Tanjung bergerak, dan Serina bisa melihat mata Tanjung yang bergetar dan memerah. Bola mata Tanjung seperti tidak fokus, seolah berusaha menghindari tatapan Serina. “Istri kau bilang?” Serina tidak habis pikir. “Banyak laki-laki yang tertarik padaku, tapi baru kali ini ada yang memintaku menjadi istrinya.”Serina gemas sekali. Ingin rasanya ia mengangkat dagu laki-laki itu dan membuatnya menatap matanya. Ia seperti sedang berhadapan dengan murid SD yang sedang mengakui kesalahannya di depan guru. “Apa alasanmu? Kita baru pertama kali bertemu.” Lalu Serina membulatkan mata lima detik kemudian. “Oh, apa cinta pada pandangan pertama?” Ditatapnya lelaki itu ngeri.Tanjung tidak menjawab.Dan Serina menertawakan terang-terangan. “Kau ingin m
Serina belum mengambil keputusan yang bulat sepenuhnya. Ia patahkan sorot mata yang berbinar itu dalam satu tatapan tegas.“Jangan senang dulu. Aku ingin kau menghadapi seseorang terlebih dulu.”Namun, tidak seperti dugaannya. Binar di mata Tanjung tidak surut sama sekali. “Aku akan menghadapinya.”Tanjung bisa menghadapi segala jenis orang kecuali Narumi. Ia bisa bernegosiasi dengan cepat dan mengambil keputusan akhir yang menguntungkan. “Mana orangnya?”Alih-alih menunjukkan orangnya, Serina malah melempar surat kontrak yang sejak tadi diremasnya ke atas meja. “Ini surat kontrakku bersama orang itu. Namanya Brata, pemilik tempat ini. Sesuai dengan tanggal perjanjian, seharusnya aku sudah bisa kelaur dari sini hari ini, tapi si Brata sialan itu malah mencantumkan pasal penipuan di bagian bawah.”Tanjung membaca baik-baik isi surat itu dan menemukan poin terakhir yang membuat dahinya berkerut. Sekarang dia tidak terlihat seperti anak kecil yang merengek lagi. Sorot matanya serius dan
Serina mengedikkan kepala tidak peduli melihat mayat laki-laki mungil malang yang jatuh di bawah ranjang. Lalu pandangannya yang tak acuh kembali ia tujukan pada Brata yang masih mematung tidak percaya.“Pakai bajumu, lalu bicara denganku di ruangan lain.”Brata akhirnya tersadar dari keterkejutannya, napasnya menyentak marah. “Apa yang kau lakukan, Serina?!”Serina mengangkat dagu alih-alih merasa bersalah. “Membunuhnya.” Menunjuk laki-laki bersimbah darah di bawah ranjang dengan santai.Gemelutuk gigi Brata terdengar jelas di tengah keheningan kamar. “Beraninya kau melakukan itu padanya!”“Sudahlah, Brata. Jangan sampai peluru ini ikut menembus kepalamu. Aku tunggu di ruangan yang bersih.”Serina tak memedulikan ekspresi bengis Brata sedikit pun. Ia melengos keluar dari kamar yang sudah bersimbah darah itu dengan tak acuh. Tanjung mengekor secara otomatis di belakangnya.“Kenapa kau membunuhnya?”Serina terus berjalan tanpa mengindahkan pertanyaan Tanjung, pun mengabaikan para pria