"Tidak mau!" jerit Geisha. Gadis itu lantas memekik saat pria bertubuh tinggi besar itu merengkuh tubuhnya dan mulai menciumi pundaknya.
"Sayang sekali. Ada bekas kissmark lain di tubuhmu. Tapi tidak masalah. Aku bisa menggantinya nanti." Pria dewasa berusia empat puluh lima tahunan itu berucap dengan suara beratnya."Jangan, Tuan. Aku ... berjanji akan melunasinya," ucap Geisha dengan suara bergetar. Seluruh tubuhnya bergemetar sebab ketakutan.Bayangan tentang kegiatan semalam bersama Ganesha kembali menghampiri ingatannya. Sakit di bagian bawah tubuhnya masih terasa begitu ngilu setiap ia berjalan atau berlari. Tidak mungkin jika pria dewasa ini akan memaksa dirinya kembali seperti yang dilakukan Ganesha semalam."Kau sama seperti orang tuamu. Hanya berjanji, tanpa memberi bukti nyata," ucap pria itu dengan nada sinis. Ia lantas meraih sisi wajah Geisha. Menangkup pipi gadis itu dengan tangan besarnya. Geisha terlihat begitu mungil di hadapan pria bertubuh kekar itu."Aku baru saja di-drop out dari kampus karena tidak bisa melunasi tunggakan biayanya." Geisha mulai terisak lemah dengan seluruh tubuh, termasuk suaranya yang bergemetar hebat. "Tolong, beri aku waktu."Pria itu menatap Geisha dengan sepasang matanya yang setajam elang, juga sepasang alis tebal yang hampir tertaut. Rahang tegas itu terlihat mengeras saat menatap tubuh gadis yang menangis di hadapannya tersebut.Geisha menggigit bibir bawahnya. Berusaha menahan isakannya. Ia seperti berhadapan dengan seorang raksasa yang bersiap meremukkan tubuhnya saat ini. Sepertinya, takdir sedang tidak berpihak kepadanya sejak kemarin."Satu malam denganku, lalu hutangmu lunas," putus pria tadi.Geisha menggeleng cepat. "Tidak! Jangan!" Ia menjerit kala kedua pria yang sejak tadi masih berdiri di belakangnya itu kembali menyeret tubuhnya untuk masuk ke dalam sebuah ruang yang ada di dalam bangunan mewah tersebut."Jangan lakukan ini! Aku berjanji akan melunasinya! Tuan! Tuan!" Geisha berteriak sembari menggedor pintu di hadapannya yang terkunci rapat."Aku pasti akan melunasinya! Percayalah padaku! Aku berjanji!" Geisha menangis histeris kala teriakannya sama sekali tidak membuahkan hasil.Hari semakin malam. Ia sadar bahwa di luar hujan deras, terlihat dari kaca jendela yang ada di dalam kamar tersebut. Gadis itu berbaring lemah di atas ranjang. Dua hari belum makan, bahkan air pun sama sekali belum menyapa tenggorakannya. Ia sungguh lemas dan tak berdaya.Geisha bahkan tak bereaksi sama sekali ketika mendengar suara pintu yang terbuka. Ia terlalu lemah meski sekedar menggerakkan kepalanya untuk menoleh. Namun, gadis itu bisa melihat dengan jelas, siapa yang baru saja masuk ke dalam kamar ini."Bagus sekali. Kau sudah bersiap di atas ranjang." Tuan Black adalah rentenir kejam yang berurusan dengan Geisha selama setahun terakhir ini, terutama setelah meninggalnya ayah dan ibu gadis itu.Geisha menjadi satu-satunya orang yang harus menanggung hutang kedua orang tuanya. Setiap saat, ia harus bersiap untuk berhadapan dengan para penagih hutang. Mulai dari berkelit, melarikan diri, hingga bersembunyi. Semua usaha telah ia lakukan. Tapi, sepertinya ini adalah akhir dari kisah hidup menyedihkannya yang terlilit hutang."Aku sangat tidak bertenaga. Bisa Tuan memberiku makan? Setelah itu, aku akan melayani Tuan dengan baik," pinta Geisha dengan wajahnya yang pucat pasi.Tuan Black mendecih pelan. Ia lantas kembali turun dari atas ranjang. Apa yang dikatakan Geisha ada benarnya juga. Sepertinya, gadis itu membutuhkan waktu untuk membersihkan diri dan mengisi tenaga.Tuan Black meminta beberapa pelayan mansion untuk melayani Geisha layaknya seorang ratu. Gadis itu diberi makanan lezat, minuman menyegarkan, serta dipersilakan untuk mandi. Kemudian, mereka juga memberikan sebuah gaun malam yang indah dan seksi untuk dikenakan oleh Geisha."Sudah siap?" tanya Tuan Black begitu ia kembali ke dalam kamar tersebut. Ia memerhatikan Geisha dengan saksama. Penampilan gadis itu dengan cepat membuat gairah kelelakiannya bangkit.Geisha meneguk ludahnya dengan kasar ketika pria itu mendekatinya, kemudian menyudutkannya hingga ia terbaring di atas ranjang.Tuan Black menyeringai. Ia lantas bergerak menindih tubuh gadis itu, lalu menatap wajah Geisha yang bersemu merah. "Kau cukup cantik untuk hitungan orang miskin."Pria itu mendekatkan wajahnya dengan Geisha. Perlahan, jarak antara keduanya mulai terkikis. Ia sudah tergoda oleh bibir merah Geisha sejak gadis itu sampai kemari sore tadi.BRAK!Tiba-tiba saja, terdengar sebuah suara gaduh, berasal dari pintu yang ditendang oleh seseorang. Bahkan, pintu itu terlihat rusak pada gagangnya.Seorang pria terlihat berdiri di sana. Ia menatap nyalang ke arah ranjang, di mana seorang pria menindih Geisha."Dia milikku!" tegas pria itu sembari melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruangan. Ia lantas mendekat ke arah Geisha yang semula masih berada dalam kungkungan Tuan Black.Tuan Black menegakkan tubuhnya, kemudian tersenyum sinis. Terkesan meremehkan pria muda yang baru saja datang dan menatapnya seolah menantang. "Dia berhutang padaku.""Aku akan membayarnya! Aku yang akan melunasi hutangnya!" Ganesha memberi penekanan pada setiap kata yang ia ucapkan.Tuan Black mendecih pelan. "Pemuda sepertimu tidak akan sanggup membayar hutang orang tuanya yang sudah menggunung."Ganesha lantas mengeluarkan sebuah cek bernominal fantastis dengan nama penerima yang belum terisi. Lalu, ia menyerahkannya kepada Tuan Black.Ketika akhirnya Ganesha kembali menatap Tuan Black, dengan suara dingin, ia mengatakan, "Lima ratus juta, dan jangan pernah menemui gadis ini lagi."Tuan Black memeriksa keabsahan dari selembar cek tersebut. Kemudian, sebuah seringai tercipta di salah satu sudut bibirnya kala mendapati bahwa cek tersebut asli. Ia hanya perlu membubuhkan namanya pada kolom penerima. "Tapi, aku sudah telanjur menginginkannya."Ganesha dengan sigap menarik tangan Geisha untuk bangun. Kemudian, ia membawa gadis itu untuk bersembunyi di balik punggung lebarnya.Pria muda itu pun menoleh ke belakang. Ia menatap Geisha dengan tatapan menuntut, sementara gadis itu masih bergemetar dan meremas ujung pakaian Ganesha dengan ketakutan. Pria itu tidak merasa ia perlu memberikan penjelasan apa pun. "Dia sudah membuat perjanjian denganku. Gadis ini sepenuhnya menjadi milikku."Ganesha membawa Geisha keluar dari mansion. Di luar hujan deras. Ia memerhatikan tubuh gadis yang hanya terbalut sebuah gaun malam seksi tersebut. Gadis itu bergemetar. Mungkin Geisha merasa kedinginan. Jadi, Ganesha memutuskan untuk melepaskan jas yang dikenakannya, kemudian memakaikannya pada gadis itu. Geisha terkejut menerima perlakuan Ganesha. Ia menatap pria itu dengan ekspresi wajah yang lugu. "Di luar hujan deras. Kau bisa sakit jika hanya memakai pakaian seperti ini," ucap Ganesha yang seakan mengerti dengan maksud tatapan gadis itu. Pria itu lantas menuntun tubuh Geisha untuk masuk ke dalam mobilnya yang terparkir di depan. Setelah itu, ia sendiri menyusul masuk melalui pintu seberang. "Lukamu harus diobati. Aku akan mengantarmu ke rumah sakit," ujar Ganesha seraya menyalakan mesin mobilnya. "Tidak perlu," sahut Geisha. Ia merasa tidak nyaman bila harus pergi ke rumah sakit hanya dengan pakaian seperti ini. "Hanya luka kecil. Akan sembuh dengan sendirinya." "Baiklah. Te
Ganesha keluar dari mobilnya, kemudian membuka pintu mobil di sisi kiri. Ia membantu Geisha untuk turun dari sana. Setelahnya, pria itu berjongkok di hadapan gadis tersebut. "Cepat, naik ke punggungku!" Geisha ingin menolak tawaran pria tersebut. Namun, tubuhnya benar-benar lemas dan pandangannya sedikit berkunang-kunang. Akhirnya, meski dengan perasaan ragu, ia naik ke punggung Ganesha. Pria itu berdiri dengan menggendong tubuh Geisha. Ia menutup pintu mobil dengan kakinya, kemudian sedikit berlari masuk ke dalam ruang IGD. Hujan sudah berhenti. Namun, rasa panik yang disebabkan oleh gadis ini belum juga reda. "Dokter, tolong!" pekik Ganesha saat ia telah mencapai ruang IGD. Beberapa orang yang tampak berjaga di dalam area tersebut pun lantas mendekati pria itu dengan langkah tergopoh-gopoh. "Ada apa, Tuan?" "Ada apa, ada apa! Kau tidak lihat, aku membawa orang sakit?!" ketus Ganesha, antara kesal bercampur panik. "B-baringkan di sini." Seorang pria berpakaian serba putih menunj
"Lagi?" Geisha menatap nanar pada langit-langit kamar tempatnya berbaring. Perasaan déjà vu menghampirinya. Ia pernah mengalami ini sebelumnya. Tepat satu minggu yang lalu. Ketika seorang pria menerobos masuk ke dalam hotel, kemudian menggaulinya tanpa ampun.Ganesha tidak akan menanggapi teriakan memohonnya. Pria itu hanya peduli pada usahanya dalam mencapai puncak kenikmatan itu sendiri. Meski Geisha meraung dan memakinya dari bawah."Aku akan melaporkanmu ke polisi!" sergah Geisha seraya berusaha bangun dari posisinya yang semula masih berbaring telentang di atas ranjang."Atas dasar apa?" Ganesha yang berdiri di samping ranjang itu pun melirik sekilas kepada gadis yang kini terlihat duduk bersandar pada kepala ranjang tersebut. Pria itu bahkan belum sempat memakai kausnya. Hanya celananya saja yang sudah ia pakai kembali."Kau memerkosaku! Sialnya aku! Aku sempat menganggapmu berhati malaikat karena mau mengurusku selama aku terbaring sakit kemarin! Tidak ku sangka, kau justru mela
Ganesha mengemudikan mobilnya dengan kecepatan yang cukup tinggi. Ia berkejaran dengan waktu saat ini. Dirinya tidak boleh sampai kehilangan jejak Geisha. Gadis itu bisa saja melakukan hal yang mungkin merugikannya di masa depan.Bila menelaah dari informasi yang diberikan oleh orang-orang suruhannya tadi, mereka mengatakan bahwa Geisha sudah lepas dari pengawasan mereka sejak setengah jam yang lalu. Itu tandanya, ada kemungkinan bila gadis itu sudah berada cukup jauh dari lokasi kontrakannya. Jadi, datang ke kontrakan bukanlah solusi yang tepat."Sial. Bagaimana bisa gadis seperti Geisha melumpuhkan pengawal yang aku perintahkan untuk menjaganya?!" geram Ganesha seraya memukul roda kemudinya.Pria itu mencoba berpikir keras di tengah kegiatan menyetirnya. Ke mana kira-kira seorang gadis yatim piatu akan pergi? Lagi pula, Geisha tidak memegang uang sama sekali. Dompet serta ponsel, juga benda-benda berharga lain kini sudah berada di tangan anak buah Ganesha yang tadi mengantarkan gadis
"Apakah masih sakit?"Gadis itu mengangkat wajahnya untuk menatap pria yang kini berdiri di hadapannya. "Maksudmu?"Ganesha menyodorkan sebotol air mineral ke hadapan Geisha. "Apa ...." Pria itu melirik pada kaki Geisha yang tersilang duduk di sofa ruang tamu apartemennya. "... rasanya masih sakit?""Apa yang terasa sakit? Aku tidak mengerti maksudmu." Geisha kesulitan membuka penutup botol mineral yang masih baru tersebut. Membuat Ganesha kembali merebut botol itu, lalu membukanya untuk Geisha."Genitalmu."Geisha yang tengah menenggak air mineral itu pun hampir tersedak mendengar ucapan Ganesha. Gadis itu terbatuk-batuk. Membuat sebagian air yang masih ada di dalam mulutnya tersembur dan membasahi pakaiannya."Dasar ceroboh," komentar Ganesha seraya meraih tisu di meja untuk membantu mengusap dagu, leher, serta pakaian Geisha yang basah. Ia berlutut di hadapan gadis itu."Menyingkir!" Geisha memekik kala tangan Ganesha bergerak mengusap pakaiannya di area dada. Ia bahkan menampik tan
"Siapa gadis ini, Ganesh?" Nyonya Clarissa yang sudah duduk di sofa itu pun kembali bertanya kepada putranya. Ia menatap Ganesha yang kini duduk bersebelahan dengan Geisha."Saya ....""Dia sekretaris baruku di kantor!" sela Ganesha dengan cepat, memotong ucapan Geisha."Oh .... Ibu pikir, dia kekasih barumu." Wanita paruh baya itu menitikkan pandangannya ke arah gadis yang duduk di samping putranya.Geisha menundukkan kepalanya. Ia merasa kurang nyaman dengan tatapan intens yang Nyonya Clarissa layangkan pada dirinya.Ganesha tersenyum sinis tatkala memalingkan wajahnya ke samping."Bagaimana kondisi kantor, Nona ...?" Nyonya Clarissa masih menatap Geisha yang masih enggan terlibat kontak mata dengannya.Geisha tergagap mendengar pertanyaan dari ibunya Ganesha. Gadis itu tak tahu harus menjawab apa, sebab dirinya tidak tahu menahu perihal dunia kerja. Ia hanyalah mahasiswi semester lima sebelum ini. Sebelum dirinya dikeluarkan sebab tak bisa membayar tunggakan biaya."Untuk apa Ibu be
Dua bulan sudah berlalu semenjak Ganesha membawa Geisha berkunjung ke rumahnya. Kini, kondisi gadis itu sudah jauh lebih baik. Ia juga tidak takut lagi pada Ganesha. Mungkin, Geisha sudah sedikit lebih terbiasa dengan hari-hari baru yang kini tengah ia jalani.Sore itu, Ganesha membawa Geisha pergi ke sebuah pusat perbelanjaan. Pria itu hanya berniat menyenangkan hati Geisha saja. Biasanya, perempuan akan senang bila diajak berbelanja, bukan?"Kenapa kau diam saja? Cepat pilih!" desak Ganesha pada gadis yang masih termangu di sampingnya. Mereka tengah berada di salah satu store pakaian bermerek yang cukup ternama. Ganesha berniat membelikan beberapa potong pakaian untuk Geisha. Namun, gadis itu justru tak kunjung memutuskan untuk mengambil pakaian yang akan ia beli.Geisha menggigit bibir bawahnya dengan ragu. Ia sejak tadi hanya membolak-balik jajaran pakaian yang menggantung di gantungan baju. Belum apa-apa, ia dibuat ciut saat melihat label harga yang tergantung pada label merek pak
Geisha menatap pada layar ponselnya yang terus saja berdering sejak sepuluh menit yang lalu. Gadis itu menghela napas dengan gusar. Terhitung sudah tujuh kali ia mendapat panggilan dari nomor yang sama, yaitu Ganesha. Namun, dirinya masih enggan untuk menjawab panggilan pria itu.Entah untuk alasan apa, Geisha sungguh merasa suasana hatinya memburuk sejak terakhir kali ia melihat tuannya bersama dengan wanita lain. Seharusnya, Geisha tak perlu marah ataupun kesal karena hal tersebut. Namun, gadis itu juga tak paham dengan apa yang ia rasakan saat ini. Ia merasa tertipu."Ahh!" Gadis itu kembali mendesah frustrasi seraya menyenderkan punggungnya pada sebuah pohon beringin besar di belakangnya.Beberapa saat setelah mengetahui bahwa Ganesha berjalan mesra bersama wanita lain, ia segera meninggalkan area mall. Gadis itu pergi ke sebuah taman, di mana sebuah danau kecil menjadi ikonnya."Kalau dia punya kekasih, kenapa harus tidur denganku?" gerutu Geisha dengan suara pelan. Ia menatap kos