"Sayang? Kau sudah pulang?" Wanita itu memeluk tubuh pria yang berdiri di depan pintu masuk rumahnya.
Ganesha. Pria itu tersenyum tipis saat mengurai pelukan mereka. "Aku merindukanmu.""Ayo, masuk," ajak wanita tersebut. Ia membawa Ganesha ke ruang tamu rumahnya. "Biar aku buatkan minum–""Tidak usah," cegah Ganesha. Pria itu menarik tangan wanita tadi untuk kembali duduk di sampingnya. Ia lantas menatap wanita yang merupakan kekasihnya itu dengan tatapan serius."Ada apa?" tanya Sandra dengan wajah bingung."Kau tidak merindukanku?" Ganesha menatap ke dalam mata wanita itu, yang berusaha menghindari kontak dengan dirinya."Tentu saja aku rindu." Sandra sedikit memalingkan wajahnya."Aku sudah pulang sejak kemarin. Aku berniat menemuimu di rumahmu saat itu," ucap Ganesha.Sandra terlihat sedikit terkejut. Meskipun wanita itu dengan cepat mengubah ekspresi wajahnya, tetapi Ganesha tetap menyadarinya. "Kau ke rumahku? Maafkan aku. Kemarin aku sedang pergi bersama temanku," ucap Sandra dengan raut wajah menyesal."Apa temanmu itu pria, atau wanita?" tanya Ganesha penuh selidik. Ia menaikkan sebelah alisnya kala menatap ke arah Sandra."Tentu saja wanita! Aku ini tidak berteman dengan pria mana pun, kecuali kau!" tegas wanita itu. Namun, sama sekali tidak membuat hati Ganesha menjadi tenang."Jadi, kau mengaggapku sebagai teman?" Pria itu kembali bertanya.Sandra terkekeh pelan mendengar pertanyaan tersebut. "Kenapa kau merasa seperti itu? Ada-ada saja! Aku rasa, kau tahu apa yang kumaksud."Ganesha tersenyum miring. "Aku rasa, kau juga tahu apa maksudku."Sandra mengernyit. Ia lantas kembali menatap Ganesha dengan skeptis. "Apa maksudmu?""Aku melihatmu bersama pria lain di minimarket kemarin sore," ucap Ganesha tiba-tiba.Sandra terperanjat. Ia sungguh tidak menyangka bahwa Ganesha akan menangkap basah dirinya kemarin. "Kemarin?" tanyanya dengan hati-hati."Ya." Ganesha mengangguk pelan."Kau pasti salah lihat! Kemarin sore aku bersama temanku! Wanita! Dia adalah Karina!" Sandra terdengar panik."Hei .... Hei ...." tahan Ganesha. Ia tersenyum tipis. "Kenapa kau panik?""Aku tidak panik!" elak wanita itu."Lalu, kenapa terburu-buru seperti itu?" Ganesha bertambah yakin jika kekasihnya berselingkuh di belakangnya. Lihat saja pada reaksi Sandra yang terlihat kelabakan menanggapi pertanyaannya itu."Tidak. Kau salah paham. Kemarin sore aku bersama Karina. Aku akan menghubunginya sekarang. Kau bisa menanyakannya sendiri padanya," ucap Sandra yang berusaha setenang mungkin."Kau terus menyebutkan kemarin sore. Padahal, aku tidak memberitahumu tentang kapan aku melihatmu bersama pria itu," celetuk Ganesha. Membuat Sandra dirundung frustasi."Aku– aku–""Mengaku saja," ucap pria itu."Kau salah paham. Ray hanya menemaniku berbelanja. Itu saja. Kami tidak melakukan apa-apa." Sandra masih berkelit."Ray?! Jadi, pria yang bersamamu kemarin adalah Ray?!" Pria itu tak dapat menyembunyikan keterkejutannya. Ia bahkan menyentak kasar tangan Sandra yang semula menyentuh lengannya."K-kenapa? Aku dan dia benar-benar tidak ada apa-apa." Sandra semakin gugup mendapati tatapan tajam dari Ganesha.Pria itu tak menjawab. Ia memilih pergi begitu saja, tanpa mengucapkan sepatah kata pun.***Geisha berjalan gontai menyusuri trotoar jalan. Ia nyaris seperti orang gila saat ini. Rambutnya sedikit berantakan, wajahnya sembab dan kusam, dengan sedikit lebam dan luka di sudut bibirnya.Setelah dari kantor Ganesha tadi, ia berusaha kabur dari kekangan penagih hutang. Mereka sempat berhasil menahan Geisha yang berusaha melarikan diri. Beruntungnya, gadis itu memiliki ide untuk menggigit lengan pria-pria itu dengan sekuat tenaga, hingga menimbulkan bekas luka yang cukup parah. Jadi, ketika kedua pria tersebut lengah, ia segera berlari secepat kilat.Geisha kembali mengingat tentang percakapannya dengan Ganesha tadi. Pria itu menawarkan sebuah perjanjian yang bernilai fantastis untuknya. Satu milyar bukanlah angka yang sedikit bagi seorang gadis miskin seperti Geisha.Ganesha berjanji akan membayarkan hutangnya. Namun, ia juga menginginkan agar Geisha menjadi pelayan pribadinya. Tentu saja hal itu membuat Geisha berinisiatif untuk kabur saat melihat pria tersebut keluar dari area kantor, dan meninggalkannya tanpa penjagaan sama sekali."Ayah, Ibu, kenapa kalian pergi meninggalkan hutang untukku? Hanya hutang yang kalian wariskan padaku! Lihat aku sekarang!" gerutunya sepanjang jalan. Sesekali, gadis itu menendang trotoar di bawahnya."Kenapa kalian tidak membawaku mati bersama kalian saja?!" Ia mendengus keras, sebelum akhirnya memutuskan untuk duduk di sebuah bangku taman yang ia lewati.Geisha merasa lapar dan lelah. Ia baru ingat bahwa dirinya belum makan sejak kemarin pria-pria penagih hutang itu membawanya."Lebih baik mati kelaparan, dari pada harus mati karena disiksa oleh orang-orang jahat tak berperikemanusiaan." Geisha membaringkan tubuhnya pada bangku tersebut. Beruntungnya, ia tadi sempat mencuri jas milik Ganesha yang tergeletak di atas kursi. Jadi, dirinya menggunakan jas kebesaran itu untuk menutupi tubuhnya yang hanya mengenakan gaun seksi sejak semalam."Hmm .... Biarkan aku tidur barang sebentar," gumamnya sebelum menutup mata. Tanpa sadar, ia tertidur hingga sore hari di saat langit mulai sedikit gelap dipenuhi oleh awan mendung.Geisha terbangun kala mendengar guntur yang menggelegar di langit. "Aku harus pulang."Baru saja gadis itu keluar dari area taman menuju trotoar, kedua pria yang sejak kemarin terus-terusan menahannya itu kembali menangkapnya. "LEPAS!" teriak Geisha.Gadis itu menjerit meminta pertolongan. Berharap seseorang akan mendengarnya, kemudian menghampirinya dan bertindak sebagai pahlawan yang siap menyelamatkannya."Dasar jalang!" maki salah satu pria itu sembari mendorong Geisha masuk ke dalam mobil. Ia mengacungkan sebuah belati untuk menakut-nakuti gadis itu.Geisha bergemetar di atas tempat duduknya. "Kalian akan membawaku ke mana?" tanya gadis itu dengan suara lirih. Ia sungguh takut bila dirinya harus kembali dijual."Tuan kami ingin bertemu denganmu."Geisha menelan ludahnya dengan susah payah. Bola matanya melirik ke sana kemari dengan gelisah. Ia tak dapat menutupi rasa takutnya di sepanjang perjalanan. Hingga tibalah mereka di sebuah mansion mewah."Ini orangnya, Tuan. Dia putri Abraham dan Wiga." Salah seorang penagih hutang itu mendorong pelan tubuh Geisha untuk menghadap seorang pria yang duduk pada kursi kebesarannya.Pria itu menyesap cerutu di tangannya. Ia sedikit mengamati penampilan Geisha yang kini terlihat mengenakan sebuah jas yang kebesaran. "Bagus," ucapnya seraya meniupkan asap dari cerutunya.Geisha terbatuk-batuk kala kepulan asap rokok itu terhirup olehnya."Tuan, apa yang Anda lakukan?" Gadis itu bergemetar ketakutan kala pria dewasa itu sudah berdiri di hadapannya, kemudian melepaskan jas yang sejak tadi ia kenakan."Karena kau tak kunjung membayar hutangmu, maka kau harus melayaniku malam ini.""Tidak mau!" jerit Geisha. Gadis itu lantas memekik saat pria bertubuh tinggi besar itu merengkuh tubuhnya dan mulai menciumi pundaknya."Sayang sekali. Ada bekas kissmark lain di tubuhmu. Tapi tidak masalah. Aku bisa menggantinya nanti." Pria dewasa berusia empat puluh lima tahunan itu berucap dengan suara beratnya."Jangan, Tuan. Aku ... berjanji akan melunasinya," ucap Geisha dengan suara bergetar. Seluruh tubuhnya bergemetar sebab ketakutan.Bayangan tentang kegiatan semalam bersama Ganesha kembali menghampiri ingatannya. Sakit di bagian bawah tubuhnya masih terasa begitu ngilu setiap ia berjalan atau berlari. Tidak mungkin jika pria dewasa ini akan memaksa dirinya kembali seperti yang dilakukan Ganesha semalam."Kau sama seperti orang tuamu. Hanya berjanji, tanpa memberi bukti nyata," ucap pria itu dengan nada sinis. Ia lantas meraih sisi wajah Geisha. Menangkup pipi gadis itu dengan tangan besarnya. Geisha terlihat begitu mungil di hadapan pria bertubuh kekar itu."Aku baru saja
Ganesha membawa Geisha keluar dari mansion. Di luar hujan deras. Ia memerhatikan tubuh gadis yang hanya terbalut sebuah gaun malam seksi tersebut. Gadis itu bergemetar. Mungkin Geisha merasa kedinginan. Jadi, Ganesha memutuskan untuk melepaskan jas yang dikenakannya, kemudian memakaikannya pada gadis itu. Geisha terkejut menerima perlakuan Ganesha. Ia menatap pria itu dengan ekspresi wajah yang lugu. "Di luar hujan deras. Kau bisa sakit jika hanya memakai pakaian seperti ini," ucap Ganesha yang seakan mengerti dengan maksud tatapan gadis itu. Pria itu lantas menuntun tubuh Geisha untuk masuk ke dalam mobilnya yang terparkir di depan. Setelah itu, ia sendiri menyusul masuk melalui pintu seberang. "Lukamu harus diobati. Aku akan mengantarmu ke rumah sakit," ujar Ganesha seraya menyalakan mesin mobilnya. "Tidak perlu," sahut Geisha. Ia merasa tidak nyaman bila harus pergi ke rumah sakit hanya dengan pakaian seperti ini. "Hanya luka kecil. Akan sembuh dengan sendirinya." "Baiklah. Te
Ganesha keluar dari mobilnya, kemudian membuka pintu mobil di sisi kiri. Ia membantu Geisha untuk turun dari sana. Setelahnya, pria itu berjongkok di hadapan gadis tersebut. "Cepat, naik ke punggungku!" Geisha ingin menolak tawaran pria tersebut. Namun, tubuhnya benar-benar lemas dan pandangannya sedikit berkunang-kunang. Akhirnya, meski dengan perasaan ragu, ia naik ke punggung Ganesha. Pria itu berdiri dengan menggendong tubuh Geisha. Ia menutup pintu mobil dengan kakinya, kemudian sedikit berlari masuk ke dalam ruang IGD. Hujan sudah berhenti. Namun, rasa panik yang disebabkan oleh gadis ini belum juga reda. "Dokter, tolong!" pekik Ganesha saat ia telah mencapai ruang IGD. Beberapa orang yang tampak berjaga di dalam area tersebut pun lantas mendekati pria itu dengan langkah tergopoh-gopoh. "Ada apa, Tuan?" "Ada apa, ada apa! Kau tidak lihat, aku membawa orang sakit?!" ketus Ganesha, antara kesal bercampur panik. "B-baringkan di sini." Seorang pria berpakaian serba putih menunj
"Lagi?" Geisha menatap nanar pada langit-langit kamar tempatnya berbaring. Perasaan déjà vu menghampirinya. Ia pernah mengalami ini sebelumnya. Tepat satu minggu yang lalu. Ketika seorang pria menerobos masuk ke dalam hotel, kemudian menggaulinya tanpa ampun.Ganesha tidak akan menanggapi teriakan memohonnya. Pria itu hanya peduli pada usahanya dalam mencapai puncak kenikmatan itu sendiri. Meski Geisha meraung dan memakinya dari bawah."Aku akan melaporkanmu ke polisi!" sergah Geisha seraya berusaha bangun dari posisinya yang semula masih berbaring telentang di atas ranjang."Atas dasar apa?" Ganesha yang berdiri di samping ranjang itu pun melirik sekilas kepada gadis yang kini terlihat duduk bersandar pada kepala ranjang tersebut. Pria itu bahkan belum sempat memakai kausnya. Hanya celananya saja yang sudah ia pakai kembali."Kau memerkosaku! Sialnya aku! Aku sempat menganggapmu berhati malaikat karena mau mengurusku selama aku terbaring sakit kemarin! Tidak ku sangka, kau justru mela
Ganesha mengemudikan mobilnya dengan kecepatan yang cukup tinggi. Ia berkejaran dengan waktu saat ini. Dirinya tidak boleh sampai kehilangan jejak Geisha. Gadis itu bisa saja melakukan hal yang mungkin merugikannya di masa depan.Bila menelaah dari informasi yang diberikan oleh orang-orang suruhannya tadi, mereka mengatakan bahwa Geisha sudah lepas dari pengawasan mereka sejak setengah jam yang lalu. Itu tandanya, ada kemungkinan bila gadis itu sudah berada cukup jauh dari lokasi kontrakannya. Jadi, datang ke kontrakan bukanlah solusi yang tepat."Sial. Bagaimana bisa gadis seperti Geisha melumpuhkan pengawal yang aku perintahkan untuk menjaganya?!" geram Ganesha seraya memukul roda kemudinya.Pria itu mencoba berpikir keras di tengah kegiatan menyetirnya. Ke mana kira-kira seorang gadis yatim piatu akan pergi? Lagi pula, Geisha tidak memegang uang sama sekali. Dompet serta ponsel, juga benda-benda berharga lain kini sudah berada di tangan anak buah Ganesha yang tadi mengantarkan gadis
"Apakah masih sakit?"Gadis itu mengangkat wajahnya untuk menatap pria yang kini berdiri di hadapannya. "Maksudmu?"Ganesha menyodorkan sebotol air mineral ke hadapan Geisha. "Apa ...." Pria itu melirik pada kaki Geisha yang tersilang duduk di sofa ruang tamu apartemennya. "... rasanya masih sakit?""Apa yang terasa sakit? Aku tidak mengerti maksudmu." Geisha kesulitan membuka penutup botol mineral yang masih baru tersebut. Membuat Ganesha kembali merebut botol itu, lalu membukanya untuk Geisha."Genitalmu."Geisha yang tengah menenggak air mineral itu pun hampir tersedak mendengar ucapan Ganesha. Gadis itu terbatuk-batuk. Membuat sebagian air yang masih ada di dalam mulutnya tersembur dan membasahi pakaiannya."Dasar ceroboh," komentar Ganesha seraya meraih tisu di meja untuk membantu mengusap dagu, leher, serta pakaian Geisha yang basah. Ia berlutut di hadapan gadis itu."Menyingkir!" Geisha memekik kala tangan Ganesha bergerak mengusap pakaiannya di area dada. Ia bahkan menampik tan
"Siapa gadis ini, Ganesh?" Nyonya Clarissa yang sudah duduk di sofa itu pun kembali bertanya kepada putranya. Ia menatap Ganesha yang kini duduk bersebelahan dengan Geisha."Saya ....""Dia sekretaris baruku di kantor!" sela Ganesha dengan cepat, memotong ucapan Geisha."Oh .... Ibu pikir, dia kekasih barumu." Wanita paruh baya itu menitikkan pandangannya ke arah gadis yang duduk di samping putranya.Geisha menundukkan kepalanya. Ia merasa kurang nyaman dengan tatapan intens yang Nyonya Clarissa layangkan pada dirinya.Ganesha tersenyum sinis tatkala memalingkan wajahnya ke samping."Bagaimana kondisi kantor, Nona ...?" Nyonya Clarissa masih menatap Geisha yang masih enggan terlibat kontak mata dengannya.Geisha tergagap mendengar pertanyaan dari ibunya Ganesha. Gadis itu tak tahu harus menjawab apa, sebab dirinya tidak tahu menahu perihal dunia kerja. Ia hanyalah mahasiswi semester lima sebelum ini. Sebelum dirinya dikeluarkan sebab tak bisa membayar tunggakan biaya."Untuk apa Ibu be
Dua bulan sudah berlalu semenjak Ganesha membawa Geisha berkunjung ke rumahnya. Kini, kondisi gadis itu sudah jauh lebih baik. Ia juga tidak takut lagi pada Ganesha. Mungkin, Geisha sudah sedikit lebih terbiasa dengan hari-hari baru yang kini tengah ia jalani.Sore itu, Ganesha membawa Geisha pergi ke sebuah pusat perbelanjaan. Pria itu hanya berniat menyenangkan hati Geisha saja. Biasanya, perempuan akan senang bila diajak berbelanja, bukan?"Kenapa kau diam saja? Cepat pilih!" desak Ganesha pada gadis yang masih termangu di sampingnya. Mereka tengah berada di salah satu store pakaian bermerek yang cukup ternama. Ganesha berniat membelikan beberapa potong pakaian untuk Geisha. Namun, gadis itu justru tak kunjung memutuskan untuk mengambil pakaian yang akan ia beli.Geisha menggigit bibir bawahnya dengan ragu. Ia sejak tadi hanya membolak-balik jajaran pakaian yang menggantung di gantungan baju. Belum apa-apa, ia dibuat ciut saat melihat label harga yang tergantung pada label merek pak