Share

BAB 4 | Diculik

"Sayang? Kau sudah pulang?" Wanita itu memeluk tubuh pria yang berdiri di depan pintu masuk rumahnya.

Ganesha. Pria itu tersenyum tipis saat mengurai pelukan mereka. "Aku merindukanmu."

"Ayo, masuk," ajak wanita tersebut. Ia membawa Ganesha ke ruang tamu rumahnya. "Biar aku buatkan minum–"

"Tidak usah," cegah Ganesha. Pria itu menarik tangan wanita tadi untuk kembali duduk di sampingnya. Ia lantas menatap wanita yang merupakan kekasihnya itu dengan tatapan serius.

"Ada apa?" tanya Sandra dengan wajah bingung.

"Kau tidak merindukanku?" Ganesha menatap ke dalam mata wanita itu, yang berusaha menghindari kontak dengan dirinya.

"Tentu saja aku rindu." Sandra sedikit memalingkan wajahnya.

"Aku sudah pulang sejak kemarin. Aku berniat menemuimu di rumahmu saat itu," ucap Ganesha.

Sandra terlihat sedikit terkejut. Meskipun wanita itu dengan cepat mengubah ekspresi wajahnya, tetapi Ganesha tetap menyadarinya. "Kau ke rumahku? Maafkan aku. Kemarin aku sedang pergi bersama temanku," ucap Sandra dengan raut wajah menyesal.

"Apa temanmu itu pria, atau wanita?" tanya Ganesha penuh selidik. Ia menaikkan sebelah alisnya kala menatap ke arah Sandra.

"Tentu saja wanita! Aku ini tidak berteman dengan pria mana pun, kecuali kau!" tegas wanita itu. Namun, sama sekali tidak membuat hati Ganesha menjadi tenang.

"Jadi, kau mengaggapku sebagai teman?" Pria itu kembali bertanya.

Sandra terkekeh pelan mendengar pertanyaan tersebut. "Kenapa kau merasa seperti itu? Ada-ada saja! Aku rasa, kau tahu apa yang kumaksud."

Ganesha tersenyum miring. "Aku rasa, kau juga tahu apa maksudku."

Sandra mengernyit. Ia lantas kembali menatap Ganesha dengan skeptis. "Apa maksudmu?"

"Aku melihatmu bersama pria lain di minimarket kemarin sore," ucap Ganesha tiba-tiba.

Sandra terperanjat. Ia sungguh tidak menyangka bahwa Ganesha akan menangkap basah dirinya kemarin. "Kemarin?" tanyanya dengan hati-hati.

"Ya." Ganesha mengangguk pelan.

"Kau pasti salah lihat! Kemarin sore aku bersama temanku! Wanita! Dia adalah Karina!" Sandra terdengar panik.

"Hei .... Hei ...." tahan Ganesha. Ia tersenyum tipis. "Kenapa kau panik?"

"Aku tidak panik!" elak wanita itu.

"Lalu, kenapa terburu-buru seperti itu?" Ganesha bertambah yakin jika kekasihnya berselingkuh di belakangnya. Lihat saja pada reaksi Sandra yang terlihat kelabakan menanggapi pertanyaannya itu.

"Tidak. Kau salah paham. Kemarin sore aku bersama Karina. Aku akan menghubunginya sekarang. Kau bisa menanyakannya sendiri padanya," ucap Sandra yang berusaha setenang mungkin.

"Kau terus menyebutkan kemarin sore. Padahal, aku tidak memberitahumu tentang kapan aku melihatmu bersama pria itu," celetuk Ganesha. Membuat Sandra dirundung frustasi.

"Aku– aku–"

"Mengaku saja," ucap pria itu.

"Kau salah paham. Ray hanya menemaniku berbelanja. Itu saja. Kami tidak melakukan apa-apa." Sandra masih berkelit.

"Ray?! Jadi, pria yang bersamamu kemarin adalah Ray?!" Pria itu tak dapat menyembunyikan keterkejutannya. Ia bahkan menyentak kasar tangan Sandra yang semula menyentuh lengannya.

"K-kenapa? Aku dan dia benar-benar tidak ada apa-apa." Sandra semakin gugup mendapati tatapan tajam dari Ganesha.

Pria itu tak menjawab. Ia memilih pergi begitu saja, tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

***

Geisha berjalan gontai menyusuri trotoar jalan. Ia nyaris seperti orang gila saat ini. Rambutnya sedikit berantakan, wajahnya sembab dan kusam, dengan sedikit lebam dan luka di sudut bibirnya.

Setelah dari kantor Ganesha tadi, ia berusaha kabur dari kekangan penagih hutang. Mereka sempat berhasil menahan Geisha yang berusaha melarikan diri. Beruntungnya, gadis itu memiliki ide untuk menggigit lengan pria-pria itu dengan sekuat tenaga, hingga menimbulkan bekas luka yang cukup parah. Jadi, ketika kedua pria tersebut lengah, ia segera berlari secepat kilat.

Geisha kembali mengingat tentang percakapannya dengan Ganesha tadi. Pria itu menawarkan sebuah perjanjian yang bernilai fantastis untuknya. Satu milyar bukanlah angka yang sedikit bagi seorang gadis miskin seperti Geisha.

Ganesha berjanji akan membayarkan hutangnya. Namun, ia juga menginginkan agar Geisha menjadi pelayan pribadinya. Tentu saja hal itu membuat Geisha berinisiatif untuk kabur saat melihat pria tersebut keluar dari area kantor, dan meninggalkannya tanpa penjagaan sama sekali.

"Ayah, Ibu, kenapa kalian pergi meninggalkan hutang untukku? Hanya hutang yang kalian wariskan padaku! Lihat aku sekarang!" gerutunya sepanjang jalan. Sesekali, gadis itu menendang trotoar di bawahnya.

"Kenapa kalian tidak membawaku mati bersama kalian saja?!" Ia mendengus keras, sebelum akhirnya memutuskan untuk duduk di sebuah bangku taman yang ia lewati.

Geisha merasa lapar dan lelah. Ia baru ingat bahwa dirinya belum makan sejak kemarin pria-pria penagih hutang itu membawanya.

"Lebih baik mati kelaparan, dari pada harus mati karena disiksa oleh orang-orang jahat tak berperikemanusiaan." Geisha membaringkan tubuhnya pada bangku tersebut. Beruntungnya, ia tadi sempat mencuri jas milik Ganesha yang tergeletak di atas kursi. Jadi, dirinya menggunakan jas kebesaran itu untuk menutupi tubuhnya yang hanya mengenakan gaun seksi sejak semalam.

"Hmm .... Biarkan aku tidur barang sebentar," gumamnya sebelum menutup mata. Tanpa sadar, ia tertidur hingga sore hari di saat langit mulai sedikit gelap dipenuhi oleh awan mendung.

Geisha terbangun kala mendengar guntur yang menggelegar di langit. "Aku harus pulang."

Baru saja gadis itu keluar dari area taman menuju trotoar, kedua pria yang sejak kemarin terus-terusan menahannya itu kembali menangkapnya. "LEPAS!" teriak Geisha.

Gadis itu menjerit meminta pertolongan. Berharap seseorang akan mendengarnya, kemudian menghampirinya dan bertindak sebagai pahlawan yang siap menyelamatkannya.

"Dasar jalang!" maki salah satu pria itu sembari mendorong Geisha masuk ke dalam mobil. Ia mengacungkan sebuah belati untuk menakut-nakuti gadis itu.

Geisha bergemetar di atas tempat duduknya. "Kalian akan membawaku ke mana?" tanya gadis itu dengan suara lirih. Ia sungguh takut bila dirinya harus kembali dijual.

"Tuan kami ingin bertemu denganmu."

Geisha menelan ludahnya dengan susah payah. Bola matanya melirik ke sana kemari dengan gelisah. Ia tak dapat menutupi rasa takutnya di sepanjang perjalanan. Hingga tibalah mereka di sebuah mansion mewah.

"Ini orangnya, Tuan. Dia putri Abraham dan Wiga." Salah seorang penagih hutang itu mendorong pelan tubuh Geisha untuk menghadap seorang pria yang duduk pada kursi kebesarannya.

Pria itu menyesap cerutu di tangannya. Ia sedikit mengamati penampilan Geisha yang kini terlihat mengenakan sebuah jas yang kebesaran. "Bagus," ucapnya seraya meniupkan asap dari cerutunya.

Geisha terbatuk-batuk kala kepulan asap rokok itu terhirup olehnya.

"Tuan, apa yang Anda lakukan?" Gadis itu bergemetar ketakutan kala pria dewasa itu sudah berdiri di hadapannya, kemudian melepaskan jas yang sejak tadi ia kenakan.

"Karena kau tak kunjung membayar hutangmu, maka kau harus melayaniku malam ini."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status