Home / Romansa / Wanita Penghibur / pekerjaan sebagai kedok

Share

pekerjaan sebagai kedok

Author: Hitam Putih
last update Last Updated: 2022-05-27 21:05:41

"Lagi-lagi telat. Telat, telat, dan telat. Niat enggak sebenarnya kamu kerja di sini?"

Ibu Helni langsung memarahiku begitu sampai, toko sudah buka, dan bahkan semua barang-barang sudah dikeluarkan. Satu teman karyawanku juga terlihat santai sambil duduk menunggu pembeli. Biasanya bila tidak ada pembeli ia akan mengelap bagian-bagian yang kotor. Rupanya ia sudah selesai pada tugas apa pun.

"Saya mau beli bakso, laper. Ibu mau dipesankan?"

Aku mengeluarkan rayuan mautku, wanita bersanggul dengan urat leher kebiruan itu perlahan melirik padaku lalu menetralkan suaranya, ia mengangguk.

Aku langsung tersenyum dan pergi, aku memang selalu berhasil untuk mengajaknya berdamai. Senyumku jadi sedikit lebar, langkahku makin gontai memasuki warung bakso yang berada tepat di depan toko Ibu Helni. Jaraknya sekitar sepuluh meter dan hanya dipisahkan jalan raya yang sesekali dipenuhi kendaraan berlalu lalang. Tangan aku angkat sekadar memberi isyarat sebelum berjalan, lalu segera melangkah, tetapi ....

"Ikut!"

Entah dari mana seseorang sudah menarikku dan membawa masuk angkot. Aku tergagap dan tak bisa menolak. Semuanya terlalu tiba-tiba, lebih lagi saat mendapati sosok yang menjadi pemilik tangan itu. Lelaki bermanik mata hijau dengan rambut sedikit gondrong, tetapi tetap terlihat tampan dengan kulitnya yang kuning langsat dan bibir bawahnya yang membelah.

"Nona, ini kamu, Kan?"

"Nona siapa? Lepas!"

"Jangan pura-pura!"

Tangannya masih belum lepas menarikku. Hanya ada aku dan dia di angkot ini? Apa ia baru saja merencanakannya dan membuat angkot sesepi mungkin?

"Nama saya Rahma, Anda salah orang! Lepas!"

"Bohong!"

Ray makin mengeraskan tarikannya, bahkan sudah mirip cekalan. Lelaki ini benar-benar kurang ajar, apa ia tak punyak kerjaan sampai harus mengurusi orang lain?

"Anda mau apa? Saya harus kerja. Jangan halangi jalan saya. Minggir!"

Aku masih berusaha tenang, meski tak urung nadaku mulai meninggi. Lengan berkali-kali coba aku hentakkan, tetapi yang ada lenganku makin memanas karena cekalannya.

"Kita baru tadi malam melakukannya. Apa ingatanmu sependek itu sampai melupakannya?"

Aku mendelik, dadaku makin memanas.

"Melakukan apa, hah? Omong kosong! Saya tak kenal Anda!"

Ray tersenyum sinis, tatapannya makin lekat, dapat aku temui keyakinannya melalui senyum itu.

"Apa sebegitu miripkah sampai suaramu juga sama, Nona Bintang?"

"Saya Rahma, harus berapa kali Saya katakan, hah? Anda salah orang!"

"Tidak mungkin! Kau buktikan dulu. Aku akan melepaskan kalau ada bukti."

Ia tak kalah sengit mengatakannya. Bibirnya setengah tersenyum sinis. Mendadak aku menggigit lalu mendorongnya. Sudah itu aku memilih keluar dari angkot dengan tubuh setengah meloncat. Orang lain bisa memperlakukan apa pun pada tubun Nona Bintang, tetapi tidak dengan Rahma!

****

Napasku sedikit ngos-ngosan, keringat sebesar biji jagung membanjiriku. Ini melelahkan, meski akhirnya Ray tidak mengejarku, tetapi aku lebih memilih lari. Apa pun topengku haruslah tetap menjadi rahasia. Tak ada siapapun yang bisa tahu, meski itu Ray.

"Kau kenapa?"

Airin sedikit menyenggol lenganku dengan kerutan kening, dia teman kerjaku. Sepertinya ia baru saja melayani pelanggan, ia bahkan belum selesai membuang tumpukan sampah yang kurasa berasal dari dalam tas. Ia menuntunku duduk dan mengisyaratkan untuk membuang sampah.

"Pelanggan di club?" Ia sedikit mengecilkan suaranya, mungkin khawatir Ibu Helni mendengarnya. Wanita itu sudah merengut lagi padaku, mungkin karena baksonya gagal aku beli. Aku tidak mau terlalu mengambil risiko, bisa saja Ray menemuiku lagi. Uh, kenapa juga tadi harus bertemu?

"Dia mengejarku. Dia menyakini aku sebagai Nona Bintang."

Airin terbelalak, mulutnya menganga. Aku mendadak mendengkus sembari sedikit mengibaskan tangan di depannya. Ini bukan pertama kalinya aku cerita, harusnya ia tak perlu seterkejut itu, bukan?

"Kamu itu harusnya berhenti kerja di sana, Ra. Ntar bisa dituduh pelacur lo. Mau kamu dapat titel itu? Ndak keren tau!"

"Ah, kamu selalu itu-itu saja. Bosan aku, Rin."

Kukibaskan tangan lagi. Gadis ini memang tidak tahu apa pekerjaan asliku. Yang ia tahu aku hanya bekerja di sini dan bekerja sampingan di sebuah club sebagai waiters, tetapi inilah dia, aku memang tak ingin siapapun tahu.

Assalamualaikum cinta sejati ....

Assalamualaikum kekasih hati ....

Nada Assalamualaikum Beijing dari hp androidku mengalihkan perhatian. Aku angkat, tetapi sebelumnya sudah memilih ke kamar mandi. Dari Ray, tumben dia harus meneleponku. Apa ingin membahas hal tadi? Ah, ini benar-benar melelahkan!

"Kau bisa menemuiku?"

Tanpa basa-basi ia sudah mengajakku. Nadanya sedikit pelan meski masih terdengar ciri khas manjanya. Itu nada yang sama tiap kali ia meminta Nona Bintang melayaninya, tetapi aku Rahma, saatnya menjadi Rahma. Lagipula kenapa harus aku, ada istrinya yang cantik bisa menemaninya. Bukankah mereka sudah berkumpul lagi?

"Na, kamu bisa dengar aku? Please ... aku butuh kamu."

Suaranya terdengar lebih parau, ada apa dengannya? Apa sikapku yang mengabaikan perkatannya menyinggungnya?

"Aku kerja, kau tau, 'kan, aku punyak kesibukan sendiri."

"Na, dunia seperti itu membosankan. Ayolah, kita tidak pernah sehari pun melewatkan waktu bersama selain malam. Aku juga ingin bicara."

"Bicara apa?"

Aku masih berusaha tegas meski jujur sedikit deg-degan. Ini bahaya, aku tahu Ray. Lelaki itu sedikit banyak bisa sensetif, apa ia hendak melakukan sesuatu karena masih menyakini tentang dugaan tadi? Apa ia akan memaksaku mengaku kalau Rahma dan Nona Bintang adalah orang yang sama? Oh no! Aku saja tak mengakui itu. Bagaimana mungkin ia bisa menghakimi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Wanita Penghibur   Curiga

    Apa Gana menjebakku? Apa dia yang mencampur obat bius pada jus yang aku minum? Kalau memang benar kenapa Gana bisa seberani itu?Aku tahu sekali siapa Gana, Mami Berta menjadikan Gana orang kepercayaan bukan tanpa alasan. Gana tidak pernah melanggar aturan yang ditetapkan Mami Berta, dan tidak menggangguku adalah aturan yang sejak dulu Mami buat untuk Gana, apalagi Gana juga selalu menujukkan tidak pernah mau berurusan dengan keluarga Bagaskara. Tetapi sekarang? Apa dan kenapa?[Kamu sudah pulang, Rahma?] Itu dari nomor asing, aku baru membacanya setelah naik grab. Nomor itu ternyata bukan sekali itu mengirimiku pesan tapi juga semalam? Sekitar jam 21:40, dan hanya berisi kamu kenapa lama di dalam, Ra? Saat melihat di foto profilnya, dia ternyata ... Ravan?Astagfirullah, apa yang sebenarnya sudah Rav ketahui selama ini? Jelas sekali bohong kalau dia tidak tau apa-apa, kehadiran Rav tiba-tiba tadi malam sudah cukup membuktikan itu, ditambah lagi

  • Wanita Penghibur   Kesalahan

    "Gue pikir lo gak bakal ke sini lagi, Nona. Apa jadi Nyonya Bagaskara masih buat lo belum cukup uang? Atau karena lo kangen gue?"Gana mendekat, merangkul pinggangku, lalu meminta ditambahkan minuman, dua botol minuman sudah dibawa salah satu pelayan, bersamaan dengan Cha dan Pak Andro yang baru saja keluar. Dua orang itu anehnya bersikap seolah tak mengenaliku, Pak Andro terlihat lebih fokus pada Cha yang mabuk."Gue mau lo bantu gue!" Aku sedikit berkelit, mengeluarkan hp lalu menujukkan pada Gana. Gana melirik sekilas lalu langsung mengangkat tangan."Gue gak bisa!" Tubuh Gana bahkan pindah lalu duduk berhadapan denganku."Gan, lo udah menguasai jual beli di dark web maupun situs-situs gelap lainnya. Lo gak mungkin gak bisa.""Kalau lo tau situs-situs itu lo seharusnya bisa belanja sendiri, Nona! Gak perlu minta tolong gue! "Konyol! Selama jadi Nona Bintang aku tak pernah tahu urusan hal-hal seperti itu. Sekalipun p

  • Wanita Penghibur   Tempat yang Sama

    Ray tidak berbicara denganku lagi. Setelah pertengkaran kami siang tadi, dia lebih banyak diam, atau lebih tepatnya hanya mendiamkanku? Astaga, padahal seharusnya aku yang lebih berhak marah. "Kalau ada masalah, dibicarakan baik-baik, jangan saling diam. Hidup berumah tangga itu sudah pasti ada cobaannya."Ibu sampai setengah memperingati, mungkin karena selama di meja makan Ray bersikap tak kalah menyebalkan dibanding aku yang lebih banyak diam. Chayra sendiri sampai menghubungiku berkali-kali. Entah dari mana dia tahu, tapi dia kadang terkesan cerewet.[Teteh dan Kak Ray baik-baik saja, 'kan? Jangan marah sama Kak Ray, Teh. Kak Ray gak salah][Arkan memang suami Cha, Arlis yang bohong. Kalau saja Teteh marah karena salah paham]Sok tahu! Aku bahkan tidak mempermasalahkan dramanya itu, tetapi Cha? Sikap dan penjelasannya itu yang seolah ingin menunjukkan semuanya justru membuatku ada yang tidak beres. Bukankah sesuatu yang ditunjukkan l

  • Wanita Penghibur   Lelaki dari Masa lalu

    “Ramha?”Pak Andro menyebut namaku tapi yang dilihat kemudian adalah Ray, ia bahkan setelahnya berpaling pada Ibu.“Kau di sini sedang apa, Rahma?” Pertanyaannya terkesan wajar, tetapi aku merasa itu lebih sebagai peringatan, lebih lagi setelah melihat tatapan nakalnya.“Bapak mengenal putri saya? Maaf, bapak siapa ya?” Ibu maju satu langkah, mendekat pada pak Andro. Wajah Ibu terlihat kebingungan, Ibu Rana dan Cha sendiri terlihat tak kalah kebingungan, hanya Ray yang seperti membeku dan mematung.“Apa bapak mengenal anak saya?” Ibu sampai bertanya sekali lagi, Pak Andro melihat padanya, senyumnya menyeringai, ia mendekat padaku.“Mengenal? Tentu, tentu saja saya mengenal, bahkan saya sangat mengenal putri anda. Dia–”“Diam!”Ray tiba-tiba mendorong tubuh Pak Andro, menarik lenganku lalu cepat-cepat membawa aku dan Ibu pergi.***flashback Lelaki itu bermata sipit dengan hidung

  • Wanita Penghibur   Drama

    "Apa ini, Lek? Apa?"Ibu seperti tak percaya, ia menunjuk foto-foto di hadapan kami, foto saat aku menjadi Nona Bintang, foto saat aku bekerja di toko baju, foto saat aku didandani, foto saat Nona Bintang berhadapan dengan banyak lelaki di club dan--"Itu nggak benar Bu, itu nggak benar, jangan percaya!"Aku buru-buru mengambil foto-foto itu, hendak membuangnya tetapi ibu lebih dulu menahan, Matanya kilat menatapku. Jelas sekali ada kemarahan di mata ibu, tetapi sekaligus ada kepedihan di sana. Aku sampai berpaling, tidak berani sekadar bersipandang dengan Ibu."Kalau tidak benar, kenapa bisa ada foto-foto ini. Kenapa? Apa yang sebenarnya Rara sembunyikan dari ibu?”"Tidak ada, Bu, tidak ada yang Rara sembunyikan. Itu pasti editan, ibu jangan percaya. Jangan percaya!"Aku menggeleng cepat, berusaha menyakinkan, tetapi yang ada perasaanku semakin cemas, aku bahkan masih tidak berani sekadar menatap ibu."Kalau memang edit

  • Wanita Penghibur   Alibi

    "Kalian bertengkar? Kenapa? Ada apa?"Ibu bertanya pelan setelah duduk di sampingku. Ini sudah jam 9 malam, seharusnya sudah waktunya istirahat tetapi kegaduhan kami tadi sepertinya sudah cukup menyita perhatian banyak orang termasuk ibu. Aku bahkan seperti melihat lagi tatapan orang-orang yang menatap kami tadi saat berciuman, mungkin bukan sesuatu yang salah karena kami sudah memiliki ikatan suami istri, tapi tidak dengan di depan banyak orang, apalagi aku terbiasa hidup di desa dengan aturan-aturan yang masih terlalu tabu untuk hal-hal seperti itu. rasa-rasanya itu tak lebih dari dilemparkan kotoran ke wajahku. "Kami tidak kenapa-kenapa, Bu, kami hanya sedang salah paham saja, kami sudah baikan." Aku seolah tidak mau membahas lebih lanjut, Ibu menatap sekilas tetapi setelahnya dia mengeluarkan hp dari saku bajunya. Hp android dengan casing warna tosca dan gambar kucing, hp itu ..."Ini hp Rara!" Aku merebut hp itu cepat, Ibu sempat mendelik s

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status