"Malilah! Jangan pergi dulu. Kita bicarakan baik-baik semuanya!" Hanan bergegas menuju pintu tapi Bu Ratih yang sudah menduga ia akan mengejar Malilah langsung menangkap tangan Hanan dan mencengkramnya kuat-kuat.
"Hanan! Biarkan dia pergi, atau ibu yang pergi dari rumah ini!" Ancam Bu Ratih dengan nada sangat marah.
"Ma! Aku hanya ingin mencarinya sekali ini saja. Sekali ini saja, Ma. Kasian Lila Ma, dia enggak punya uang sepeser pun, kasih kesempatan dia sekali lagi, Ma ...." pinta Hanan memelas berulang kali.
"Kamu sudah berlebihan memberi dia uang. Enggak perlu dikasihani lagi, Hanan! Biarkan dia menjauh dari hidupmu!" Kecam Bu Ratih makin marah.
"Maaa! Tolong Ma .... sekali ini aja. Tolong ijinkan aku mencari Malilah dan membawanya kembali pulang, Ma!"
Hanan merendah dan berlutut di depan ibunya. Kedua tangannya ia tangkupkan di dada.
"Demi apa kamu sampai memohon seperti ini, Hanan? Sejak kapan kamu mau merendah
"Assalamu'alaikum, Bu," Hanan mengetuk pintu dengan suara lemas sekembalinya dari mencari Malilah."Walaikumsallam."Bu Ratih bergegas membuka pintu dan langsung berbalik tanpa melihat apalagi bertanya. Ia menampakkan ketidakperdulian secara terang-terangan.Oeek! Oeeek! Oeeek!Hanan bergegas mandi mendengar suara Arumi menangis. Perasaannya mendadak berdebar. Hanan mendadak takut Arumi tidak bisa didiamkan."Arumi sayaang," Hanan mengangkat putrinya ke pangkuan. Bu Ratih melangkah keluar. Tak lama kemudian Bu Ratih kembali dengan membawa sebotol susu dalam dot."Ini!" Sodornya Pada Hanan yang kebingungan mendengar Arumi menangis. Hanan meletakkan kembali Arumi di kasur, dan menyodorkan botol susu ke mulutnya. Tapi Arumi seperti menolak. Ia terus saja menangis. Ia bahkan memuntahkan kembali susu yang sudah masuk ke tenggorokannya. Hanan menyapu keringat dingin.Hanan baru menyadari, hampir sebulan ini ia tak pernah mengurus
"Apa yang harus kulakukan?"Hanan tak tahan mendengar Arumi menangis, tapi tak tega meninggalkan Bu Ratih yang terus meringis kesakitan dengan mata terpejam memegang dadanya.Akhirnya Hanan memutuskan untuk menggendong ibunya ke kamar. Dengan susah payah, akhirnya Hanan bisa membawa tubuh ibunya ke pembaringan di kamar Arumi.Hanan menatap Arumi yang menangis lalu menatap ibunya yang masih merintih kesakitan."Kenapa boboknya cuma sebentar, Nak? Rumi lapar?" ucap Hanan sambil mengangkat untuk menggendongnya. Arumi menggeliat-geliatkan badan dalam gendongan Hanan sambil mengucek wajah dengan tangan kecilnya.Bu Ratih berusaha duduk sambil memegang dadanya. Hanan meletakkan Arumi yang agak tenang kembali berbaring, lalu keluar untuk mengambil air hangat."Minum dulu, Ma," ucap Hanan sambil membantu ibunya duduk. Setelah meminum beberapa teguk air, Bu Ratih kembali berbaring."Sudah enakan, Ma?" tanya
"Siapa yang bertamu malam-malam, Fania?"Suara seorang wanita dari dalam menyusul. Wanita yang bernama Fania tadi menggeleng.Tak lama kemudian wanita berusia lebih muda dari Bu Ratih keluar dan menampakkan keterkejutan yang luar biasa melihat kedatangan Hanan."Ada apa? Kenapa datang malam-malam membawa Arumi, Hanan? Fania belum bisa menerima Arumi," wanita tersebut panik."Bu, Mama sakit. Sepertinya tekanan Mama naik lagi. Harus di bawa ke rumah sakit," ucap Hanan."Ada apa?" Seorang lelaki menyusul keluar, dan lagi-lagi menampakkan ekspresi yang sama begitu melihat Hanan menggendong Arumi."Hanan. Kenapa datang membawa Arumi kesini? Bukankah kemaren mamamu yang bersikeras mengantar Fania ke sini dan menjauhkannya dari Arumi?" ucap lelaki tersebut sedikit gusar."Pak, Bu. Saya mohon. Mama sedang sakit. Aku titip Arumi sebentar saja selama kami di rumah sakit. Ini ASI untuk Arumi tolong taruh
"Pa, Pa! Kenapa dia bawa cucu kita ke kamarnya, Pa?" Bu Heni baru tersadar dari kebingungannya setelah Arumi sudah dibawa Malilah keluar.Pak Irman tak menjawab namun langsung keluar mengejar Malilah."Hey, Lila. Kenapa kamu membawa Arumi? Siapa kamu?"Pak Irman dan Bu Heni menghalangi langkah Malilah di depan pintu kamarnya."Pak, Bu. Tolong ijinkan saya menidurkannya sebentar. Nanti ... saya akan jelaskan!"Tanpa sadar Arumi menerobos masuk kamar di sela tubuh Pak Heni dan Pak Imran yang sama-sama masih berdiri di pintu. Walau tak habis pikir, tapi kedua majikan barunya itu pun langsung menyingkir.Malilah seperti bermimpi. Baru saja ia menangis, dan kini orang yang membuatnya menangis sudah berada di sisinya. Sementara di luar kamarnya, Pak Irman dan Bu Heni yang masih bertanya-tanya tak bisa tidur. Antara was-was dan bingung mereka mondar-mandir menunggu Malilah keluar."Pa, kok enggak keluar-keluar ya? Siapa dia ya? K
Di Rumah Sakit, Hanan tak bisa fokus menjaga ibunya di rumah sakit. Setiap saat pikirannya hanya tertuju pada Arumi. Ia meraih ponsel dan mencoba menghubungi nomor mertuanya. Tak diangkat walaupun tersambung berkali-kali. Hati Hanan makin cemas."Jangan-jangan Arumi nangis lagi, sehingga mereka tak mendengar suara panggilanku berkali-kali?"Hanan mengusap wajah resah. Mendekat pada ibunya yang sejak tadi tak mengeluarkan sepatah kata pun. Bu Ratih mendadak bagai boneka. Hanya diam dan menerima saja apapun yang dilakukan perawat terhadapnya.Sebaliknya Fania juga tak ada berbicara apa-apa. Mereka bagai tiga orang asing yang baru bertemu. Terlihat begitu canggung."Fan, kamu lapar?" tanya Hanan memecah keheningan. Fania menggeleng."Aku ... mau minum aja!" Jawab Fania.Hanan menyodorkan sebotol minuman ke tangan Fania. Ia menatap Fania dengan perasaan kosong."Mas, Mama bakal lama enggak di sini?"Hanan me
"Maaf Mas. Tadi yang menjaga pasien mengatakan tiba-tiba dia menjerit sendiri. Ketika kami datang pun dia masih menjerit-jerit seperti melihat sesuatu yang menakutkan. Sejak itu tekanannya langsung naik melebihi sebelumnya. Tolong pasien dijaga dengan baik. Karena bila tekanan melebihi angka 200 bisa mengakibatkan pembuluh darah pecah," saran Dokter. Hanan mengangguk."Oh, ya. Mas. Ibunya ini juga mengalami gejala stroke ringan. Makanya kalau sakit sering susah bicara.""Jadi, apa yang harus aku lakukan, Dok?Apa mama bisa sembuh?"Hanan terkejut mendengar penjelasan Dokter."Tenang. Hanya gejala ringan. Jadi tidak boleh terlalu capek dan tidak boleh terlalu banyak pikiran saja untuk menjaganya. Perbanyak jalan-jalan di bawah Sinar matahari pagi," terang Dokter membuat Hanan sedikit lega.***"Malilah, ini ASI untuk Arumi. Karena dia lebih tenang dengan kamu, maka selama Arumi di sini, tugas kamu dialihkan mengurus dia saja!" ucap Bu Heni sambil
"Hanan! Apa yang kamu lakukan? Siapa Dia?" tanya Bu Heni langsung berdiri."Bu ... dia ini .... pengasuh Arumi, sekaligus Ibu ASI untuknya," sahut Hanan membuat Fania langsung menarik tangan Hanan menjauh dari Malilah. Raut wajahnya jelas memperlihatkan ketidaksukaan besar. Sementara Bu Heni langsung menatap Malilah tajam."Ayo, Mas. Aku pulang. Ayo! Kita pulang. Mulai hari dia bukan pengasuh Arumi. Dia pembantu di sini," ucap Fania sambil merebut paksa Arumi dari tangan Bu Heni."Fania! Bisa enggak kamu memperlakukan Arumi lebih lembut?" Hanan mendekat dan mengambil Arumi dari tangan Fania.Arumi yang kaget karena diangkat dengan gerakan kasar langsung menangis. Hanan langsung mendekat pada Malilah kemudian menyerahkan Arumi. Tak tega mendengar suara tangisan Arumi, Malilah langsung menyambut. Sebentar saja Malilah menenangkan Arumi, tangisnya perlahan reda."Mas! Aku mau ikut. Pokoknya aku mau ikut!" ucap Fania memaksa sambil me
Semua pembantu Hanan sebelumnya memanggil dengan sebutan demikian. Malilah tak menjawab, hanya mengangguk sambil tersenyum.Fania kemudian membantu Malilah membawa barang-barangnya kembali ke depan menemui Hanan. Wajah Hanan langsung tersenyum cerah melihat hal itu."Bu Heni, Maaf!" ucap Malilah merasa tak nyaman, baru sehari bekerja langsung ditinggalkan.Bu Heni hanya mengangguk singkat. Menghadapi situasi saat itu, bingung ia ingin berkata apa. Semuanya jadi serba salah. Malilah mengambil Arumi dari tangan Bu Heni, lalu mereka pun berpamitan.Hanan meraih tas Arumi juga tas Malilah yang kerepotan menggendong Arumi. Fania langsung merebut tas Malilah dan mengganti dengan tasnya yang tidak seberapa besar. Walaupun susah payah, ia lebih memilih membawa tas Malilah. Sepertinya ia tak rela suaminya membawakan tas orang lain.Sampai di mobil, Bu Ratih terkejut bukan kepalang. Bu Ratih tak menyangka Hanan akan keluar berbarengan dengan Fani