Share

Bab 7. Siapa Dia, Papa?!

Penulis: Ayunina Sharlyn
last update Terakhir Diperbarui: 2024-02-29 15:12:19

"Aku bawakan sarapan, Pak. Masih hangat." Shiany menyodorkan kotak berwarna coklat di depan Gio.

Gio mengusap-usap mata dan wajahnya. Dia masih harus memaksa dirinya segera dapat kesadaran lagi. Ya, dia tidak sedang bermimpi. Shiany memang datang menemuinya di rumah sakit.

"Dari mana kamu tahu aku di sini?" Gio tidak bisa basa-basi. Dia tidak menerima kotak yang masih terulur di depannya. Dia menatap Shiany dengan pandangan tidak suka.

"Itu gampang sekali, Pak Gio. Media sosial bisa menjawab apapun yang kita tanya dan menunjukkan apapun yang kita perlu," jawab Shiany.

Ya, kenapa tidak terpikir oleh Gio? Anak-anaknya bisa saja meng-up load yang terjadi pada Felipe. Mudah saja mencari jejak digital.

Dia duduk di samping Gio sambil memegang kotak yang ditolak Gio. Gio berdiri, mendekati Felipe. Anak muda itu masih lelap dengan posisi kepalanya miring. Perlahan-lahan Gio membetulkan posisinya agar lebih nyaman.

"Hhmmm ..." Felipe bergumam. Sepertinya dia merasa ada yang mengganggu tidurnya.

Tangan Gio berhenti. Dia pastikan Felipe terbangun atau tidak. Untungnya Felipe tidak lagi bereaksi. Anak muda dengan rambut hitam lurus dan tebal itu kembali pulas.

Gio berbalik dan berjalan keluar ruangan. Lebih baik dia bicara dengan Shiany di luar saja. Shiany mengikuti Gio. Kotak makanan yang dia bawa masih ada di tangan.

"Pak, kok bisa kecelakaan seperti itu? Dia naik motor?" tanya Shiany. Dia penasaran juga ingin tahu apa yang terjadi.

"Kukira media sosial sudah menjelaskan semua." Gio memberi jawaban yang dingin, cuek, dan jelas dia terganggu dengan kedatangan Shiany.

"Tidak sedetil itu juga, Pak." Shiany menyahut. "Memang anak sekarang kalau bawa kendaraan semaunya. Kurang hati-hati. Jalanan seperti miliknya sendiri."

"Aku tidak pernah mengijinkan anakku membawa kendaraan di jalan kecuali dia sudah mendapat surat ijin resmi. Felipe baru 16 tahun. Dia belum pernah membawa kendaraan sekalipun di jalan raya." Gio merasa Shiany semakin lancang dan sok tahu dengan situasi dirinya.

"Ahhh! Luar biasa kalau begitu." Shiany tersenyum. "Pak Gio sangat tegas dan bijak dalam mendidik anak. Aku sungguh kagum."

Gio tidak terkesan dengan pujian dari Shiany. Dia tidak memberi respon apapun. Gio kembali melihat ke arlojinya. Sedikit lagi jam setengah enam pagi.

Hari mulai terang. Mentari belum tampak, tapi langit tdak lagi gelap. Gio duduk di kursi di depan ruangan sambil memperhatikan taman kecil di seberang. Shiany ikut duduk, tepat di samping Gio.

"Pak, ini sarapannya. Mumpung masih hangat. Nasi uduk spesial." Shiany kembali menyodorkan kotak di depan Gio.

"Terima kasih." Gio menerima kotak itu.

Senyum lebar Shiany merekah. Ternyata harua benar-benar sabar menghadapi duda tampan berkelas ini. Asal Shiany tidak menyerah, Gio pasti akan takluk juga.

"Papa?!"

Gio menoleh cepat mendengar panggilan itu. Shiany juga dengan segera menoleh ke arah yang sama.

Seorang gadis remaja yang cantik berdiri dengan tatapan aneh melihat pada Gio dan Shiany. Di belakang gadis itu ada seorang pemuda berkacamata, mirip sekali dengan Gio. Dia mengenakan seragam SMA.

"Hai! Pagi sekali kalian datang?" Gio bangkit dari kursinya dan berjalan mendekati kedua anaknya.

Wajah Maureen sangat ketus. Dia menatap galak pada sang ayah.

"Pagi, Papa." Pemuda di belakang Maureen menyapa. Suaranya pun sedikit mirip suara Gio.

"Pagi, Reggy." Gio menjawab sapaan anak sulungnya.

Mata Gio menengok pada Shiany yang memperhatikan mereka. Dari pandangan Reggy, Gio tahu, putranya sedang bertanya siapa wanita yang bersamanya.

Maureen dengan wajah kesal menatap tajam pada Gio. Pertanyaan yang sama pasti ada di kepala Maureen.

"Siapa dia, Papa?" Pelan tapi tegas, Maureen bertanya.

"Bu Shiany, salah satu rekan kerja Papa," jawab Gio tenang.

"Kenapa sepagi ini datang ke sini?" Pertanyaan Maureen berlanjut.

"Papa tidak tahu. Tiba-tiba saja dia muncul. Papa juga terkejut." Gio menjelaskan.

"Dari kapan dia di sini? Dia nemani Papa semalamam?" Pertanyaan makin jauh, seperti sedang memginterogasi.

Gio menarik napas dalam. Shiany memang bikin ulah saja dengan datang tiba-tiba begini.

"Nggak, Reen. Kira-kira setengah jam lalu dia datang," jawab Gio lagi.

"Oke." Kata itu Maureen ucapkan dengan nada seolah antara percaya dan tidak. "Aku yang jaga Felipe hari ini. Aku ijin ga sekolah. Papa pulang saja. Sempatkan istirahat sebelum ke kantor."

Maureen rupanya sudah mengatur jadwal mereka.

"Kamu ga ke sekolah?" tanya Gio. "Biar Bu Lasti saja yang jaga Felipe."

"Nggak. Gara-gara aku, Kak Felipe kayak gini. Aku harus tanggung jawab." Maureen menggeleng keras.

"Baiklah. Satu hari ini saja," ujar Gio menyetujui kemauan Maureen.

"Pak, gimana? Ga jadi sarapan?" Shiany tidak sabar karena didiamkan begitu saja.

Gio memutar badan. Shiany melangkah mendekat ke arahnya.

"Hai! Kalian anak-anak Pak Gio? Kenalkan aku Shiany." Tangan Shiany terulur pada Maureen sambil dia lepas senyum manisnya.

"Ah, maaf, Tante. Ga bisa salaman. Tanganku penuh." Suara galak Maureen terdengar. Dia memang memegang tas besar di tangan kiri, sedang tangan kanan ada ransel. "Aku mau ke dalam, lihat Kak Felipe."

Tidak menunggu lagi, Maureen langsung berjalan masuk ke dalam kamar. Reggy masih di situ, tapi jelas dia pun terlihat kikuk berhadapan dengan Shiany.

"Aku lihat Felipe bentar lalu ke sekolah, Pa. Try out ga bisa aku tinggal ," kata Reggy. Minggu-minggu itu memang sedang persiapan ujian kelulusan SMA.

"Ah, ya. Papa harap kamu tetap bisa maksimal, tidak terganggu konsentrasi karena Felipe," ujar Gio.

"Don't worry. I"ll do my best," sahut Reggy lalu dia beranjak masuk ke ruangan menyusul Maureen.

Shiany memandang hingga Reggy hilang di balik pintu lalu melihat Gio.

"Anak-anak Pak Gio udah segede itu. Itu semua beneran anak Pak Gio?" tanya Shiany seperti tidak yakin. Melihat penampilan keren Gio, dia kira anak-anak Gio belum berusia remaja.

"Ya, mereka anak-anakku." Gio berkata sambil melangkah mendekat ke ruangan, melihat ke dalam dari jendela kamar.

Shiany terdiam di tempatnya. Jujur saja, jauh dari bayangannya. Dia tahu Gio duda, pasti punya anak. Belum bisa yakin sebenarnya jika anak-anak Gio sudah sebesar itu. Yang sulung bahkan umurnya tidak terpaut jauh dengannya. Yang perempuan? Astaga! Judes sekali.

Tiba-tiba pintu terbuka dan Maureen berdiri di sana.

"Papa! Dicari Kak Felipe!" Maureen memanggil Gio. Jelas dia minta Gio masuk ke ruangan. Tatapan Maureen masih ketus, sama sekali tidak memperhatikan Shiany.

"Oke, Papa masuk," sahut Gio. Dia menoleh pada Shiany. "Sebaiknya Bu Shiany pulang saja. Terima kasih sudah datang."

Gio langsung beranjak, masuk ke ruangan bersama Maureen. Sebelum masuk, gadis remaja itu sempat melirik dengan tajam pada Shiany.

"Gila. Pak Gio sekeren itu, bikin jantung meletup-letup. Tapi, herdernya banyak. Ampun, dah." Shiany bicara sendiri.

Dia mengangkat kedua bahunya, menggeleng-geleng keras lalu meninggalkan tempat itu. Sepertinya dia harus berpikir ulang, bahkan berulang kali kalau mau merebut hati Gio. Lawan yang dia hadapi tidak kaleng-kaleng.

Di dalam kamar, Felipe sudah bangun. Dia duduk sambil makan roti yang Maureen bawakan.

"Pa, emang ada cewek ke sini? Aku kok ga lihat? Maureen sewot banget, tuh." Felipe menyambut Gio dengan kalimat yang tidak enak didengar.

Maureen pura-pura sibuk menata meja dan nakas di sebelah ranjang. Tapi sejujurnya, hati Maureen panas. Dia tetap memasang telinga menunggu jawaban dari papanya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Wanita Pilihan Duda Tampan Sedingin Kulkas   Bab 111. Tidak Akan Berubah

    Veronica mendorong Gio agar menjauh. Dengan cepat Veronica bangun dan turun dari ranjang besar itu. Veronica merapikan rambut dan baju yang dia kenakan. “Papa!!” Terdengar lagi teriakan Maureen. “Ah, aku salah strategi. Kenapa aku suruh mereka nyusul ke sini sekarang?” Kesal, Gio berkata. Veronica tersenyum mendengar kalimat itu. Dia mendekati Gio, mengecup pipinya, lalu cepat bergerak menuju ke pintu dan membukanya. Di depan pintu, Maureen berdiri memandang dengan cemas. Di belakangnya Felipe dan Reggy berdiri sama cemasnya, menatap Veronica. “Mama. Mama ga apa-apa?” Maureen mencermati Veronica dengan mata bergerak cepat melihat dari atas ke bawah. “Nggak apa-apa,” kata Veronica. “Papa mana?” tanya Felipe. “Ada di dalam. Masuklah,” jawab Veronica sambil membuka lebih lebar pintu kamar itu. Ketiga anak itu semakin bingung. Veronica terlihat baik-baik saja. Dia tampak tenang dan tidak ada lagi marah meluap seperti yang dia tunjukkan saat masih di rumah. Veronica mendah

  • Wanita Pilihan Duda Tampan Sedingin Kulkas   Bab 110. Di-prank?

    Gio mengepalkan tangannya menatap dengan marah pada Veronica. “Oh, kamu mencurigaiku?! Oke! Sekarang, kamu ikut aku. Biar kamu tahu sekalian apa yang aku lakukan tadi malam. Biar kamu puas!” Gio berkata lebih keras dengan wajah juga memerah. “Buat apa? Kamu mau kenalkan aku sama wanita itu? Buat apa!?” sentak Veronica. Geram makin melambung di dadanya yang terasa panas membara. Gio menarik lengan Veronica, tidak memberi kesempatan istrinya menolak. Sekalipun Veronica mencoba melepaskan tangan, Gio tidak melonggarkan pegangan tangannya. “Papa!” Maureen memanggil Gio dengan hati porak poranda. Dia marah, sangat marah papanya bertindak kasar pada Veronica yang tidk lain dan tidak bukan adalah istrinya. Reggy dan Felipe pun bergerak maju dua langkah karena sangat terkejut mendapati orang tuanya sampai ribut di depan mereka. “Kalian juga mau tahu!? Silakan menyusul. Aku akan share lokasinya. Jelas?” Gio melihat pada ketiga anaknya yang melotot dengan pandangan bingung bercampur

  • Wanita Pilihan Duda Tampan Sedingin Kulkas   Bab 109. Gio Makin Menakutkan

    “Hmm …” Veronica tersenyum tipis. Ya, kejutan luar biasa! Gio ada main hati dengan wanita lain di belakang Veronica. “Mungkin. Mama belum tahu.”Veronica berusaha tersenyum dengan tatapan tenang, meskipun hatinya terasa pilu.“Tepat banget lagi, Mama ultah di hari Sabtu. Semua ada di rumah,” kata Maureen dengan senyum lebar. “Ah, aku mau masak yang spesial buat Mama, deh, buat sarapan.”“Wah, terima kasih banyak. Tapi Mama mau pergi belanja. Di kulkas tinggal sedikit bahan makanan,” ujar Veronica. Rencananya ingin menenangkan diri harus dia lakukan.“Oke. Pas Mama balik, sarapan sudah siap.” Maureen berucap dengan dua jempol terangkat.Veronica melempar senyum kecil, lalu meninggalkan rumah. Veronica sengaja berjalan saja menuju ke swalayan yang ada di dekat distro. Dia akan ambil waktu di sana menenangkan diri sebelum nanti kembali ke rumah.Lantao 3 di distro memang jadi tempat para karyawan Veronica tinggal sejak Veronica menikah dan tinggal dengan Gio serta anak-anaknya. Ruangan m

  • Wanita Pilihan Duda Tampan Sedingin Kulkas   Bab 108. Dikhianati

    Veronica menoleh ke jam dinding di kamar, hampir setengah sepuluh malam. Gio belum juga pulang. Ke mana sebenarnya pria itu? Biasanya, dia akan memberitahu dengan jelas ke mana pergi, ada urusan apa, dan dengan siapa. Tapi kali itu, dia bukan hanya bersikap dingin, tetapi juga tidak mau bicara apapun pada Veronica. Bagi Veronica, sikap Gio itu kembali menjadi CEO tampan sedingin kulkas.Sekali lagi Veronica mengirimkan pesan pada Gio. Tentu saja berharap Gio akan membalasnya.- Kak, belum bisa pulang? Aku tunggu atau aku tidur lebiih dulu?Gio akhirnya membalas pesan itu, setelah hampir sepuluh menit berlalu.- terserahJawaban itu membuat Veronica kesal. Sedang sibuk apa, sih, sampai membalas pesan saja tidak bisa dengan kata-kata yang melegakan? Tidak sabar, Veronica menelpon suaminya. Beberapa kali mencoba, Gio pun menerima panggilan itu.“Kenapa?” tanya Gio datar.“Kakak ada apa? Beritahu aku yang jelas. Aku bingung dengan sikap Kak Gio,” kata Veronica tanpa basa-basi.“Jangan leb

  • Wanita Pilihan Duda Tampan Sedingin Kulkas   Bab 107. Apa Salahku?

    Hari hampir malam saat Gio tiba di rumah. Empat hari di luar kota, sangat melelahkan. Dia ingin sekali segera istirahat, bertemu keluarga, dan menikmati waktu untuk menyegarkan penat dirinya. Maureen menyambut Gio di depan pintu. Dengan senyum lebar dia memeluk kuat Gio. Meskipun sudah menjadi gadis dewasa, Maureen tetap saja manja. “Senang Papa pulang. Kak Reggy juga sudah di rumah. Lengkap keluarga kita,” kata Maureen masih bergelayut manja pada ayahnya. “Gimana Reggy? Dia baik?” tanya Gio sambil berjalan menuju ke kamarnya. “Baik. Lagi keluar sama Kak Sita. Biasalah, kangen-kangenan, hee … abis LDR,” jawab Maureen. “Reen masak apa buat makan malam? Papa lapar.” Gio meletakkan koper di dekat lemari pakaiannya. “Ada, udah siap. Tapi mama belum pulang,” kata Maureen. “Ga apa-apa. Ga usah tunggu, keburu sakit perut,” ujar Gio. “Oya, Pa, tiga hari lagi mama ultah. Mau bikin acara, ga?” tanya Maureen. “Oya?” Gio menatap Maureen. Bagaimana bisa dia tidak ingat? “Yaa … Papa sama

  • Wanita Pilihan Duda Tampan Sedingin Kulkas   Bab 106. Memandangmu, Memelukmu

    Pasak melangkah menjauh, Randy dan Maureen menuju motor. Tak lama mereka sudah di jalanan yang cukup ramai. Randy mengantar Maureen pulang. Di jalan dia cerita tentang Pasak. Dia pembalap yang sangat lihai dan tajam menyerang lawan. Kayak pasak menghujam tanah dengan dalam. Karena itu dia dipanggil Pasak. Satu lagi Maureen bertemu teman lama Randy. Dan dia mengatakan sesuatu yang memang Randy akui pada Maureen. Randy dulu suka balapan liar tapi dia sudah berhenti. Maureen tersenyum. Dia makin yakin, Randy sungguh-sungguh mau mengubah hidupnya. "Senangnya Kakak di rumah lagi. Kangen banget aku." Maureen memeluk Reggy yang baru masuk rumah. "Aku juga lega akhirnya kembali ke rumah. Kangen masakan kamu sama mama," ucap Reggy dengan senyum. khasnya. "Udah, Reggy istirahat dulu, nanti aja ceritanya," kata Veronica. "Bawa oleh-oleh ga, Kak?" tanya Maureen mengikuti Reggy ke kamarnya. "Ada. Pasti aku bawa buat adikku yang cantik ini." Reggy mengusap kepala Maureen. "Biar aku belum pern

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status