Share

Kenekatan Anya

Pagi hari pun telah tiba. Semua orang mulai melakukan aktivitasnya masing-masing. Tak kecuali dengan Anya. Dirinya telah selesai berpakaian rapih dengan atasan kemeja berwarna putih sedangkan bawahan memakai rok pendek berwarna hitam. Terlihat jelas bagaimana putih dan mulusnya paha Anya yang sebelum-sebelumnya hanya memakai daster saat berada di dalam rumah.

Dirga yang baru masuk ke dalam kamar tidur merasa heran melihat istrinya berpakaian seragam hitam putih. Dengan polosnya Dirga mulai bertanya dengan istrinya itu.

“Kamu mau kemana?” tanya Dirga.

“Kamu lupa?” tanya Anya heran.

“Iya, aku lupa” ujar Dirga sembari memegang kepalanya.

Anya yang tidak ingin naik darah mencoba untuk tenang. Ia pun kembali menjelaskan tujuannya untuk melamar pekerjaan. Mendengar hal itu, Dirga langsung menyadarinya. Dengan tegas Dirga tidak mengizinkannya untuk kesana.

“Aku yang kerja dan kamu cukup disini jaga rumah” ujar Dirga.

“Aku jaga rumah? Terus, bagaimana dengan hutang-hutang itu?” tanya Anya dengan sedikit kesal. Merasa suaminya tidak mempercayai keputusannya yang memang murni untuk membantu suaminya.

“Aku akan memohon pada rentenir itu untuk memberikan waktu selama satu bulan” ujar Dirga mencoba meyakinkan istrinya.

“Mas, kalaupun kamu diberikan waktu satu bulan sekalipun tidak akan pernah bisa kamu melunasinya! Ingat, hutangmu 20 juta bukan 20 ribu!” seru Anya kesal.

Melihat suaminya tetap melarangnya untuk bekerja maka Anya pun sudah tidak tahan lagi. Kehilangan kesabaran adalah kekurangan dari dirinya. Anya cepat bertindak namun terkadang juga gegabah hingga tak jarang menimbulkan masalah di kemudian hari.

“Pokoknya aku akan tetap optimis sama pendirian aku” ujar Anya.

“Kalau kamu masih seperti ini, sekarang pilih aku untuk tetap melamar pekerjaan atau kita bercerai?” tanya Anya dengan sinis.

Bagaikan tersambar petir, Dirga tidak kuasa menahan rasa sakit yang kini ia rasakan. Tidak percaya bahwa istrinya begitu mudah mengatakan pilihan cerai kepadanya hanya gara-gara urusan pekerjaan.

“Coba pilih Mas!!!” seru Anya tegas yang semakin mendesaknya.

Dalam kondisi linglung Dirga pun dengan terpaksa menyetujui pilihan istrinya. Baginya, Anya adalah segalanya dan Dirga tidak bisa hidup tanpa kehadiran istri tercinta. Melihat Dirga tidak semangat membuat Anya merasa bersalah. Dirinya tidak ingin hanya berdiam diri saja, Anya hanya ingin meringankan beban suaminya dengan cara ikut mencari nafkah.

“Sayang, aku sudah di tungguin sama Eleanor di luar pintu pagar rumah” ujar Anya.

“Iya, Sayang... Hati-hati” sahut Dirga.

Anya pun keluar dari rumah dan menemui Eleanor. Terlihat Eleanor merasa bosan lantaran menunggunya terlalu lama. Tidak ingin berlama-lama lagi, mereka pun memutuskan untuk berangkat Hari ini juga. Sepanjang perjalanan, Anya terus kepikiran akan suaminya. Dalam hati ia bergumam, “Aku janji sama kamu aku bakalan dapetin uang”

“Yah... Kok motor aku mogok sihh!” seru Eleanor.

“Mogok atau kehabisan bensin?” tanya Anya.

“He he... Kayaknya kehabisan bensin deh. Btw bantuin aku dorong motorku ya!” seru Eleanor.

Anya menghela nafas karena bukan kali ini saja Eleanor ceroboh, melainkan sudah beberapa kali. Dari sekian temannya yang paling menyusahkan itu ialah Eleanor. Namun, soal meminta bantuan pasti Eleanor paling bisa memberikan solusi. Contohnya hari ini, tidak berupa uang namun berupa informasi dan tenaga. Anya pun berjanji pada hatinya, jika suatu saat nanti dirinya sukses maka ia tidak akan pernah melupakan jasa Eleanor.

“Akhirnya nemu juga sama si penjual minyak bensin!” seru Eleanor sumringah.

“Bang, beli bensin yang dua puluh ribu!” seru Eleanor pada si penjual bensin pinggir jalan.

“Iya, Mbak” sahut si penjual bensin.

Eleanor pun membayar sebelum kembali melanjutkan perjalanan. Hingga akhirnya sampai juga ditempat tujuan. Dengan gugup Anya pun mengatakan bahwa apakah mungkin dirinya akan diterima? Eleanor tersenyum lalu berkata, “Beranikan aja dulu melamar kerja, soal diterima atau tidak itu urusan belakangan”

Mereka masuk ke gedung besar dan menuju ke ruang administrasi. Saat disana, Eleanor pun menjelaskan bahwa rekannya ingin melamar pekerjaan. Dengan disambut hangat oleh wanita cantik yang bertugas pada bagian administrasi, dia mengatakan bahwa surat lamaran itu cukup dititipkan saja padanya.

Karena masih ragu, Eleanor pun bertanya “Jadi, kapan dilaksanakan interview?” dengan ramah, wanita itu pun menjawab, “Tungguin saja. Jika ditelepon segera angkat” mendengar perkataannya, Eleanor dan Anya pun berterimakasih. Eleanor mengajak Anya untuk pulang karena mereka harus menunggu ditelepon oleh sekretaris untuk dijadwalkan interview.

“Tempatnya bagus sekali” ujar Anya sambil melihat sekeliling.

“Yaa ini tuh elite deh!” seru Eleanor.

Mereka pun memutuskan untuk masuk ke dalam mobil dan menuju pulang. Selama didalam mobil, Anya merasa gelisah. Ia teringat dengan Siska si rentenir itu. Takut bila suaminya akan dipermalukan. Eleanor dapat merasakan kegelisahan Anya.

“Sudah deh... Masalah interview jangan dipikirkan” ujar Eleanor sambil tersenyum.

“Eleanor, aku takut rentenir itu datang lagi ke rumah suamiku. Aku takut, dia mengamuk dan lebih parahnya mencantumkan banyak bunga pada hutang kami” ujar Anya lirih.

“Memangnya kamu enggak ada uang cadangan gitu? Coba saja aku ada tabungan, pasti aku kasih pinjaman deh. Tapi sayangnya aku gak punya uang sebanyak itu. Palingan cuma ada seratus ribu” ujar Eleanor.

Saat mereka sedang mengobrol didalam mobil, tiba-tiba saja terdengar suara dana sering panggilan telepon dari ponsel Anya. Betapa terkejutnya saat Anya mengangkat telepon itu yang ternyata adalah HRD dari model majalah dewasa! Katanya, hari ini juga Anya melakukan interview.

“Keren banget dah! Kuy kita balik!!!” seru Eleanor dengan penuh semangat dan dibalas anggukan pelan dari Anya.

Saat sampai, Anya langsung di hadapkan dengan wanita cantik yang bernama Pinkan. Dalam interview tersebut, Anya berusaha mungkin untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan sebaik mungkin. Melihat sorotan mata Anya yang kelihatan jujur maka Pinkan pun memutuskan untuk menerimanya hari ini juga.

“Baik, kamu saya terima untuk bekerja. Kamu boleh bekerja dari mulai hari ini” ujar Pinkan dengan santai.

“Ja... Jadi saya diterima kerja?” tanya Anya yang merasa tidak percaya.

“Iya, benar sekali” ujar Pinkan.

“Terimakasih banyak!” seru Anya yang penuh dengan keharuan.

Anya keluar dari pintu HRD sambil menangis sesenggukan. Melihatnya menangis membuat Eleanor mengira bahwa Anya telah ditolak. Eleanor menenangkan Anya yang sedang bersender di bahunya sambil terus menangis.

“Sudahlah Nya, mungkin belum rezeki kamu. Nanti aku coba deh nanti nyari lowongan Pekerjaan yang lain” ujar Eleanor.

Anya melepaskan pelukannya dan mulai mengatakan kegembiraannya itu pada Eleanor yang membuat Eleanor terkejut hingga histeris. Beberapa orang menatapnya dengan tatapan aneh. Hingga Anya pun memintanya untuk pulang lebih dulu karena mulai hari ini Anya bekerja.

“Sekarang kamu pulang aja, aku akan bekerja hari ini juga. Tolong sampaikan kabar baik ini pada suamiku” pinta Anya.

“Wahhh kalau gitu kamu yang semangat ya!” seru Eleanor yang langsung pergi.

Awal mulai pemotretan terlihat tidak ada hal yang janggal. Sebab, awal pemotretan ini tidak berunsur seksi alias vulgar. Anya pun berpikiran bahwa apa yang selama ini ia dan suaminya pikiran tidak terlalu buruk. Semua hasil pemotretan terlihat bagus dan Anya terlihat begitu cantik dan anggun.

“Kamu cantik sekali Anya” puji Pinkan yang ternyata juga bertugas sebagai pemotret.

“Terimakasih” sahut Anya.

“Maaf, apa kamu juga yang selalu melakukan pemotretan ini?” tanya Anya dengan penasaran. Selain penasaran, Anya juga dapat bernafas dengan lega karena yang memotret dirinya adalah wanita juga.

“Aku sih cadangan aja. Sebenarnya yang bertuga memotret ini salah Bos Taher” ujar Pinkan.

“Siapa itu bos Taher?” tanya Anya.

“Bos Taher adalah bos kita, dia yang mendirikan gedung dan makalah ini” ujarnya.

“Lalu, dimana Bos Taher saat ini?” tanya Anya.

“Sedang sibuk, mungkin nanti akan kembali dan kamu harus bisa menjaga tata tertib ya. Harus juga sopan dan santun” ujar Pinkan.

“Sekarang, kamu tunggu saja di ruang tunggu nanti akan saya kabari lagi” ujar Pinkan sembari meninggalkan Anya seorang diri.

Meskipun ruangannya ber AC namun Anya merasa canggung. Terlalu sepi di ruangan tempat ia duduk. Dalam hatinya pun bergumam, “Kenapa tidak ada satupun orang yang duduk di ruangan ini? Apa baru aku saja yang di interview?”

Hampir satu jam Anya menunggu hingga langkah kaki seseorang pun mulai terdengar. Perlahan tapi pasti suara langkah kaki itu semakin dekat. Hingga Anya pun menolehkan kepalanya lalu melihat ada om-om Tampan sedang menatapnya penuh kharisma.

“Kamu yang bernama Anya?” tanyanya.

Anya pun bangun dari duduknya dan menganggukkan kepalanya. Karena penasaran dengan orang yang ada dihadapannya itu, Anya pun mencoba menebak.

“Apa Bapak ini adalah Bos Taher?” tanya Anya.

“Benar, saya adalah bos kamu” ujarnya.

“Terimakasih Pak sudah menerima saya bekerja” ujar Anya dengan bersyukur.

“Sama-sama. Dari hasil pemotretan tadi, Pinkan sudah memberikan foto-foto kamu kepada saya. Saya sangat menyukai hasil pemotretan kami yang terlihat begitu sempurna” ujarnya.

Anya hanya tersenyum semanis mungkin dan tidak henti mengucapkan terimakasih. Bos itu pun mengizinkan Anya untuk pulang. Namun sebelum itu, bos Taher memberikan beberapa uang merah pada Anya yang membuat Anya merasa kebingungan.

“Ma... Maaf Pak, kenapa saya dikasih uang?” tanya Anya, perasannya tidak ada pekerjaan yang memberikan uang ketika si pekerja belum bekerja apa-apa.

“Anggap saja ini uang atas foto kamu yang begitu sempurna. Satu lagi, mulai besok tolong pakaian lebih sempurna lagi” ujar Taher.

“Lebih sempurna? Apa pakaian saya kurang rapih?” tanya Anya sopan.

Melihat keluguan Anya, Taher pun tertawa sekilas. Ia pun menyarankan agar Anya bisa menyesuaikan diri untuk tampil berbeda hari-hari biasanya. Taher secara terus terang meminta Anya untuk mau berpakaian seksi karena memang itulah pemotretan majalah dewasa.

Ada perasaan gelisah yang tengah dirasakan oleh Anya. Namun, Anya pandai menempatkan diri ketika berhadapan dengan orang lain apalagi saat ini berhadapan langsung dengan bosnya. Sehingga Anya pun akan semaksimal mungkin untuk menyenangkan hati bosnya.

“Baik, Pak. Saya akan semakin bekerja untuk lebih baik” ujar Anya lebih percaya diri.

Anya pun hendak keluar dari pintu namun tiba-tiba Taher kembali memanggilnya dan ingin mengantarkannya ke rumah. Sebenarnya Anya sudah menolak secara halus namun tetap saja bos Taher begitu ngotot ingin mengantarnya pulang. Karena tidak ingin membuat bosnya kecewa, Anya pun mengiyakan.

Mereka pun berjalan menuju ke arah parkiran. Ada banyak pasang mata yang kini sedang melihat Anya. Mereka seakan telah mengetahui sesuatu namun entah apa yang mereka ketahui? Yang jelas saat ini Anya akan diantar pulang oleh bosnya dan itu sangat membantu Anya menjadi canggung.

Selama diperjalanan, bos Taher begitu penasaran dengan kehidupan Anya dan selalu bertanya semaunya. Anya merasa tidak dapat menghindar selain berkata dengan jujur. Bos Taher merasa senang dengan kejujuran Anya kepada dirinya.

“Kamu sangat berbeda dengan wanita pada umumnya” ujar bos Taher.

“Berbeda dalam hal apa Pak?” tanya Anya kebingungan.

“Biasanya mereka akan berkata dengan berdrama. Lebih jelasnya berlebihan yang tidak sebenarnya” ujar bos Taher.

Sesampainya di rumah, Anya turun dari mobil dan berterimakasih kepada bosnya. Dengan cepat, Anya pun masuk ke dalam rumah meninggalkan bosnya terus menatapnya. Setelah Anya masuk ke dalam rumah, Taher pun pergi.

Anya merasa ada yang aneh kepada bosnya namun rasa aneh yang ia rasakan tidaklah terlalu besar bila dibandingkan dengan uang yang saat ini ia pegang. Anya pun memanggil-manggil suaminya namun Dirga malah tidak ada didalam rumah.

Anya yang kebingungan itu mencoba meraih ponselnya dan betapa terkejutnya ia saat melihat isi pesan dari Eleanor yang mengatakan bahwa suaminya sedang dibawa ke kantor polisi akibat tidak mau membayar hutang pada rentenir yang bernama Siska. Dengan cepat, Eleanor berlari keluar rumah tanpa memakai sendal jepit alias berlari nyeker mencari tukang ojek yang sedang duduk di pinggir jalan.

“Mas Toyib! Tolong anter aku ke kantor polisi!” seru Anya yang suara nafas tersengal-sengal.

“Ehh si Eneng, Neng Aya tadi suami kamu dibawa ke polisi. Bingung saya kok bisa di bawa ke polisi sampai di jemput pula sama si polisi?” tanya Toyib.

“Nanti saja aku jawab itu! Sekarang juga cepat anterin aku ke sana!” seru Anya sambil menangis.

“Ba... Baik Neng” sahut si tukang ojek.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status