Tidak ada perubahan yang signifikan usai pernikahan itu digelar. Nyatanya, Evelyn dan Zach kembali menjadi orang asing yang tidak saling menyapa setelahnya.Pria itu tetap bersikap dingin. Namun, terkadang Evelyn bisa merasakan ada rasa peduli yang diam-diam dilakukan oleh Zach—meskipun tidak secara gamblang.Sejak mereka menikah, Evelyn sudah dibebaskan dari penjara kumuh itu dan dipindah ke kamar wanita simpanan Zach. Evelyn kembali diperlakukan layaknya seorang ratu oleh para pelayan dan pengawal mansion. Tak ada yang berani mengusik Evelyn, tetapi ... Stella adalah pengecualian.Setiap kali ada kesempatan, wanita licik itu selalu merundung Evelyn dengan segala cara. Bahkan ia tak peduli meskipun Evelyn sedang hamil. Kalaupun Evelyn keguguran, itu adalah kabar baik bagi Stella.“Kalau sampai anak itu lahir dan berjenis kelamin laki-laki, maka kemungkinan besar dia akan menjadi pewaris kekayaan Muller. Bahkan jika kelak kau hamil dan memiliki anak laki-laki, pastinya anakmu tidak ak
Zach, bersama para pengawalnya, tanpa berlama-lama langsung meluncur ke sebuah hotel yang dijadikan tempat persembunyian Stella dan Justin.Muller Hotel.Ya, tempat penginapan di belahan ibu kota tersebut memang masih di bawah kepemilikan keluarga Muller—lebih tepatnya milik Jeremy.“Gawat! Itu Tuan Zach,” bisik salah satu pegawai hotel perempuan kepada temannya.Temannya membalas, “Nyonya Stella belum lama check in bersama pria selingkuhannya. Apa yang harus kita lalukan?”“Kurasa aku mau mati saja!”Kedua perempuan itu berusaha menjaga sikap dan ekspresi di depan Zach yang kini berjalan menghampiri—diikuti oleh orang-orangnya di belakang.Zach berdiri di depan meja resepsionis, mengedarkan tatapan tajam yang membuat kaki para pegawai semakin kaku di tempat mereka berpijak.“Selamat malam, Tuan!” Wanita itu bernama Amanda, seorang resepsionis yang mencoba bersikap tenang. Ia menunduk hormat seraya menyunggingkan senyum, mengusir perasaan tegang di balik raut wajahnya.Zach mendengkus
Zach terkejut melihat Evelyn tiba-tiba sudah berdiri di belakangnya. Entah sejak kapan. Itu membuatnya jadi salah tingkah, karena Evelyn pasti tahu kalau ia sedang mencari wanita itu.“Kenapa diam?” Evelyn kembali bicara. “Apa kau mencariku?” tukasnya.“Tidak,” sangkal Zach seraya melengos ke sembarang arah. Mencoba menghindari tatap mata Evelyn yang ... membuatnya hilang fokus.“Benarkah?” Wanita itu mengerucutkan bibir. Bergumam dengan nada lugu, “Padahal tadi aku mendengarnya menyebut namaku. Atau mungkin salah dengar, ya?”Zach mendengkus gusar mendengar ucapan pelan Evelyn. Entah siapa yang sedang diajak bicara. Sepertinya wanita itu bicara pada diri sendiri. Menggelikan sekali!Kali ini Zach melangkah ke kamar, meninggalkan Evelyn tanpa permisi.“Mau ke mana?” tanya Evelyn. Otomatis ia berbalik badan, menyusul langkah Zach dari belakang. “Pertanyaanku belum dijawab.”‘Tahan, Zach .... Jangan emosi. Anggap saja angin lalu.’Pria yang telah diselingkuhi oleh istri pertamanya itu m
Sore itu, Zach sedang berdiri di taman. Mengenang kisah bersama ibunya saat kecil dulu—di mana ia sering diajak bermain di bawah pohon apel. Belajar mengayuh sepeda, bercanda tawa, dibacakan dongeng dan lain sebagainya.Sepenggal kisah sederhana yang kini menjadi sesuatu paling dirindukan olehnya.“Ibu, bagaimana kabarmu? Apakah rasanya bahagia berada di surga?” Zach bergumam seorang diri. “Jika iya, bolehkah aku ikut, Bu? Ada kerinduan yang teramat menyakitkan di sudut hati, setiap kali mengingat bayangan wajahmu ...” ucapnya lirih.Pria itu menghela napas panjang. Sesak, rongga dada seakan dipenuhi muatan besar dan berat. Kemudian, bola matanya bergulir memandang Jeremy yang duduk di kursi roda dalam jarak beberapa meter di hadapannya.Tiba-tiba Zach teringat ucapan Evelyn yang terus menyuruhnya menemui Jeremy—walau hanya sekadar berdiri sambil melengkungkan senyuman tipis. Tidak perlu bicara apa-apa.Itu membuatnya bimbang. Namun, entah kenapa sepasang kaki Zach seperti dipasang rem
“Permisi, Tuan!” Daissy, dengan wajah segan-segan, melangkah masuk ke ruangan pribadi Zach—tentunya setelah mendapatkan izin dari pria itu untuk masuk.Zach menaikkan satu alis, menatap Daissy penuh selidik tanpa mengatakan apa-apa. Akan tetapi, ekspresinya seperti menjelaskan bahwa ia menunggu kabar apa yang akan disampaikan oleh wanita yang berdiri di hadapannya.“Sejak tadi pagi saya tidak melihat Nyonya Evelyn. Biasanya dia selalu datang pada waktu sarapan, makan siang dan makan malam. Tapi sampai sekarang saya belum melihatnya sama sekali, bahkan waktu sudah menunjukkan jam sembilan malam,” beber Daissy, mengutarakan kegundahannya.“Saya mau tanya, apakah Tuan kembali menghukum Nyonya Evelyn? Atau mungkin saya ketinggalan informasi, bahwa Nyonya tidak lagi makan di dapur selir mulai hari ini?” Wanita itu melanjutkan, “Tuan mengajaknya makan bersama?”Sontak kalimat yang dilontarkan oleh Daissy mengundang rasa terkejut di dalam diri Zach. Matanya membulat, seiring dengan alis yang
Evelyn dibawa ke kamar pribadi Zach. Pelan-pelan tubuh mungil itu dibaringkan di atas kasur. Ada sebongkah kekhawatiran di dada ketika melihat wajah pucat wanita itu.Zach menarik kursi bundar, mendudukinya, menghadapkan diri ke arah Evelyn yang masih belum juga membuka mata.“Evelyn, sadarlah ...” pinta Zach dengan mata nanar sedikit berair. Telapak tangan dingin itu digenggam dan dielus dengan lembut olehnya.“Kau pasti lelah dan tersiksa, ‘kan?” Pria itu kembali membuka mulut untuk bersuara, “Aku tahu, aku memang sudah jahat padamu. Semua ini terpaksa aku lakukan, karena aku tidak ingin kau pergi meninggalkanku. Dan aku juga takut kau membenciku setelah mengetahui satu fakta yang selalu aku sembunyikan.”Zach mengecup mesra punggung tangan Evelyn. Melihat ketidakberdayaan wanita itu, membuat hatinya teriris perih, lalu melesak ke lembah penyesalan yang begitu dalam.“Apa kau tahu, Evelyn?” Sejenak ia menarik napas dalam, lalu mengembuskannya secara perlahan. “Aku ... mencintaimu,” b
Tiga minggu telah berlalu sejak kejadian di mana Evelyn dikurung di dalam gudang oleh Stella. Dan sejak saat itu, Evelyn merasakan sesuatu yang berbeda dari sikap Zach.Evelyn merasa ... diam-diam Zach mulai peduli dan menaruh perhatian padanya—meskipun itu tidak diperlihatkan secara gamblang.Di suatu pagi, wanita itu terbangun dari tidur, lalu beranjak dari kasur menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.Selesai mandi dan memakai gaun selutut berwarna putih gading, ia menghadapkan diri di depan cermin besar yang menampilkan bayangan tubuhnya, lalu menggelung rambut dengan sumringah.Tok! Tok! Tok!Seseorang mengetuk pintu dari luar, membuat Evelyn menoleh dengan penasaran, lalu melihat handle diputar ke bawah.“Waktunya sarapan,” ucap wanita yang baru saja menyembulkan diri ke dalam kamar. Itu adalah Daissy. Sengaja ia datang membawa sarapan untuk Evelyn.“Kenapa repot-repot sekali? Aku bisa jalan sendiri ke dapur untuk mengambil sarapan,” ucap Evelyn saat melihat Daissy meletakkan
Evelyn menggeragap mendengar perkataan Zach. Ia pun menghela napas sesaat untuk menetralisir detak jantung. “Ada yang mau aku tanyakan,” ucapnya. “Itulah alasan kenapa aku mencarimu.”Zach menatap intens. “Mau tanya apa?”“Kenapa tiba-tiba ada seseorang yang mengaku sebagai pengawal pribadiku?”“Karena dia memang pengawal pribadimu.”“Seorang perempuan?”Sejenak pria itu mendengkus. “Violet jago bela diri. Sebelum aku memutuskan mempekerjakan seseorang, tentunya orang itu sudah menjalani berbagai ritual tes yang ketat,” bebernya. “Jadi, jangan meributkan soal jenis kelamin.”“Tapi ‘mantan istrimu’ dulu pengawalnya laki-laki. Kenapa aku perempuan?”Aksi protes yang dibeberkan Evelyn menimbulkan kesalahpahaman di dalam diri Zach, sehingga pria itu memandangnya penuh selidik. Tampak terusik mendengar perkataan wanita itu. “Kau berharap aku mencari laki-laki lain untuk melindungimu?”Eh?“Bukan begitu,” kata Evelyn. “Lagipula aku hanya bertanya saja. Kenapa sensitif sekali?” Lalu ia berdec