Evelyn benar-benar bosan. Merasa seperti seekor burung yang terkurung di dalam sangkar. Ia pun berinisiatif untuk berkeliling mengitari mansion. Tidak ada seorang pun yang berani melarang keinginannya. Sebab, Zach telah mengumumkan kepada seluruh pelayan dan pengawal mansion bahwa Evelyn merupakan wanita simpanan pilihannya.Evelyn sampai di suatu halaman yang luas. Akuarium kaca bulat yang berisi seekor ikan hias telah menarik perhatiannya.“Ikan kecil yang malang. Kau harus terjebak di tempat sempit ini dan terpisah dari keluargamu di lautan,” ucap Evelyn lirih. Ada kesedihan yang mendalam tersimpan di rongga dadanya, ketika melihat ikan yang bernasib sama sepertinya. “Terkurung, sepi dan sendiri ....”Manik mata Evelyn beralih pada sebungkus pakan ikan di dekat akuarium. Ia mengambilnya, berniat memberi makan ikan tersebut. Beberapa butir pelet telah ia masukan ke dalam akuarium.“Bibi, apa yang kau lakukan?”Suara itu berhasil merebut atensi Evelyn. Saat ia menoleh, tampak seorang
“Tuan, makanlah dulu sedikit! Sejak tadi pagi belum makan apa-apa. Bagaimana jika Tuan jatuh sakit?”“Aku tidak lapar, Helena. Pergilah! Tinggalkan aku sendiri.”Evelyn menoleh ke sumber suara. Melihat seorang lelaki tua tengah duduk di kursi roda, sementara wanita seusia Daissy yang dipanggil Helena terus membujuknya agar mau makan. Di dekat mereka, ada dua orang pria berpakaian serba hitam yang disimpulkan oleh Evelyn sebagai pengawal dari lelaki tua tersebut.“Tuan, tolong jangan seperti ini. Makanlah walau hanya sesuap,” ucap Helena memohon sambil menyodorkan potongan daging merah yang telah ia tusuk dengan garpu ke bibir tuan besarnya.Alih-alih membuka mulut menerima suapan pelayan pribadinya, laki-laki bernama lengkap Jeremy Muller itu malah menepis kasar tangan Helena, sehingga garpu dan daging itu terlepas dari genggaman wanita paruh baya tersebut.“Aku tidak lapar, Helena! Apa kau tidak mendengar ucapanku?!” hardiknya yang sudah terlanjur kesal.Helena tersentak dibuatnya. N
Evelyn berdiri di depan wastafel. Ia merasa mual, tetapi tidak memuntahkan apa-apa dari dalam lambungnya.“Apa mungkin aku masuk angin?” pikir Evelyn. Sejenak ia mengingat-ingat, apakah hari ini telat makan?Namun, Evelyn yakin sekali kalau ia sudah makan tepat pada waktunya. Bahkan, ia tidak memiliki riwayat asam lambung atau maag.Evelyn menghela napas, menggelengkan kepala menepis rasa penasaran yang menyelubungi isi pikirannya. Mungkin ia sedang dalam kondisi kurang baik. Sebab, manusia tidak selalu sehat setiap harinya. Jadi, Evelyn menanggapi hal ini sebagai sesuatu yang wajar.Begitu keluar dari toilet, Evelyn tak sengaja berpapasan dengan Oliver yang entah sedang berjalan ke mana. Namun, dilihat dari arahnya, Evelyn menebak kalau pria yang merupakan adik kandung Zach itu sedang menuju harem.Bola mata mereka saling bertemu. Sempat terjadi perang tatapan selama beberapa detik. Hingga akhirnya, Oliver melengos, mengabaikan Evelyn. Sejak kejadian di mana Zach memukul dan memberiny
Di ruangan pribadi Stella, Evelyn tampak terkekeh geli mendengar wanita itu menyebut dirinya sebagai perempuan jalang. “Sebenarnya siapa di antara kita yang lebih pantas menyabet gelar sebagai wanita jalang?” Ia menaikkan alis, memperlihatkan raut wajah santai. “Aku yang dipilih sebagai wanita simpanan oleh Zach, atau kau yang jelas-jelas sudah bersuami tapi masih tidur dengan pria lain di atas ranjang?”“Apa?”“Lupa, atau pura-pura lupa?” sindir Evelyn. “Kau dan pengawalmu yang bernama Justin itu telah menghabiskan malam panas dan panjang saat tidak ada Zach di mansion. Bukankah kau lebih layak disebut perempuan jalang?”“Kau—” Kedua tangan Stella terkepal erat. Dadanya menggebu, menahan percikan amarah yang terlanjur membesar dan berkobar.“Aku benar, ‘kan?” Evelyn tersenyum puas melihat ekspresi kesal di wajah Stella yang kini terlihat merah padam. “Aku penasaran, kira-kira bagaimana reaksi Zach saat tahu kalau istrinya bermain api dengan bodyguard-nya sendiri? Apa mungkin dia juga
Evelyn mengerjap, mengerling menghindari kontak mata dengan Zach. “Tidak apa-apa,” dustanya.Zach membaringkan tubuh Evelyn ke kasur. Ia tidak merasa curiga atas jawaban Evelyn yang sebenarnya sedang menyembunyikan sesuatu. Perhatiannya justru dikuasai oleh segala tanda tanya, apakah Evelyn baik-baik saja selama tak ada dirinya?“Apa yang dia lakukan sampai tanganmu membiru?” tanya Zach sembari memegang tangan Evelyn dengan hati-hati.“Bukan hanya tangan yang membiru, kakiku juga.”Manik mata pria itu bergeser ke bawah, memperhatikan betis ramping Evelyn yang juga tampak lebam. “Akibat ditendang?” terkanya.“Dia menendang kaki, menginjak telapak tangan, juga menampar wajahku dengan keras.” Evelyn bicara apa adanya. Tanpa diperintah, bulir-bulir air mata lolos begitu saja membasahi pipi. Ia merasakan sakit dan nyeri nyaris di sekujur tubuhnya. “Dan sekarang perutku juga terasa keram karena dia membantingku ke sisi tembok.”Zach mengusap cairan bening di pipi Evelyn dengan ibu jarinya. I
CKLEK!Evelyn baru saja keluar dari ruang perawatan. Sebelumnya, ia telah mengatakan pada James untuk merahasiakan hasil tespek dari semua orang—termasuk Zach sekalipun. Bahkan ia sengaja menghancurkan benda tipis itu dan membuangnya melalui closet, agar tidak ada lagi barang bukti tentang kehamilannya.“Bagaimana hasilnya?” Tepat di hadapan Evelyn, berdiri sosok Zach dengan rasa penasaran yang menyelimuti rongga dadanya. “Kau sakit apa?”Sejenak Evelyn terdiam, terpaku. Mengepalkan kedua tangan, berusaha tegak berdiri agar tidak terlihat lemah. Pandangannya mendadak buram kala memandang wajah pria yang telah memulai segala kehancuran di dalam dirinya.Evelyn mencoba mengatur napas sebaik mungkin. Dadanya terasa sesak dan penuh. Perasaan itu kembali bergemuruh. Rasa marah dan benci yang begitu besar setiap kali melihat Zach.Padahal, ia sempat melupakan momen itu dan mulai berdamai dengan diri sendiri. Namun, tembok yang telah ia bangun sampai terguling dan jungkir balik itu mendadak r
Evelyn tidak mengerti maksud dari perkataan Claudia. “Alat kontrasepsi?”“Ya! Sebelum masuk ke harem, kami para selir sudah dimasukkan alat kontrasepsi terlebih dahulu. Memangnya kau tidak?” Claudia bertanya dengan santai. Namun, usai diam beberapa detik, ia pun membulatkan mata. “Jangan katakan kalau kau benar-benar tidak dipasangkan alat kontrasepsi sebelumnya?”Evelyn tentu harus mengatakan yang sejujurnya, dan jawabannya memang tidak! Jadi, ia hanya menggelengkan kepala sebagai jawaban.“Gawat!” Claudia menepuk kening, memasang ekspresi seperti ... panik, merasa dalam bahaya, atau sejenisnya. Sekarang ia baru percaya kalau Evelyn benar-benar hamil.“Tapi ... tolong jangan beritahu siapa-siapa soal ini. Aku tidak ingin ada yang mengetahuinya.” Evelyn mewanti-wanti. “Terutama Zach.”“Dia ayahnya!” Claudia memelototi sahabatnya. “Bagaimana bisa kau merahasiakan kehamilan dari seseorang yang jelas-jelas pelakunya?”Evelyn menggeleng. Seraut ekspresi cemas bersemayam di wajahnya. “Kalau
Menurut informasi yang Evelyn dapatkan dari Helena, kini Jeremy sedang berada di taman—tempat di mana pertama kali Evelyn melihat Jeremy dan menyuapi laki-laki tua tersebut. Jadi, Evelyn melangkah ke tempat itu, membawakan piring datar berisi sandwich dan segelas air putih.Dalam jarak beberapa meter ketika bola matanya berhasil menangkap sosok Jeremy, Evelyn melihat ada seseorang di sana. Bukan hanya Jeremy dan kedua pengawal pribadinya, tetapi ada juga seorang pria yang kelihatannya sedang mengajak Jeremy mengobrol.Evelyn pernah melihat wajah pria itu, hanya saja tidak tahu siapa namanya. Satu hal yang ia tahu, itu adalah ayahnya Bryan Muller—bocah laki-laki pemilik ikan hias yang diberi nama Moza.Karena tidak ingin menjadi pengganggu, Evelyn memutuskan berdiam diri di tempat. Menunggu beberapa menit, sampai akhirnya pria itu berlalu meninggalkan Jeremy di atas kursi roda.Kali ini giliran Evelyn yang menghampiri. “Selamat siang, Tuan Jeremy!” Kalimat sapaan terucap dari bibir mung