Evelyn terperangah mendengar kalimat yang diucapkan oleh Zach. Selama beberapa detik, bola mata keduanya saling memandang satu sama lain, seakan sedang berperang siapa di antara mereka yang paling mematikan.“Apa masih belum cukup dengan titik kehancuranku kemarin?” Tatapan Evelyn kini mengendur. Ia sadar, berhadapan dengan Zach tidak akan menghasilkan apa-apa jika keduanya sama-sama keras. “Kenapa aku harus menjadi wanita simpananmu?” tanyanya dengan sabar—mencoba sabar lebih tepatnya.“Karena aku memilihmu,” jawab Zach. Singkat dan padat.Evelyn menggeleng. “Tapi aku tidak mau,” tolaknya seiring dengan tatapan nanar.“Dengan menjadi wanita simpananku, maka tidak ada seorang pun yang berani mengusikmu, apalagi menjadikanmu penghangat ranjang.”“Dan sebagai gantinya, aku harus merelakan diriku ditelanjangi dan dilecehkan setiap malam, demi memenuhi hasrat liarmu di atas ranjang,” tambah Evelyn seraya mengerling dan terkekeh hambar.“Tidak juga,” bantah Zach. Ia melepas tangan Evelyn, m
“Jangan berlebihan, Stella. Aku hanya menyuruhnya istirahat, karena dia masih sakit,” ucap Zach, menanggapi pertanyaan Stella yang diselimuti rasa cemburu dan curiga. “Kalau aku biarkan dia tidur bersama para selir di kamar harem, pasti dia tidak bisa istirahat dengan tenang, karena di sana sangat berisik.”Stella berdecih. “Sejak kapan kau peduli dengan ketenangan seseorang?” sindirnya.“Sayang, ayolah—”“Cukup!” Stella memotong ucapan suaminya begitu saja. “Aku tidak ingin mendengar alasan apa pun. Selama ini aku selalu sabar dan diam melihatmu tidur dengan para selir di harem, tapi apa kau tahu kalau di sini rasanya sangat sakit, Zach?” Ia menunjuk ke arah dada, memberitahu sang suami bahwa hatinya sudah memendam luka terlalu banyak.Mendengar itu, Evelyn yang tengah menguping di balik pintu lantas berdecih geli. “Selalu sabar dan diam? Apa dia lupa pernah menampar dan mengancamku kemarin?” Ia bergumam, nyaris berbisik, mencemooh perkataan Stella.“Stella, kau hanya salah paham.” Za
“Aku bukan tidur, tapi aku baru saja jatuh karena kau tiba-tiba mendorong pintu,” ralat Evelyn.“Lalu untuk apa kau berdiri di belakang pintu?”Evelyn segera bangkit dari posisinya. Ia membalas tatapan Zach sambil memikirkan alasan untuk menjawab pertanyaan tersebut. “A–aku ... aku mau ke toilet,” alibinya.Zach menelisik ke dalam bola mata Evelyn, menemukan sesuatu yang menurutnya sedikit janggal. “Ada di sebelah sana.” Ia menunjuk ke arah pintu toilet yang terhubung dengan kamar.Evelyn kalang kabut. Mukanya merah padam karena ia merasa sangat malu, seperti maling yang tertangkap basah sedang mencuri. “Aku tidak tahu kalau di kamar ini ada toilet,” ujarnya yang berpura-pura tidak tahu.Zach tidak menggubris. Ia melirik sejenak ke arah pergelangan tangan Evelyn yang masih dibalut perban. “Apa masih terasa sakit?”Tetap tenang, Evelyn! Itu hanya pertanyaan biasa yang tak berarti apa-apa ....“Sudah jauh lebih baik,” sahut Evelyn seraya mengusap gulungan perban dengan lembut. Ia mengeda
Claudia dibawa pulang ke mansion dan dikembalikan ke harem. Beberapa teman selirnya menyambut hangat kedatangannya, terutama Evelyn. Mereka berpelukan sangat erat, seperti baru dipertemukan lagi setelah sekian lama berpisah.Obrolan mereka diawali dengan menanyakan kabar, menceritakan apa yang terjadi selama Claudia dijual di rumah bordil, dan tidak lupa Evelyn juga meminta maaf karena ia merasa bersalah dengan apa yang Claudia alami.“Kalau bukan karena aku, maka kejadian ini tidak akan menimpamu,” sesal Evelyn yang tengah duduk di sisi matras Claudia.“Tidak usah merasa bersalah. Lagipula, sekarang aku sudah bebas.” Claudia tersenyum tulus menanggapi ucapan Evelyn. “Tapi ... luka apa itu? Apa yang terjadi padamu selama tidak ada aku di sini?”Evelyn mengikuti tatapan mata Claudia yang mengarah pada gulungan perban di pergelangan tangannya. Ia pun menjelaskan soal percobaan bunuh diri yang dilakukannya beberapa waktu lalu. Claudia sangat terkejut mendengarnya. Ia memarahi Evelyn, mewa
Beberapa hari kemudian ....“Waktunya makan malam! Silakan berbaris di dapur selir,” ucap Daissy usai membuka pintu harem. Setelah itu, ia kembali ke dapur karena harus menjaga meja prasmanan.Jarak dapur dan harem tidaklah jauh. Hanya perlu beberapa langkah saja para selir sudah sampai di area dapur. Mereka menyusun satu barisan, seperti kelompok bebek yang sangat disiplin dan rapi.Semuanya diberi menu makan malam yang sama rata dan sama rasa, yaitu salad untuk menu pembuka, steik dengan mashed potato sebagai hidangan utama, lalu pai apel sebagai makanan penutup.Hingga tiba giliran Evelyn, Daissy memberikan lebih banyak pai dan beberapa potong daging panggang. “Makanlah yang banyak. Kau tidak boleh sakit lagi,” ujarnya setengah berbisik.Evelyn tersenyum. Meskipun sekilas kelihatan seperti ibu tiri yang jahat dan licik, tetapi di satu sisi Evelyn merasa kalau Daissy cukup baik hati. “Terima kasih,” katanya.Evelyn melangkah pergi, menyusul beberapa selir yang sudah lebih dulu menda
Setelah Zach berlalu, suasana harem yang awalnya kondusif pun mendadak menjadi riuh. Mereka heboh mendengar kalimat terakhir yang Zach ucapkan sebelum pergi dari sini.“Apa aku tidak salah dengar?” Claudia meraup kedua pipi Evelyn dengan wajah antusias. “Tuan Zach menyuruhmu untuk menemuinya di kamar wanita pilihannya. Dia menginginkanmu, Eve!”Evelyn tersipu. Hanya saja ia terus menolak perasaan yang menyelubungi ulu hatinya. Ia tak ingin ikut jatuh ke dalam permainan yang telah ia rancang untuk menaklukkan hati Zach. Apa pun yang terjadi, hanya Zach yang boleh jatuh cinta padanya, sedangkan Evelyn tidak mau terjebak di antara perasaan cinta dan benci terhadap pria brengsek tersebut!“Bukankah kau dengar sendiri?” tanya Claudia seraya tersenyum ke arah Veronica yang terlihat menahan amarah dan cemburu. “Evelyn diminta datang ke kamar wanita pilihannya. Jadi, sudah jelas kalau Tuan Zach lebih tertarik pada Evelyn dibandingkan dirimu!”Veronica mengepalkan kedua tangan. Hatinya dirundun
Zach mendongak memandang wajah cantik Evelyn yang telah dipoles make up. Bibir tipis merah merona itu membuatnya nyaris hilang akal. Ia pun memiringkan wajah, mendekat, lalu menyerang organ kenyal dan lembut itu karena sudah tak mampu menahan hasrat di dalam diri. Zach mengeluarkan lidah, mendorong bibir Evelyn, meminta akses untuk diberi jalan. Meski awalnya menolak dan bersikukuh membungkam mulutnya rapat-rapat. Namun, Evelyn akhirnya kalah juga. Satu tangan Zach menarik tengkuk Evelyn, sedangkan tangan lainnya menekan rahang wanita itu hingga mulutnya terbuka.Evelyn hanya bisa pasrah. Merasa sudah terlanjur tenggelam ke dalam lautan yang sangat dalam, sehingga tak lagi menemukan jalan keluar untuk meloloskan diri.Kecupan yang awalnya lembut dan romantis, lama-lama menjadi ganas dan penuh gairah. Adegan tujuh belas tahun ke atas itu terjadi selama hampir tiga puluh detik. Setelah itu, Zach menarik mundur kepalanya.Pria dengan postur tubuh ideal itu menarik kedua tangan Evelyn, me
Evelyn benar-benar bosan. Merasa seperti seekor burung yang terkurung di dalam sangkar. Ia pun berinisiatif untuk berkeliling mengitari mansion. Tidak ada seorang pun yang berani melarang keinginannya. Sebab, Zach telah mengumumkan kepada seluruh pelayan dan pengawal mansion bahwa Evelyn merupakan wanita simpanan pilihannya.Evelyn sampai di suatu halaman yang luas. Akuarium kaca bulat yang berisi seekor ikan hias telah menarik perhatiannya.“Ikan kecil yang malang. Kau harus terjebak di tempat sempit ini dan terpisah dari keluargamu di lautan,” ucap Evelyn lirih. Ada kesedihan yang mendalam tersimpan di rongga dadanya, ketika melihat ikan yang bernasib sama sepertinya. “Terkurung, sepi dan sendiri ....”Manik mata Evelyn beralih pada sebungkus pakan ikan di dekat akuarium. Ia mengambilnya, berniat memberi makan ikan tersebut. Beberapa butir pelet telah ia masukan ke dalam akuarium.“Bibi, apa yang kau lakukan?”Suara itu berhasil merebut atensi Evelyn. Saat ia menoleh, tampak seorang