Share

Bab 6

Aldo menggigit kepalan tangannya yang tadi gagal digunakan untuk kembali menampar Hanna, matanya masih menatap nyalang  pada istrinya, amarah masih membuatnya panas, serasa ingin meledakkan tubuhnya.

"Si4l!" Kembali Aldo mengumpat.

Prang!

Sebuah vas bunga kristal yang terpajang di meja tamu tiba-tiba di lempar Aldo untuk mengalihkan kekesalannya. Sengaja lelaki itu melemparnya didekat Hanna, untuk menunjukkan betapa emosi dirinya saat ini.

Vas bunga itu keras membentur dinding dan hancur. Kepingan-kepingan vas itu berserakan di lantai. Hanna memandang vas yang hancur itu dengan sorot mata yang dingin. Dengan wajah yang menyeringai.

"Kau benar-benar keterlaluan. Aku menyesal menikah denganmu. Siska bahkan sepuluh kali lebih baik darimu." Sesal Aldo sambil terus memaki.

"Oh, benarkah! Baguslah. Artinya setelah ini, aku tak perlu mengurusi kebutuhanmu lagi," balas Hanna spontan.

Ada rasa nyeri dihati Hanna ketika mendengar pernyataan Aldo. Mata dengan bulu mata lentik itu nampak berkaca. Meski berbalut emosi, perkataan Aldo sungguh mencubit hati dan perasaannya.

Menyesal katanya?

Rasanya Hanna ingin tertawa mendengarnya. Harusnya ia yang mengatakannya, tahukah lelaki itu jika rasa sesalnya kini sebesar gunung? karena menikahi seorang penghianat  bukanlah cita citanya.

Ah, rasanya Hanna ingin memukul kepala suaminya agar otaknya bisa berfungsi dengan normal. Tapi ... Sudahlah.

Hanna menyeringai sambil mengatur irama nafasnya kembali. Tak lama, terdengar Aldo memuji wanita simpanannya itu.

"Siska lebih menggairahkan darimu, ia tahu bagaimana cara menyenangkan diriku," Aldo berucap sinis. Entah apa maksudnya lelaki itu memuji simpanannya di depan wanita yang telah satu setengah tahun dinikahinya.

Mendengar itu, spontan Hanna terkekeh.

"Tentu saja, wanita itu mengetahuinya karena sudah  mempelajarinya langsung dengan beberapa laki laki, dan kau adalah lelaki ke sekian yang menggaruk sel*ngkangannya. Kau benar-benar menyedihkan, mas. Lelaki b*d0h," Balas Hanna.

"Tutup mulutmu!" Murka Aldo tak terima.

"Kau lelaki b0d*h yang menyedihkan. Penampungan barang bekas, cuih!" Hanna membuang ludah.

 "Naj!s!" 

"Hanna!" Teriak Aldo begitu keras. Siapapun yang mendengar akan menutup telinga karena volume suaranya yang maksimal.

Rasa tersinggung membuat tangan kekar Aldo mendorong tubuh istrinya dengan kasar hingga ke dinding. Matanya memerah karena amarah yang sudah tidak tertahan. Mendapati Hanna yang diam tanpa perlawanan, karena memang tidak sempat mengelak dari serangan Aldo yang mendadak, membuat mata lelaki itu membulat, lalu mencengkram bahu Hanna dengan kuat.

"Aku masih suamimu, Hanna! Beraninya kau memaki dan menghinaku seperti itu."

Kembali Hanna menyeringai. Matanya mendelik ke arah lemari kaca yang berisi koleksi kristalnya dengan sebuah lengkungan tipis penuh arti di bibirnya. Tak lama sebuah cekikan berhasil dilayangkan Aldo ke leher istrinya. 

Hanna menjerit tertahan karena rasa sakit akibat cekikan Aldo yang kini menjalar ke seluruh tubuhnya. Rasa seperti tersengat listrik ia rasakan ketika Aldo menguatkan cengkraman di lehernya.

Mata Hanna tiba-tiba membulat, dengan nafas tersengal Hanna mencoba mencakar wajah, tangan atau apapun yang bisa digapai tangannya demi melepas cengkraman itu.

Sayang usahanya tak berguna karena tenaganya kalah besar.

Melihat tak ada celah untuk lepas, Hanna berhenti melawan. Entah mengapa, Aldo juga melepas cengkramannya ketika melihat senyuman yang terasa begitu menakutkan di wajah Hanna.

Aargghh!

Sebuah jeritan tertahan terdengar keluar dari bibir Aldo, melihat tubuh Hanna yang jatuh di lantai dengan mata yang masih menatapnya tajam. Kakinya mundur beberapa langkah, saat menyadari Hanna diam dengan nafas yang tersengal-sengal.

"Apa yang sedang kau rencanakan?" tanpa sadar, Aldo melempar pertanyaan.

Hanna masih diam, namun ekor mata Aldo masih bisa menangkap seringai tipis yang baru saja terlukis di wajah istrinya itu. 

Melihat Hanna yang diam dan tidak bereaksi, membuat Aldo mulai gelisah, beberapa kali tangan lelaki itu meremas rambutnya sendiri. Lalu, kemudian berjalan ke sofa, duduk diam di sana, menenangkan diri.

Hanna masih memperhatikan, namun karena ia memang kehabisan pasokan oksigen akibat cekikan tangan Aldo, membuat wanita itu masih diam mengumpulkan sedikit tenaga. Tak lama, Hanna kembali bangkit dan berdiri dengan kepala yang tegak.

"Sudah puas kau mencekik leherku demi si j4lang murahan itu?"

"Diam!" Aldo membentak keras.

"Kau menjijikkan, menyedihkan, pengecut, dan pecundang yang memalukan." Hanna kembali memancing.

"Kubilang diam! Tak bisakah kau menutup mulutmu?" Aldo berteriak keras.

"Kau ingin aku diam, baik aku akan diam, tapi, ....." Belum selesai Hanna menyelesaikan kalimatnya, terdengar suara ponsel Aldo berbunyi. Menginterupsinya.

Tanpa menghiraukan perasaaan Hanna, Aldo menjawab panggilan teleponnya. Senyum Hanna semakin nampak mengerikan ketika ia mendengar jawaban suaminya atas keinginan wanita simpananya itu.

"Apa?"

"Kau ingin melaporkan Hanna ke polisi karena penganiayaan yang dilakukannya padamu di mall tadi siang?" 

Mendengar perkataan Aldo, membuat Hanna memiringkan kepalanya. Tampak kini wajah Aldo terlihat gelisah seakan mencemaskan sesuatu.

"Aku akan meneleponmu nanti," ucap Aldo memutus sambungan teleponnya. Lalu kembali beradu pandang dengan Hanna yang sudah sedikit lebih tenang.

"Kenapa melihatku seperti itu, Mas? Apa kau kasihan padaku? Ingin melaporkan kasus penganiayaan yang kulakukan pada j4lang simpananmu itu ke polisi?" Sinis Hanna bertanya.

"Lakukan saja, hanya saja kuingatkan padamu, Jangan salahkan aku jika hasilnya tidak seperti yang kalian harapkan." 

Selesai mengatakan kalimat itu, Hanna membalikkan badan, berniat kembali ke kamarnya, sayang ia tak menyadari jika Aldo kini sudah berdiri di belakangnya dan dengan kasar mendorong punggungnya dari belakang. Menyebabkan Hanna tersungkur dengan dahi menyentuh ujung kaki lemari jati yang berada di sisi kiri wanita itu.

"Apa yang kau rencanakan Hanna, katakan sebelum aku khilaf melenyapkanmu di sini!" Suara Aldo terdengar keras karena dikuasai amarah.

Hanna diam dan memegang dahinya yang terasa hangat oleh cairan amis. Tak lama, tangan Aldo menjambak kasar rambut istrinya itu dan mendekap lehernya dengan salah satu tangannya.

"Apa yang sedang kau rencanakan? Katakan!" Wajah Aldo mengeras.

Bukannya takut, Hanna kembali terkekeh. Dengan mengesampingkan rasa sakit dan kepalanya yang berdenyut nyeri, Hanna melotot tajam pada suaminya.

"Kau ingin melenyapkanku? Ayo lakukan? Aku tak akan mungkin bisa melawan. Kau tahu, mas? Aku sungguh kecewa denganmu karena lebih membela selingk*hanmu daripada istrimu sendiri," Bisik Hanna.

"Jangan membuatku kehilangan kesabaran."

"Kenapa? Kau marah karena ucapanku benar, kan? Laki laki memang aneh, sudah tahu melakukan kesalahan tapi tetap saja merasa dirinya selalu benar." Tuding Hanna.

"Sampaikan pada j4langmu itu jika ia sampai berani melaporkanku ke polisi, maka kalian berdua akan menanggung resikonya. Kau sangat tahu bahwa aku tidak pernah main-main dengan setiap ucapanku."

"Jangan harap kalian bisa menyingkirkanku dengan mudah. Kuberi tahu mas, bahwa aku tak akan mungkin hancur sendiri. Kau dan j4lang murahanmu itu juga akan ikut hancur bersamaku." Ucap Hanna setenang mungkin.

Mendengar ucapan Hanna, refleks tangan Aldo kembali mendorong tubuh Hanna, hingga tubuh ramping itu kembali jatuh mencium lantai. Tak lama terdengar suara Aldo yang menjerit tertahan.

"Shit!" 

Sambil memegang kepalanya, Hanna bangkit, dengan sisa tenaganya wanita itu mendekati Aldo yang kini mencengkram kuat bahunya.

"Kau akan menyesali semuanya, aku pastikan itu!" Ucap Hanna terkekeh dengan mata yang membulat sempurna, membuat Aldo kembali gelap mata dan melayangkan sebuah tamparan keras di wajah istrinya tanpa menyadari jika sebuah kamera kecil yang disembunyikan Hanna di balik pajangan koleksi kristalnya sudah merekam semua perbuatan kasar Aldo padanya sejak tadi.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Siti nurmala Siti
lanjut kan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status