Dua tahun kemudian."Aku tak menyangka jika kau akan membeli keripik kentang sebanyak itu," keluh Hanna sambil melirik beberapa jenis merk keripik kentang yang ada dalam troli."Aku hanya membeli untuk jatah satu minggu," jawab Reza santai.Hanna menggeleng melihat kelakuan dokter tampan itu, lalu kembali memandang deretan produk pencuci wajah yang ada di hadapannya.Awalnya Hanna hanya berdua saja dengan mbok Yem, asisten rumah tangganya, belanja dan mendorong troli supermarket ini, tapi di tengah perjalanan ke supermarket tadi, Reza mendadak meneleponnya, dan entah bagaimana caranya tiba tiba lelaki itu bisa ada di supermarket tersebut dan akhirnya ikut berbelanja."Apa masih ada yang ingin dibeli, mbok?" Tanya Hanna pada Mbok Yem ketika meletakan sebuah sabun pencuci wajah kedalam troli belanjanya."Nggak ada, semuanya sudah ada dalam troli," jawab mbok Yem."Baguslah, berati kita langsung saja ke kasir," sahut Hanna lalu menoleh pada lelaki yang berdiri di sebelahnya."Aku juga su
Bab Extra 1Aldo termangu memandangi Andira, putri semata wayangnya dengan Siska, dengan tatapan sayu. Hatinya menjerit melihat anak perempuannya itu tumbuh tanpa sosok ibu di sampingnya.Balita berusia dua tahun itu tampak sedang berpegangan tangan pada ujung meja, sedang asyik belajar berjalan, sesekali tampak ia terjatuh.Dipandanginya wajah putrinya, wajah yang persis sama dengan Siska. Lelaki itu berharap jika putrinya tidak mengikuti jejak ibunya, bahkan demi bisa fokus merawat dan mengasuh Andira, Aldo terpaksa keluar dari pekerjaannya.Membuka sebuah warung bengkel kecil di depan rumah, itulah pekerjaannya yang ditekuni Aldo sekarang untuk menafkahi putrinya. Sesekali ia menerima pekerjaan sampingan sebagai sales freelance. Untung saja ia tak perlu mengeluarkan uang untuk tempat tinggal, karena Ridwan mengizinkan dirinya dan putrinya untuk tinggal bersamanya. Sudah dua tahun berlalu sejak pertemuan terakhir dengan Roy, sang ayah biologisnya. Sesekali beliau menelpon, sekedar
Bab Ekstra 2Sementara itu di tempat lain."Darimana saja kau Siska?" Ketus seorang pria padanya "Aku keluar sebentar, mas," Jawab Siska gugup."Aku tahu kau keluar, yang kutanyakan darimana?""A-aku ke minimarket depan, mas. Beli beberapa perlengkapan mandiku yang sudah habis," jawab Siska menunduk."Mana?""Hah?""Aku tanya mana perlengkapan mandi yang kau beli itu? Aku tak melihatnya?" "Itu, a-ada ..." Ucap Siska gugup, karena ia tahu mengapa pria itu bertanya padanya seperti ini.Plak!Sebuah tamparan keras diberikan pria itu di wajah Siska, belum puas, pria itu lantas menjambak rambutnya dengan kasar."Kau pikir aku tidak tahu, kau baru saja menemui istriku, bukan?""Sial," umpat Siska dalam hati."Kau benar benar lacur! Apa semua yang kuberikan padamu belum cukup hingga kau membuat onar di rumahku, Hah!" "Mas, istrimu yang lebih dulu menghinaku. Lagipula, kau sudah berjanji akan menceraikan istrimu setelah menikahiku!" Siska meraung."Kau benar-benar lancang!" Hardik pria itu
"Kau tampak bahagia sekali. Apa karena tidur dengan suamiku semalam?" Hanna menyindir perempuan tak tahu malu itu dengan cukup keras. Dia tidak peduli bila beberapa pengunjung mall yang tengah melintas menengok ke arah mereka. Baginya, melihat wajah Siska yang memerah sebanding dengan tindakannya ini.Wanita itu sepertinya tak menyangka akan diserang oleh Hanna, istri dari pria yang sedang didekatinya.Hanna pun melirik beberapa kantong belanja di tangan Siska. Ia yakin sekali bahwa uang yang digunakan berasal dari suaminya. Kali ini, Hanna pun bertepuk tangan sembari menyindir wanita tak tahu malu itu. "Wah! Habis beli perhiasan. Ck ... ck ... pake uang hasil jualan lobangmu ya?!" Tangan dari wanita berambut ikal sepinggang itu seketika mengeras. Siska tampak tak terima. "Tutup mulutmu!" balasnya.Namun, Hanna tak peduli. Dengan berani, dia mendekati penggoda suaminya itu kembali. "Berapa harga yang diberikan suamiku agar dia bisa tidur dengan j4lang seperti dirimu. Hah!"Tudingan
Security wanita itu akhirnya melepas tangan Hanna. Namun, tetap saja wanita dengan seragam itu terus mengawasi Hanna, agar tidak kembali berbuat nekad.Hanna menyibak rambutnya dengan elegan, lalu merapikan beberapa bagian pakaiannya yang kusut akibat pergulatan mereka tadi. Melihat heels miliknya tergeletak tak jauh dari posisinya sekarang, refleks Hanna melangkah mengambilnya.Suara ringisan kesakitan terdengar lirih dari bibir Siska, penampilan wanita muda itu begitu buruk. Kakinya bahkan gemetar untuk berdiri. Rasa terkejut karena pergulatan tadi masih membekas padanya. Kelihatannya butuh waktu bagi Siska untuk mengembalikan kepercayaan dirinya."Dasar wanita gila!" maki Siska yang terdengar sampai ke telinga Hanna."Apa katamu, j4lang! Kau bilang aku wanita gila?! Masih ingin kuhajar kau?" balas Hanna kembali emosi."Tenang, bu!" Suara security wanita terdengar lagi. Ia berusaha menenangkannya."Wanita murahan. Bisanya cuma jualan lobang saja, entah sudah berapa orang yang sudah
Sebuah mobil memasuki sebuah kompleks perumahan, bergerak perlahan melewati beberapa blok hingga akhirnya berhenti di depan sebuah rumah bercat kuning pucat.Dengan wajah datar Hanna turun dan melangkah tenang masuk ke halaman lalu mengetuk pintu, tak lama, datang seorang wanita lain yang langsung menyambutnya dengan hangat."Aku sudah menunggumu dari tadi." Ucap Dina, sahabat sekaligus sepupu Hanna. Seseorang yang selalu setia menampung segala cerita hidupnya."Ada sedikit masalah di jalan," ucap Hanna beralasan."Kau benar-benar nekat, Hanna, aku bahkan tak bisa berpikir dengan baik sewaktu kau menelponku dan bercerita tentang pergulatanmu itu," ujar Dina menggeleng."Maksudmu aku harus diam saja melihat perbuatan mes-um mereka, begitu?" Ketus Hanna."Jangan salah paham. Aku tidak mengatakan seperti itu. Kau menghajar Siska habis-habisan, Tapi bagaimana jika ia melapor ke polisi. Bisa panjang ceritanya Hanna. Kau selalu saja bertindak semaunya." Dina mengeluh seolah memikirkan kelan
Siska melempar tas yang dipegangnya dengan begitu keras hingga terdengar suara berdebum ketika benda itu membentur lantai kamarnya. Dengusan panjang dikeluarkannya, seakan hendak memberitahu betapa emosi dirinya saat ini.Perkelahiannya dengan Hanna menyisakan begitu banyak rasa sakit dan nyeri di sekujur tubuhnya. Mulutnya bahkan tak henti memaki ketika melihat beberapa lebam di bagian wajah dan lengannya.Kakinya melangkah ke sebuah cermin yang cukup besar yang menempel di lemarinya. Salah satu tangannya menyentuh pipi kanannya masih terasa begitu nyeri akibat tamparan Hanna yang bertubi, ia juga menyibak poninya, nampak jelas bekas cekaran kuku wanita itu yang masih menjejak manis disana."Si4lan kau Hanna, dasar bar-bar, wanita gila! Wajar saja Mas Aldo lari dari pelukanmu." Siska mengumpat.Kembali Siska memandang ke arah cermin. Mengamati rambutnya yang tampak kusut meski sudah ia rapikan. Rasa sakit akibat jambakan tangan Hanna masih terasa nyeri, membuat wanita itu kembali mem
Aldo terdiam mendengar tudingan Hanna yang begitu menusuk. Wajah Hanna yang menahan amarah dengan nafas yang nampak memburu, membuat lelaki itu memilih untuk menahan diri.Ekor mata Aldo melihat Hanna dengan kedua tangan bersidekap di depan dada. Sebuah posisi pertahanan diri yang biasa refleks dilakukan. Aura panas yang dikeluarkan wanita itu begitu terasa, membuat tengkuk Aldo menegang.Ucapan Hanna tidak ada yang salah. Aldo memang menginap di tempat Siska selama tiga hari. Awalnya ia dan Siska, wanita gelapnya itu memutuskan untuk bertemu sebentar setelah pulang kantor, namun ditengah perjalanan, tiba tiba saja Siska mengubah rencana, wanita itu mengatakan ingin menonton film berdua saja di kamar kostnya.Permintaan Siska langsung dijawab Aldo dengan anggukan kecil. Bagai mendapat hadiah, tanpa berpikir panjang, mengikuti keinginan dan juga hasratnya.Suasana mendadak berubah, acara menonton film tersebut seketika berganti, ketika Siska tiba tiba mengganti pakaiannya dengan linge