Aldo terdiam mendengar tudingan Hanna yang begitu menusuk. Wajah Hanna yang menahan amarah dengan nafas yang nampak memburu, membuat lelaki itu memilih untuk menahan diri.
Ekor mata Aldo melihat Hanna dengan kedua tangan bersidekap di depan dada. Sebuah posisi pertahanan diri yang biasa refleks dilakukan. Aura panas yang dikeluarkan wanita itu begitu terasa, membuat tengkuk Aldo menegang.Ucapan Hanna tidak ada yang salah. Aldo memang menginap di tempat Siska selama tiga hari. Awalnya ia dan Siska, wanita gelapnya itu memutuskan untuk bertemu sebentar setelah pulang kantor, namun ditengah perjalanan, tiba tiba saja Siska mengubah rencana, wanita itu mengatakan ingin menonton film berdua saja di kamar kostnya.Permintaan Siska langsung dijawab Aldo dengan anggukan kecil. Bagai mendapat hadiah, tanpa berpikir panjang, mengikuti keinginan dan juga hasratnya.Suasana mendadak berubah, acara menonton film tersebut seketika berganti, ketika Siska tiba tiba mengganti pakaiannya dengan lingerie merah yang dibelikan Aldo beberapa hari lalu. Bentuk tubuh yang menggoda dan tercetak di balik lingerie itu membuat G4irah lelakinya seketika memuncak. Terpaksa akhirnya memutuskan untuk menginap, karena lelaki itu merasa tak akan bisa pulang dengan tenang jika sesuatu di bagian bawah miliknya berdiri tegak dan menyesaki celananya jika hasratnya tidak segera ia tuntaskan.Rayuan dan pelayanan paripurna yang di berikan Siska di atas ranjang membuat dirinya kecanduan. Aldo menginginkan lagi dan lebih, sentuh4n lembut wanita gelapnya itu membuat dirinya terbuai hingga melakukannya sampai berkali-kali dan melupakan seseorang yang begitu setia menunggu kepulangannya di rumah.Dan kini, lelaki itu akan membayar semua keputusannya yang diambilnya karena menuruti hawa nafsunya."Aku bisa menjelaskannya, Hanna." Ucap Aldo berusaha menyingkirkan rasa gugupnya."Aku tak perlu penjelasan! Kau dan si j4lang murahan itu membuatku muak.""Wanita itu yang menggodaku lebih dulu," tuduh Aldo setengah berteriak, berharap kemarahan istrinya sedikit melunak.Plak!Sebuah tamparan melayang di wajah Aldo, begitu cepat tangan Hanna melakukannya hingga Aldo tak sempat mencegahnya. Rasa nyeri dan panas terasa di wajah maskulin itu, membuat Aldo meringis karena menahan rasa sakitnya."Tutup mulutmu, mas! Kau pikir aku sebodoh itu hingga percaya dengan alasanmu? Dia menggodamu, lucu, memang kau pikir siapa dirimu? Reza Rah4dian? Sultan Jogja? Atau Ardi Bakrie?"Hana terkekeh, lalu memiringkan wajahnya, menunggu reaksi lelaki dihadapannya."Dia menggoda lalu kau terpikat. Kau yang terjerat dengan rasa selangk4ngan yang ditawarkannya. Dasar lelaki gatal, punya mata itu dipake, j4lang murahan kok dipelihara!""Hanna!" Pekik Aldo tak terima karena merasa diremehkan, Tak lama, lelaki itu segera bersikap waspada begitu melihat tangan Hanna hendak menggapai sebuah penyangga gorden yang belum sempat dipasang."Kenapa Mas, kau takut akan kupukul dengan benda itu?" Sinis Hanna yang menyadari pandangan mata Aldo."Jangan main main dengan benda itu, Hanna,"Mendengar perkataan Aldo, seketika Hanna tertawa menyeringai."Kau pikir aku sedang mengajakmu bermain-main, hah?""Tiga hari kau tidak pulang karena sibuk menggaruk selangk4ngan dan membelai lubang selingkuhanmu itu. Kau pikir aku masih ingin bermain-main? Kau tahu, aku sangat ingin memukulmu sampai kau tidak bisa berdiri." Sinis Hanna dengan seringai mengejek."Kau yang bermain api tapi ingin mengajakku terbakar. Kau menginginkan wanita itu bersamamu tapi tak berani berterus-terang padaku. Apakah itu terdengar adil untukku?" Geram Hanna dengan tangan mengepal kuat."Asal kau tahu, aku bahkan sampai membayar orang untuk menguntit j4lang peliharaanmu itu," tunjuk Hanna ke dada suaminya."Cukup, laki laki berhak memiliki wanita yang dia sukai!" Aldo membela diri."Oh begitukah, perkataanmu benar-benar ingin menguji kesabaranku!"Bugh!Sebuah pukulan telak dari tangan Hanna spontan mengenai rahang kanan Aldo, membuat lelaki itu refleks mencengkram leher Hanna dengan salah satu tangannya hingga membuat wajah keduanya kini begitu dekat.Rasa sesak melanda, udara terasa menipis di paru parunya, membuat Hanna mengambil udara sebanyak mungkin dengan mulutnya, demi agar jantungnya bisa memompa oksigen kembali.Dengan mata yang melotot tajam, Hanna mengeram dalam cengkraman tangan Aldo. Berusaha keras melepaskan dirinya.Melihat tak ada peluang untuk bisa lepas dari cengkraman tangan suaminya, Hanna menarik keras punggung tangan Aldo dan menggigitnya sekuat mungkin hingga rasa amis kini menjalar ke lidahnya.Argghh!Aldo menggeram, rasa sakit akibat gigitan Hanna membuat ia melepas cengkramannya. Kesempatan emas itu dimanfaatkan Hanna untuk menendang bagian bawah Aldo, membuat lelaki itu akhir menjerit kesakitan.Argghh!"Pasti rasanya sakit!" Bisik Hanna dengan mata berbinar, lalu terbatuk kecil karena cengkraman tangan suaminya tadi yang masih terasa menyakiti lehernya.Wajah Aldo meringis, rasa nyeri dengan cepat menyerang hingga ke kepala."Aww! Ngilu Mas. Mungkin ada baiknya kau suruh adik kecilmu itu beristirahat, mungkin ia lelah karena terus menerus kau pakai untuk memuaskan j4lang simpananmu itu," ejek Hanna terkekeh."Keterlaluan kau, Istri durhaka!" Rintih Aldo dengan wajah yang masih meringis menahan nyeri akibat tendangan Hanna yang langsung tepat sasaran."Ya aku memang durhaka, terserah kau mau mengatakan apa. Tapi, sepertinya kau lupa, apapun yang kulakukan hanya meniru perbuatanmu. Kau yang mengajariku untuk tidak menghormati pasangan. Darimu juga aku belajar untuk mencari kebahagiaanku sendiri.""Kau tahu, menikmati wajahmu yang kesakitan seperti itu adalah kebahagiaan terbesarku saat ini.""Tutup mulutmu!" Teriak Aldo berusaha melayangkan tamparan pada istrinya, Sayang, Hanna lebih dulu membaca gerakan tangannya, hingga belum sampai tangan kekar itu menyentuh wajahnya, tubuh rampingnya segera bergeser cepat."Si4l! Umpat Aldo seketika.Aldo menggigit kepalan tangannya yang tadi gagal digunakan untuk kembali menampar Hanna, matanya masih menatap nyalang pada istrinya, amarah masih membuatnya panas, serasa ingin meledakkan tubuhnya."Si4l!" Kembali Aldo mengumpat.Prang!Sebuah vas bunga kristal yang terpajang di meja tamu tiba-tiba di lempar Aldo untuk mengalihkan kekesalannya. Sengaja lelaki itu melemparnya didekat Hanna, untuk menunjukkan betapa emosi dirinya saat ini.Vas bunga itu keras membentur dinding dan hancur. Kepingan-kepingan vas itu berserakan di lantai. Hanna memandang vas yang hancur itu dengan sorot mata yang dingin. Dengan wajah yang menyeringai."Kau benar-benar keterlaluan. Aku menyesal menikah denganmu. Siska bahkan sepuluh kali lebih baik darimu." Sesal Aldo sambil terus memaki."Oh, benarkah! Baguslah. Artinya setelah ini, aku tak perlu mengurusi kebutuhanmu lagi," balas Hanna spontan.Ada rasa nyeri dihati Hanna ketika mendengar pernyataan Aldo. Mata dengan bulu mata lentik itu nampak berkaca.
Keesokan harinya,Hanna duduk memandang sepiring nasi goreng yang dibuat Mbok Iyem, Assisten rumah tangganya dengan wajah masam dan tak berselera. Pertengkaran dengan Aldo semalam masih menyisakan rasa nyeri di kepalanya yang terluka akibat berbenturan dengan kaki lemari. Sikap brutal yang dilakukan Aldo semalam masih terekam jelas dalam memori ingatannya. Hanna tak habis pikir mengapa Aldo yang begitu mencintainya bisa berubah begitu cepat membencinya. Apa yang dilakukan Siska hingga bisa membuat Aldo begitu cepat berpaling darinya?Adakah kesalahannya? Atau pelayanannya yang tidak sesuai keinginan suaminya? Entahlah, Hanna merasa yakin jika tak melakukan hal yang buruk yang bisa membuat Aldo berpaling dan menjauh darinya.Semalam, setelah puas mengeluarkan amarah, Hanna membanting pintu kamarnya dan menguncinya begitu rapat. Hingga Aldo terpaksa tidur mengungsi ke kamar tamu. Dan pagi ini lelaki itu tak terlihat di meja makan ini.Ah, tapi mengapa ia harus peduli? "Mbak Hanna, tid
"Apa yang akan didapatkan wanita bodoh itu dengan melaporkan Hanna?" ucap Aldo yang tanpa sadar mengingat kembali senyum yang begitu menakutkan di wajah Hanna semalam.***Awan mendung masih menggelayut di langit, begitu juga dengan angin yang mulai berhembus kencang, menerpa dedaunan dan menggoyangkan ranting pohon seperti tubuh seorang penari yang meliuk.Entah mengapa cuaca seperti begitu cepat berubah. Padahal tadi pagi matahari masih begitu garang memperlihat keperkasaannya. Seolah meyakinkan diri jika tetesan air tak akan mungkin bisa jatuh ke tanah.Hanna memandang halaman rumahnya dengan tatapan sayu dari teras, niatnya untuk pergi ke suatu tempat, terpaksa ditunda, karena cuaca yang tidak mendukung, ia yakin tak akan lama lagi hujan akan turun.Ditengah pikirannya yang seakan ingin mempermainkannya, sebuah motor matic berhenti tepat di depan rumahnya. Melihat siapa gerangan yang datang bertamu, sebuah senyuman kini terlukis indah wajahnya."Dina, tumben main ke rumahku?" Han
"Terserah kau saja, tapi jika kau butuh bantuan pengacara, Jangan sungkan menelponku." Ujar Dina khawatir.Hanna menggangguk."Tentu saja.""Aku pasti akan meminta bantuan padamu sebab kantor polisi adalah langkah terakhir bagiku, sebelum itu aku ingin melihat wajah pucat lelaki itu karena telah kehilangan segala hal yang dibanggakannya selama ini. Aku ingin melihat rasa penyesalan yang tulus di wajahnya, dan yang terpenting aku ingin melihatnya hancur di depan mataku sendiri.""Kau memiliki bukti KDRT yang dilakukan Aldo padamu Hanna.""Aku tahu, tapi melaporkannya ke kantor polisi tidak semudah yang dibayangkan, akan banyak waktu dan materi yang dibutuhkan dan aku tidak punya waktu untuk itu, lagipula melaporkannya juga tidak menyelesaikan masalah. Tuduhan KDRT dan perzinahan bisa menahannya berapa lama? Tiga bulan, satu tahun, tiga tahun? Tuduhan itu tidak akan membuatnya membusuk selamanya dipenjara, lalu begitu lelaki itu keluar nanti, adakah jaminan Jika dia tidak mencariku lagi
Aldo memandang foto Hanna yang sedang tersenyum manis di sudut kiri meja kerjanya dengan sorot mata yang dingin. Entah apa yang ada dalam pikirannya hingga setelah beberapa saat, foto itu di lepas dari piguranya dan di robek beberapa bagian hingga berakhir dalam kotak sampah.Dengan punggung yang menyandar di kursi, Aldo membuang nafas kasar. Pertengkarannya dengan Hanna dua malam lalu kini berkelebat di benaknya. Sungguh, selama satu setengah tahun mereka menikah, baru malam itu ia bisa lepas kendali dan memukul istrinya dengan begitu kasar.Aldo memandang kedua telapak tangannya sesaat, lalu mengusapnya ke wajah sambil menatap ke langit-langit ruang kerjanya. Rasa penyesalan sedikit terbetik dalam hatinya, karena sebelumnya tak pernah sekalipun ia memperlakukan Hanna sekasar itu."Mengapa Hanna?""Kau membuat tanganku menyakitimu. Jika memang kau sudah bosan padaku, mengapa tidak mengatakannya terus terang saja, kita bisa berpisah secara baik-baik." Gumam Aldo.Sebuah laci di sisi k
"Keterlaluan kau Hanna," geram Siska sambil mengepalkan tangannya.***Siska mengigit bibirnya cukup kuat hingga lidahnya dapat merasakan sesuatu yang kental dan amis di sana. Kerongkongannya tercekat seakan tak mampu untuk menelan sesuatu. Ancaman Hanna benar-benar menguasai pikirannya saat ini. Ia tak menyangka jika wanita g!l4 itu bisa berpikir sampai sejauh itu untuk membalasnya.Amarah begitu menyeruak di dadanya saat ini, segera ia tinggalkan area kafe menuju meja kasir karena ada sedikit tempat tertutup disana yang sering digunakan para karyawan untuk melepas penat sesaat.Ting.Sebuah pesan masuk ke ponselnya. Tanpa perlu melihat Siska yakin bahwa itu pesan dari Hanna untuknya. Entah mengapa, jemarinya begitu enggan untuk menyentuh kembali benda pipih yang telah dimasukkan kembali ke dalam saku belakang celana jeans-nya."Kau sengaja melakukannya kan, Hanna?" Bisik Siska geram.Seorang pengunjung melambaikan tangan untuk memanggilnya. Untuk sesaat Siska mengabaikan pesan di po
"Jika kau masih ingin bekerja di sini, lebih baik kau bereskan meja-meja di sana, Siska," perintah Kanaya, sang manager cafe ini. Ketika memergoki Siska yang masih duduk di belakang meja kasir dengan kaki menekuk.***Melihat nada suara managernya yang tidak bersahabat, Siska pun berdiri, meski kedua lututnya masih terasa lemah untuk menopang berat tubuhnya."Mbak, bisakah aku izin pulang, perutku tiba tiba kram," pinta Siska memelas."Izin pulang?" ekor mata Kanaya mendelik tajam."iya Mbak.""Aku bosan mendengarmu selalu meminta izin, Siska. Asal kau tahu, bulan ini saja sudah tiga kali kau minta izin pulang cepat, dengan banyak alasan, aku bahkan tidak enak dengan pegawai lain karena selalu memberimu izin." Tolak Kanaya tegas dengan kedua tangan yang bersidekap di depan dada."Sekali ini saja, mbak." Kembali Siska memohon.Kanaya menggeleng cepat."Tidak! Maaf kau terus saja membuang waktu, jika kau masih ingin bekerja maka layani pelanggan kita di sana, jika kau merasa keberatan d
Beberapa jam setelah sebelumnya.Hanna masih diam di depan meja riasnya, tampak dari pantulan cermin, wajahnya kini sudah terpoles rapi dengan make-up sederhana, namun tidak mengurangi kecantikannya.Pikirannya kini melayang ketika laporan demi laporan beberapa teman yang mengetahui perselingkuhan suaminya. Bahkan demi membuktikan kabar tersebut, Hanna beberapa kali datang ke kantor suaminya demi mengetahui rekam jejak lelaki itu.Seorang wanita datang menyapa dan berbicara padanya ketika tidak sengaja bertemu dengannya di area parkir kantor tempat Aldo bekerja. Mengetahui jika wanita itu adalah rekan kerja suaminya, Hanna memohon sebuah pertolongan kecil padanya. "Aku hanyalah staf biasa, tapi ... baiklah, aku akan membantu, jika hanya memberitahu jadwal absensinya kurasa itu tidak masalah. Aku bisa mengirim pesan padamu kapan ia datang dan pulang," ujar wanita itu."Aku pasti akan mentraktirmu makan siang, terima kasih banyak," Hanna berucap senang.Beberapa orang di kantor tempat