Diam kau mas, aku tak butuh penjelasan dan rasa bersalahmu itu. Dengarkan aku baik baik, selama aku masih hidup, aku tak akan membiarkanmu bahagia. Hari ini kau sudah mempermalukanku, kau merusak kebahagiaanku. Aku berjanji semua perbuatanmu ini akan kubalas." Geramku.Aku menatapnya nyalang, tanganku mengepal kuat."Kau tak akan pernah bisa kembali lagi pada Alina, mas. Aku bersumpah, selama aku masih hidup, tak akan kubiarkan kau bahagia dengannya."****PoV. Kania.Aku melangkah cepat menyusuri lorong hotel ini menuju kamarku. Nafasku tersengal, dadaku naik turun, masih menahan sesak amarah didada. Akibat perbuatan Mas Bayu.Beberapa pasang mata karyawan hotel melihat kearahku dengan berbagai macam tatapan. Sungguh, aku sama sekali tak suka cara mereka memandangku seakan aku sebuah badut yang tengah berjalan.Dadaku masih bergemuruh hebat, penghinaan dan rasa malu yang disebabkan oleh perbuatan Mas Bayu ini terlalu berat untuk kutanggung. Mengapa
PoV Bayu."Kau tak apa apa?" Tanya Mas Bayu yang nampak mengkhawatirkanku."Tak apa apa." Jawabku sambil menahan perih akibat luka bekas pukulan Kania dengan stand microphone tadi."Sebaiknya, kita segera kembali kerumah sakit. Kelihatannya lukamu cukup serius. Harus segera dirawat.""Iya,"Mas Adi mendorong kursi rodaku cepat, menuju mobilnya yang diparkir tak begitu jauh dari lokasi acara ini. Rasa nyeri membuatku tak begitu peduli dengan tatapan para tamu saat kami melintas di depan mereka.Masih sempat kulirik Kania yang mengumpatku disana. Dua orang memegang dan menahannya agar tenang dan diam, untunglah mas Adi bergerak cepat, segera memapah tubuhku masuk kedalam mobil.Aku dan Mas Adi akhirnya sudah tiba kembali kerumah sakit. Sesungguhnya, rasa sakit dan nyeri yang kurasakan dikepala dan kaki tak seberapa jika aku mengingat semua kesalahanku selama ini pada Alina. Seorang dokter langsung merawat lu
"Mbak Alina! Kau melamun." Tegur seseorang.Aku menoleh cepat melihat siapa yang baru saja bicara. Disampingku duduk seorang gadis yang kini sedang tersenyum menatapku."Oh, maaf. Ada apa?" Aku memperhatikannya dengan seksama."Aku tadi bertanya, bisakah kuminta sedikit minyak kayu putih yang sedang kau pegang, mbak. Entah mengapa, tiba tiba perutku rasanya mual," Tuturnya."Oh, ini silakan." Aku menyerahkan minyak kayu putih yang kupegang ini padanya."Terima kasih."Bis ini telah melaju meninggalkan area wisata Taman Sari, tempat terakhir tujuan wisata kami hari ini. Aku tak menyadari kehadirannya di sampingku, karena terlalu sibuk dengan pikiranku sendiri. Untuk sejenak, aku mengerutkan kening, mengingat ibu Lily yang seharusnya duduk disebelahku, lalu kenapa sekarang berubah menjadi gadis ini? Apakah mereka sengaja bertukar tempat duduk?"Apa kau tahu, kemana Bu Lily?" Tanyaku penasaran."Oh, ibu Lily ada didepan, mbak. Ia minta bertukar temp
PoV. Kania.Pesawat ini akhirnya menukik tajam, tak lama lagi akan mendarat di bandara Sukarno Hatta, perjalanan melelahkan ini akan segera berakhir. Terdengar suara seorang awak kabin pesawat kembali mengingatkan agar para penumpang tetap duduk dan mengencangkan sabuk pengaman karena beberapa menit lagi pesawat ini akan mendarat.Aku tersenyum lega, ketika pesawat ini akhirnya mendarat dengan baik di landasan pacu Bandara Sukarno Hatta ini. Aku menatap keluar jendela sambil menunggu pesawat ini benar benar berhenti."Terima kasih," ucapku kepada seorang pramugari yang membantuku mengambil paper bag yang tersangkut diantara koper penumpang. Tak lama akupun akhirnya keluar dari dalam lambung pesawat ini.Hufft!Aku menarik nafas panjang, menghirup udara di negara kelahiranku kembali. Wajahku kini menyungging senyum. Tak lama lagi semua bayang bayang kelam dan ilusi masa lalu ini akan segera kutuntaskan semua."Syukurlah pesawatmu tepat waktu, mbak. Jika t
"Habiskan makanannya, nak. Tak baik menyisakan makanan." Aku membujuk gadis kecilku yang masih asyik dengan mainannya.Aku duduk menemani Diyara yang sedang asyik bermain di taman komplek perumahan ini. Tak hanya kami, banyak anak anak lain juga bermain disini. Taman yang sengaja dibuat sebagai tempat bermain anak-anak ini hanya berjarak kurang lebih setengah kilometer dari rumahku. Mengajak Diyara kesini sambil menyuapinya makan adalah agenda yang wajib kulakukan setiap libur kerja.Mbak Sita memang menginap dirumahku, Namun, selalu pulang setiap hari Sabtu untuk menjenguk kedua orang tuanya dan akan datang kembali kerumahku Minggu sore. Bagiku tak masalah yang penting saat aku membutuhkan jasanya ia selalu ada. Terkadang, saat aku libur, Bu Maryam pun sering memintaku membawa Diyara kerumahnya. Aku bisa mengerti rasa sayangnya pada anakku, karena sejak Diyara lahir, beliaulah yang mengurusnya.Perkataan Mbak Sita kemarin kembali mengusik pikiranku, aku tak menyang
"Aku dan Mas Bayu tidak jadi menikah. Mas Bayu membatalkan pernikahan kami saat akad nikah kami sudah di depan mata." Ucapnya getir.Ada perasaan tak percaya ketika mendengar kenyataan itu dari mulut Kania. Benarkah itu? Berarti mereka tidak jadi menikah? Haruskah aku merasa bahagia?***Entahlah.Kutatap lekat wajah Kania yang nampak menyunggingkan senyum tipis padaku. Sungguh, aku tak merasa apa-apa. Tidak juga bahagia saat mendengarnya. Namun, aku yakin Kania saat ini tidak sedang berbohong, karena ada perasaan kecewa dan kemarahan yang kutangkap dari nada bicaranya."Kenapa bisa seperti itu? Bukankah kalian berdua sangat ingin menikah. Saat itu, aku bahkan sangat cemburu padamu, Kania. Sekuat apapun aku berusaha untuk mengalihkan perasaan Mas Bayu kepadaku, tetap saja tak berhasil, karena cinta Mas Bayu hanya untukmu saja," ungkapku.Kembali, ia tersenyum getir. Mata itu kini terlihat berkilat, ia juga mengepal kuat tangannya. Untuk sesaat,
Mas Reyhan masih berdiri di dekat pintu, masih mendelik tajam pada Kania. Kulihat Kania masih terdiam disana. Kucoba mencairkan suasana kaku ini dengan meminta Kania duduk kembali."Wajahmu terlihat tegang, Kania. Duduklah dulu, tolong buat dirimu nyaman disini. Kau adalah tamuku, aku tak mau kau terlihat tak nyaman selama berada dirumahku." Pintaku padanya. ***Setelah berkata seperti itu pada Kania Aku pamit meninggalkan mereka sebentar untuk meletakkan paperbag ini ke dekat Diyara bermain. Lalu membalikkan badan kembali memandang kearah Kania."Aku rasa kau sudah mendapatkan jawaban dari pertanyaanmu tadi, Kania."Kania menoleh padaku, memandangku penuh tanya, sepertinya dia lupa mungkin harus kuingatkan saja."Kau tadi bertanya padaku bukan, apakah aku sudah menikah lagi?""Sejak kepergianku meninggalkan Mas Bayu, Aku tak menikah lagi. Meskipun kami tidak tinggal bersama, Aku dan Mas Bayu masih terikat pernikahan. Aku tahu perbuatanku
PoV Kania"Apa yang terjadi, Kania? Kenapa kau berjalan tergesa seperti itu?"Tanya mama ketika baru saja aku melangkahkan kaki masuk kedalam rumah. Aku tak menanggapi pertanyaan mama karena hatiku sangat kesal saat ini.Aku hanya melirik saja, sambil terus melanjutkan langkah menuju kamar. Hari ini, suasana hatiku memburuk. Pertemuan dengan Mas Reyhan tadi sore dirumah Alina seperti menyiram air garam pada luka lama yang sudah mengering, luka yang hampir kulupakan.Argghh ....Kulempar tasku keras hingga membentur sandaran ranjang, lalu melepas sepatu dan menendangnya kuat. Aku berjalan cepat ke arah meja riasku, kembali melempar semua kosmetik yang tertata rapi diatasnya. Semua barang yang terjangkau oleh tanganku kini sudah berhamburan tak tentu arahnya. Bahkan ada beberapa kosmetikku yang retak bahkan pecah.Aku masih berdiri didepan cermin ini menatap pantulan wajahku dengan nafas yang memburu. Kuusap kasar wajahku, lalu meremas kuat rambut dengan k