Share

Awkward

Penulis: Zizara Geoveldy
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-05 13:23:49

What a awkward wedding!

Pikiran itu yang melintas di benak Tatiana saat berada di pernikahannya sendiri. Di ballroom hotel yang luas dan sudah didekor sedemikian lupa, nuansa adanya pesta begitu terasa. Ballroom itu didominasi oleh warna putih. Mulai dari dekorasi hingga properti, sampai pada hal-hal yang paling detail seperti taplak meja. Para undangan juga terlihat sangat menikmati aneka hidangan lezat yang disajikan. Namun, bukan itu masalahnya. Ada yang terasa janggal. Tidak seorang pun keluarga Bian ada di sana. Termasuk orang tuanya. Bian bilang mereka sedang berada di luar negeri. Tapi kenapa mereka melewatkan begitu saja momen penting dan sesakral seperti pernikahan? Apalagi yang menikah adalah anak mereka sendiri.

Sudah sejak tadi kilatan lampu kamera menerpa dan menyambar-nyambar wajah Bian dan Tatiana. Sudah sejak tadi pula keduanya tak berhenti tersenyum. Tatiana merasakan mulutnya mulai pegal, dan giginya juga sudah kering. Dia melirik tangan Bian yang mengait lengannya. Pria yang kini dia sebut suami terlihat gagah dalam balutan tuxedo putih.

“Congrats ya! Buruan kasih kita ponakan, nggak usah pake tunda,” bisik Elka di telinga Tatiana saat mereka bersalaman di pelaminan.

Tatiana tersenyum gugup, khawatir Bian akan mendengar bisikan kecil itu. Padahal sesungguhnya adalah hal yang wajar. Namun, rasa malunya lebih mendominasi.

Tatiana lalu memindahkan senyum pada teman-teman kantornya yang lain yang antri ingin bersalaman dengannya.

“Pacarannya sama Darren, tapi nikahnya sama Bian. Kadang hidup memang selucu itu,” bisik Sofie, sahabatnya selain Elka, kemudian terkekeh geli.

“Kamu beruntung sekali menikah dengan Bian.” Komentar itu salah satunya yang didengar Tatiana dari teman-temannya yang lain.

Tatiana tersenyum kecil menanggapinya. Dia kembali melirik Bian yang kini menunjukkan muka datar. Tanpa ekspresi, tanpa senyum. Sangat kontras dengan saat mereka bersalaman dan berswafoto dengan para tamu.

Tatiana sebelumnya memang mengenal Bian melalui Darren. Dan Bian juga mengenal Tatiana sebagai calon istri Darren yang adalah keponakannya. Selisih umur Bian dengan Darren hanya lima tahun. Mereka lebih terlihat seperti kakak dan adik. Bukan seperti paman dan keponakan. Tatiana tidak tahu seperti apa jati diri Bian yang sesungguhnya. Baik itu sifat, karakter, kesukaan, hal-hal yang dibenci, serta lainnya. Tatiana hanya tahu kalau Bian adalah seorang pengusaha muda yang sukses. Bian bisa dikategorikan sebagai salah seorang public figure non celeb. Beberapa kali Tatiana sempat melihat Bian muncul di media. Tapi saat itu sosok Bian bukanlah seseorang yang bisa menarik minat dan menyita habis perhatian serta pikirannya. Saat itu kepala Tatiana hanya diisi oleh Darren, Darren, dan Darren lagi. Lelaki berparas elok, baik, tapi sayangnya berbeda nasib dengan Bian. Darren hanyalah seorang lelaki biasa dengan kehidupan yang biasa-biasa pula. Termasuk profesinya. Dia tidak seberuntung Bian. Dia bukan CEO atau direktur. Darren hanyalah seorang karyawan kubikel non jabatan dengan penghasilan standar tapi mencukupi dan tidak berlebih.

***

Pesta telah usai sejak beberapa jam yang lalu. Sekarang tinggal lelahnya. Saat ini Tatiana dan Bian berada di kamar presidential suite hotel tempat mereka menyelenggarakan pesta pernikahan.

Tatiana berbaring di ranjang pengantin mereka. Tidak ada taburan kelopak mawar merah di atas pemukaan kasur. Mereka seperti layaknya tamu hotel biasa.

“Aku yang meminta agar kamar ini tidak dihias apa pun,” ujar Bian seolah mengetahui pikiran Tatiana. Lelaki itu melepas satu demi satu pakaian yang melekat di tubuhnya.

“Oh…,” sahut Tatiana. Jantungnya berdenyut aneh saat melihat Bian yang kini bertelanjang dada. Apa yang akan dilakukannya? Apa malam ini Bian akan meminta haknya? 

‘Aku belum siap!’ Tatiana berteriak di dalam hati. Tanpa sadar dia memeluk dirinya sendiri yang mengenakan piyama tidur lengan panjang. Bukan lingerie seksi. Tatiana kemudian menarik selimut tinggi-tinggi dan menutupi mukanya.

Bian berjalan mendekati tempat tidur. Dia juga terlalu lelah dan ingin beristirahat. Namun langkahnya terhenti. Di mana dia akan tidur? Matanya berlarian mengitari setiap sudut ruangan. Ah, mungkin di sofa itu lebih baik.

Bian lalu merebahkan tubuh di sofa itu. Diliriknya Tatiana yang menenggelamkan diri di bawah selimut. Bian sama sekali tidak menyangka kalau pada akhirnya mereka akan terjebak pada hubungan yang menurutnya absurd ini. Mereka hanya dua orang yang sama-sama disakiti dan disatukan dalam sebuah ikatan suci. Bagi Bian ini adalah hal paling gila yang pernah dilakukannya sepanjang tiga puluh tahun kehidupannya.

Tidak mendengar suara atau gerakan apa pun, Tatiana membuka mata dan mengintip setelah menyibak sedikit selimut yang menutupi kepalanya. Dia memutar tubuh dengan gerakan yang teramat perlahan. Tidak ada Bian di sebelahnya. Ke mana dia? 

Menjawab rasa penasaran, Tatiana menurunkan selimut hingga sebatas dada agar bisa melihat lebih jelas. Matanya menyapu seluruh penjuru kamar. Akhirnya Tatiana menemukan Bian berbaring di sofa. Kenapa dia tidur di sana? Bukankah ranjang ini sangat besar? Bahkan, Tatiana rasa bisa memuat sampai empat orang.

“Bian!” panggil Tatiana, dan dia mendengar suaranya sendiri menggema di ruangan. Tanpa sahutan atau jawaban. “Bian!!!” Kali ini suara Tatiana lebih keras.

Bian membuka mata. Dia hampir saja tertidur saat mendengar Tatiana memanggilnya. “Iya?”

“Kenapa tidur di sana?” tanya Tatiana heran.

Bian tidak menjawab. Matanya menatap lurus pada perempuan yang kini dia namakan istri. Ya, istri. Seseorang yang seharusnya akan menjadi tempat berbagi seumur hidup.

“Tidur di sini saja,” ujar Tatiana agar Bian pindah ke sebelahnya.

‘Apa aku harus tidur dengan dia?’ Bian berpikir sendiri. Namun sepertinya tempat tidur besar itu terlihat sangat empuk ketimbang sofa tempatnya berada sekarang. Bian duduk, lalu beranjak, naik ke tempat tidur, berbaring di sebelah Tatiana.

“Aku tidur duluan ya, tubuhku terasa lelah,” keluh Tatiana meski Bian tidak bertanya.

Bian menatap muka Tatiana yang kini polos tanpa riasan apapun. Begitu kontras dengan tadi saat mereka berpesta. Tidak pernah Bian melihat Tatiana dalam jarak sedekat ini. Dan ternyata Tatiana jauh lebih menarik dengan tampil alami seperti sekarang.

Bian tersentak. Saat ini bukan muka Tatiana lagi yang dia lihat karena istrinya itu sudah tidur membelakanginya. Bian pun melakukan hal yang sama. 

Dan, malam itu keduanya tidur dengan punggung saling bertatapan. Tanpa ada malam pertama.

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Wanita Yang Menginginkan Suamiku   Tamat

    Tokyo pagi itu lebih dingin dari biasanya. Gerimis yang turun sejak tadi menimbulkan rasa sejuk yang menembus hingga ke tulang. Membuat sebagian orang enggan keluar dari rumah. Jangankan dari rumah, bahkan Davin terlalu malas keluar dari selimut dan memilih meringkuk di dalamnya bersama wanita tercintanya.Sudah satu tahun belakangan Davin memboyong Angel dan anak-anak ke negara sakura itu. Sesuai dengan keinginan opinya—Delta Mahendra, yang mewariskan seluruh aset padanya. Maka Davin pun menggantikan Delta yang sudah sepuh menjalankan tugas sebagai pemimpin perusahaan dan pemilik berbagai usaha.Si kembar tiga saat ini sudah berusia sembilan tahun, disusul dengan El yang tahun ini menginjak delapan tahun. Sedangkan Romeo, ini adalah tahun ketiga hidupnya di dunia. Repot? Itu pasti. Pusing apalagi. Sering kali terdengar keributan di rumah itu. Semakin bertambah usia anak-anak rumah itu semakin ramai dan ricuh. Setiap hari ada saja yang diributkan. Yang besar suka mengganggu, sedangka

  • Wanita Yang Menginginkan Suamiku   Kebiri Saja Aku (Extra Part 17 - Davin & Angel)

    Lima tahun kemudian.Davin mondar-mandir sepanjang lorong rumah sakit. Sudah sejak tadi dia melakukan hal tersebut. Pikirannya kacau balau. Hatinya resah dan gelisah memikirkan seseorang yang berada di dalam ruangan sana. Seharusnya Davin mendampinginya, menemaninya dan tetap berada di sisinya sambil membisikkan kata-kata cinta dan semangat, serta sesekali mengecup lembut keningnya dengan tangan saling menggenggam. Namun semua itu hanya ada di dalam angan-angannya. Karena…Sembilan bulan yang lalu.Saat itu Angel dan Davin sedang bercengkerama di suatu sore di teras belakang rumah mereka. Sementara itu El dan si kembar yang sudah bersekolah di bangku taman kanak-kanak sedang bermain di taman belakang rumah yang sudah mereka modifikasi menjadi mini playground lengkap dengan kolam renang.Anak-anak yang tumbuh dan berkembang dengan sehat dan cerdas membuat keduanya bahagia. Pelan-pelan mereka mulai menunjukkan bakat, minat, serta hobi masing-masing. Si kecil El mewarisi nyaris seratus

  • Wanita Yang Menginginkan Suamiku   Istriku Kesurupan (Extra Part 16 - Davin & Angel)

    Angel dan Davin sama-sama menghempaskan badan ke kasur begitu mereka sampai di kamar hotel. Nyaris sembilan puluh menit tayangan film di bioskop, dan keduanya tidak tahu apa-apa. Mereka ikut keluar ketika para penonton lain juga keluar saat film sudah selesai.“Duh, capek banget…,” keluh Angel sambil mengembuskan nafas.“Nggak ngapa-ngapain kenapa capek?”Mereka mungkin hanya duduk saja, tapi tingkah Davin yang terus menggerayanginya membuat Angel lelah. “Capeknya kerena kamu.”“Memangnya aku ngapain?” tanya Davin pura-pura bodoh dengan ekspresi yang membuat Angel gemas. Angel mendekat, melingkari pundak Davin dengan tangannya lalu mengecup lembut bibirnya yang hangat.“Dave, kira-kira anak-anak sekarang lagi ngapain ya?” tanyanya kemudian. Seharian ini mereka sama sekali tidak tahu bagaimana keadaan para buah hati mereka.“Mungkin udah tidur,” jawab Davin mengira-ngira sambil melirik arloji mahalnya yang limited edition itu.“Kita telfon yuk, aku kangen.”“Nggal usah, Dek, katanya

  • Wanita Yang Menginginkan Suamiku   Membuat Film Berdua (Extra Part 15 - Davin & Angel)

    Seperti rencana yang sudah tersusun di kepalanya, Davin membawa Angel ke hotel paling mewah di kota mereka. The Sun, namanya. Hotel itu teletak di pinggir kota dan jauh dari kawasan pemukiman penduduk. Namun sengaja dibangun dengan konsep all in one building. Semuanya ada di sana. Mulai dari pusat perbelanjaan, restoran, pusat kebugaran tubuh dan kecantikan hingga playground. Tempat itu memang dirancang bagi orang-orang yang ingin menghilangkan penat dan beristirahat sejenak, namun tetap bisa memanjakan diri dengan hal-hal apapun yang mereka butuhkan.Setelah check in dan meletakkan barang-barang di kamar hotel, Davin mengajak Angel ke pusat perawatan kecantikan. Davin memang paling mengerti perempuan dan memahami istrinya. Mereka akan melakukan perawatan tubuh di sana. Berpasang-pasang mata tertuju pada pasangan ideal tersebut ketika tangan Davin membuka pintu kaca dan mempersilakan Angel masuk terlebih dahulu. Untuk sesaat mata keduanya menyapu sekitar. Menyaksikan resepsionis dan

  • Wanita Yang Menginginkan Suamiku   Aku Suka Yang Sempit Kayak Kamu (Extra Part 14- Davin & Angel)

    “Kita mau ngobrolin apa, Dave?” tanya Angel di atas pangkuan Davin. Embusan nafas hangat Davin menggelitik lehernya. Membuat sekujur tubuhnya meremang. Memanggil-manggil jiwa terdalamnya untuk datang.“Aku rasa kita perlu honeymoon lagi, Sayang…,” bisik Davin dari belakang. Tangannya melingkari Angel dengan erat dan rapat.“Maksudnya mau nambah anak lagi?” sahut Angle seperti tersentak.“Lho, kok nambah anak? Memangnya orang yang pergi honeymoon itu mau nambah anak?”“Tapi biasanya kan gitu. Aku nggak mau lagi lho, Dave, udah cukup El yang terakhir,” ucap Angel sambil memberengut.Davin tersenyum kecil. Dikecupnya pundak Angel yang membuatnya gemas. “Anak itu kan rezeki. Rezeki nggak boleh ditolak kan? Aku ngajak kamu honeymoon tapi kapan-kapan, kalo El udah bisa ditinggal lama-lama. Sekarang honeymoon-nya di sini aja dulu.”Bisikan Davin di telinganya membuat Angel kian meremang. Pasti sebentar lagi Davin akan mengeksekusinya.Davin membalikkan tubuh Angel mengarah padanya sehingga s

  • Wanita Yang Menginginkan Suamiku   Fantasinya Dave (Extra Part 13 - Davin & Angel)

    Jujur saja selama ada Gendiz sedikit banyak meringankan Angel dan Davin. Hampir setiap hari Gendiz bermain ke rumahnya, atau memboyong anak-anak ke rumah orang tua mereka. Saking sayangnya pada para bocah, Gendiz juga menahan si kembar agar menginap bersamanya dan tidak mengantarnya pulang. Sesekali Davin dan Angel membiarkan si kembar tidur bersama Gendiz di rumah Kiano dan Adizty. Mereka yakin dan percaya sepenuhnya kalau adiknya itu bisa menjaga ketiganya dengan baik. Meskipun sepanjang malam keduanya tidak bisa memejamkan mata karena tidak terbiasa berpisah dengan anak-anak mereka.“Kalian kalo mau kencan, pergi aja, biar anak-anak aku yang urus,” ucap Gendiz pada suatu hari. Melihat keseharian Angel yang disibukkan dengan mengasuh, menjaga, merawat dan mengurus anak-anaknya membuat Gendiz merasa kasihan. Begitu pula dengan Davin yang terlalu sibuk bekerja dari pagi hingga sore. Kadang sampai senja atau malam. Pasti keduanya butuh waktu untuk hanya berdua saja tanpa direcoki anak-

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status