Share

Pikiran Eriska Masih pada Bagas

Adam dan Eriska hanya duduk senyap. Pria itu bingung harus berkata apa, sedangkan wanita dengan status istri pertama tentu sedang memikirkan keselamatan Bagas. 

 

Semoga Mas Bagas baik-baik aja, semoga Andin bukan wanita yang cuma mau uang kamu, mas, lirih Eriska dalam hatinya. 

 

Lima bulan berpacaran dan tiga tahun menikah tentu membuat rasa sayang Eriska terhadap Bagas sangat besar. Sebenarnya dia tidak pernah menyangka sama sekali jika Bagas tega berselingkuh. Dua tahun lalu Eriska dinyatakan mandul. Namun, Bagas tetap menunjukan cinta dan sayangnya. 

 

"Nggak apa-apa, sayang. Siapa tau nanti takdir berkata lain." Tangan hangat Bagas mendekap Eriska begitu sayang, bahkan tidak mempunyai rasa malu sedikit pun walau di depan dokter. 

 

Kala itu Eriska sedang terisak di dada bidang Bagas. "Aku nggak sempurna, mas." 

 

"Nggak ada manusia sempurna di dunia ini, sayang. Aku juga cuma laki-laki banyak kekurangan. Jangan sedih, jangan kecil hati. Kita banyak berdoa saja pada yang maha kuasa." Sungguh kalimat Bagas yang satu itu sangat membekas di hati Eriska sampai sekarang, tapi kenapa kala di depan Andin ucapannya berkebalikan? Dengan teganya Bagas mengatakan kekurangannya itu adalah alasan di balik tindakannya. Pikir Eriska yang kini sedang duduk sendu di samping Adam.

 

Pria itu berdehem pelan setelah membiarkan Eriska tenggelam di dunia lamunannya cukup lama. Sontak suara bariton Adam berhasil membawanya kembali ke dunia nyata. "Eh, mas. Maaf, kamu jadi dicuekin." Wanita itu memasang senyuman tipis sekilas. 

 

"Besok kamu nggak usah kerja deh. Istirahat aja," kata Adam. 

 

"Aku nggak apa-apa kok mas, aku ga capek dan nggak lagi sakit. Besok aku tetap kerja," jawab Eriska. 

 

"Hm ... ya udah kalau itu mau kamu." Maksud Adam memberikan cuti pada karyawan spesialnya karena dia pikir mungkin Eriska butuh waktu untuk menenangkan diri di tengah rasa sakit yang sedang mencabik juga mencambuk hatinya. 

 

Cuaca hari ini mendung sama seperti kemarin, langit cerah mulai tertutup awan gelap. "Kayanya mau turun hujan. Aku nggak punya payung," ucap Eriska bukan maksud mengusir, tapi dia memang harus menjaga adab rumah tangga dan fitnah. Tidak mungkin membiarkan pria lain berdetuh di rumahnya kala sang suami tidak ada.

 

Adam menatap langit yang terlihat kalut. "Oh iya, mau hujan. Aku pulang sekarang aja, kamu hati-hati ya di rumah, kamu sendiri loh." 

 

"Nggak kok mas, ada tetangga aku. Kalau ada apa-apa aku bisa minta tolong dia." Maksud Eriska, pada Nina.

 

Adam melirik ke sebelah rumah Eriska. "Oh gitu, iya deh. Hm ... tapi ... kalau kamu masih butuh bantuan lebih, hubungi aku ya?" Pesannya.

 

"Iya, mas." Eriska mengangguk, tapi sebenarnya tidak mengiyakan. Kenapa harus merepotkan bosnya? Pikirnya. 

 

Adam kembali menaiki mobilnya sebelum hujan deras benar-benar turun. Rupanya sejak tadi Nina mengintip di balik gorden dan setelah pria yang tidak diketahuinya pergi, wanita itu keluar dari persembunyian. "Mbak!" panggilnya pada Eriska yang hendak masuk ke dalam rumah.

 

Sontak Eriska menoleh mendengar namanya dipanggil. "Iya, ada apa?"

 

Ketika sampai di teras rumah Eriska, Nina sempat cekikian. "Maaf ya, mbak. Aku tadi ngintip. Abis kepo!" Dia terkekeh.

 

"Ish, kamu ini. Ayo masuk, mau mampir?" 

 

"Nggak usah, cuma mau nanya aja. Cowok yang tadi, siapa?" tanya serius Nina. Namun, disembunyikan di balik wajah yang dibuat lucu.

 

"Itu Mas Adam, bos aku." 

 

"Hm ...." Nina mengangguk-anggukkan kepalanya berulangkali. "Ganteng, ya!" celetuknya.

 

"Sssttt, kamu udah punya suami, loh!" tegur Eriska. 

 

Nina nyengir lebar. Tadinya dia mengigingkan jawaban memuaskan. Namun, ternyata mengecewakan. Nina ingin mendengar status pria itu sebagai kekasihnya Eriska. 

 

Bersambung ....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status