Wanita yang Mencuri Hati Suamiku
Part 6Attar menatap punggung Nada yang tidur membelakanginya. Semenjak pertanyaan yang istrinya lontarkan tidak bisa ia jawab, Nada mediamkannya sampai saat ini. Attar bingung dengan perasaannya sendiri. Seharusnya ia menjawab dengan tegas bahwa Nada lah pemilik hatinya. Namun, sebagian dari dirinya kini tidak mengatakan demikian. Ada nama wanita lain yang diam-diam menyusup dan menggeser posisi Nada.Kenyamanan yang ia rasakan bersama Naura dan tidak bisa Nada berikan, membuatnya sulit menampik jika sebagian hatinya kini berpaling kepada sekretarisnya itu."Nad, kamu sudah tidur?"Tidak ada jawaban, tetapi Attar tahu Nada masih terjaga. Isakan kecil yang lolos dari bibir istrinya sesekali terdengar, menandakan Nada belum bisa memejamkan mata, seperti dirinya."Nad, aku minta maaf. Jangan marah lagi, ya."Nada tetap bergeming tanpa berniat menjawab. Attar pun akhirnya pasrah. Ia akan memberikan kesempatan pada Nada sampai kemarahan istrinya mereda. Setelah itu, barulah ia akan kembali mengajak Nada bicara tentang kelangsungan rumah tangga mereka.***Attar sengaja bangun lebih awal untuk menyiapkan sarapan. Ia ingin memasak sesuatu untuk Nada, berharap hati istrinya sedikit melunak. Attar ingin menebus kesalahannya karena telah mengabaikan Nada dan memilih menolong Naura. Semoga saja Nada menyudahi sikap dinginnya dan mau berbicara lagi padanya.Akan tetapi, harapan Attar harus kandas ketika ia melihat Nada turun dari kamar mereka sambil menyeret koper. Attar bergegas menghampiri sang istri yang berjalan menuju pintu."Nad, kamu mau ke mana?" Attar bertanya dengan panik. Ia takut Nada akan pergi karena kejadian kemarin."Aku harus pergi ke Anyer. Ada pemotretan di sana. Maaf gak sempat ngasih tahu kamu.""Kok mendadak? Kita masih perlu bicara, Nad. Jangan pergi sebelum masalah kita selesai." Attar berujar dengan kesal. Selalu begini jika mereka sedang betengkar. Nada akan pergi tanpa menyelesaikan masalah mereka terlebih dahulu dan akan kembali, lalu bersikap biasa saja seolah tidak pernah terjadi apa-apa."Maaf, aku gak sempat bilang sama kamu kemarin.""Nada, jangan seperti ini. Aku minta maaf kalau memang kamu masih marah." Attar memelas."Aku sudah tidak marah. Semalaman aku berpikir, mungkin memang kejadian kemarin karena kamu terdesak keadaan. Dia yang lebih membutuhkan kamu dibanding aku. Sudah ya, aku harus berangkat."Nada kembali menyeret koper berisi pakaian dan perlengkepan dirinya selama di Anyer nanti. Namun, baru saja dua langkah, Attar menahan lengannya."Aku tahu kamu berbohong. Kamu masih marah karena pertanyaan kamu belum aku jawab kan? Sekarang, aku akan menjawabnya." Attar mengikis jarak di antara mereka. Tangan kekarnya meraih pinggang Nada agar lebih merapat. "Kamu ... hanya kamu pemilik hatiku seutuhnya. Tidak ada wanita lain," bisiknya di telinga sang istri.Harusnya, Nada tersanjung dan merasa bahagia. Namun entah mengapa, perkataan Attar malah seperti bualan yang terdengar di telinganya. Nada tahu pasti, ada keraguan ketika Attar mengucapkannya."Terima kasih kamu sudah menjawab pertanyaanku." Nada melerai belitan tangan Attar di pinggangnya. "Aku pergi dulu, jaga diri kamu baik-baik selama aku pergi.Kemudian, Nada melangkah meninggalkan Attar yang masih termenung menatap kepergiannya. Ia ingin memberikan waktu kepada Attar untuk memastikan perasaan pria itu yang sesungguhnya. Ada hal besar yang harus ia lakukan demi kelangsungan rumah tangganya bersama Attar. Semoga saja ... Nada belum terlambat.🌺🌺🌺"Jangan g*la, Nada! Kamu mau berhenti jadi model? Terus bagaimana dengan kami? Hutang-hutang papamu masih menumpuk, belum lagi biaya kuliah adikmu! Kita mau bayar pakai apa?" Miranti kalap saat mendengar keputusan putri tirinya. Selama ini, Nada yang membiayai kehidupan mereka tanpa bantuan Attar. Nada tidak ingin Attar mengetahui permasalahan keluarganya. Ia juga tidak ingin suaminya diperas habis-habisan oleh ibu tirinya itu."Ma, bukankah hutang Papa sudah aku cicil sampai lunas? Kenapa Mama masih bilang menumpuk? Lalu, Mama ke manakan uang yang selama ini aku kasih?"Miranti tergagap. Ia tidak mungkin mengatakan jika selama ini uang pemberian Nada ia gunakan untuk berfoya-foya, memenuhi gaya hidupnya yang terkesan mewah di mata orang-orang."Kamu kan tahu kalau hutang Papa kamu itu banyak. Uang yang kamu berikan belum cukup untuk membayarnya sampai lunas. Belum lagi adikmu. Bagaimana nasib kuliahnya nanti kalau kamu berhenti kerja." Miranti masih berusaha mengelak."Maaf, Ma. Aku tidak bisa membantu lagi. Kalau untuk biaya kuliah Meisya, aku masih punya tabungan. Sekarang aku harus mengambil keputusan ini demi keutuhan rumah tanggaku. Aku ingin hamil. Mas Attar sudah sejak lama menginginkan anak dariku. Aku tidak ingin terus-terusan mengecewakan dia dan keluarganya," papar Nada. Keputusannya untuk berhenti dari pekerjaan sudah bulat. Ia tidak ingin Attar sampai berpaling pada wanita lain karena masalah ini."Pokoknya Mama tidak mau tahu. Kamu tetap harus memberi Mama uang bulanan. Kalau memang kamu mau berhenti kerja, kamu bisa minta sama Attar. Suamimu kan kaya. Uang segitu tidak ada artinya untuk dia," ujar Miranti tak ingin mengalah. Apa kata teman-temannya nanti jika sampai ia tidak lagi membeli barang-barang mewah."Nada tidak bisa, Ma. Nada tidak ingin merepotkan Mas Attar. Mama tahu sendiri kalau mamanya Mas Attar tidak menyukai Nada. Kalau sampai beliau tahu, pasti akan berusaha memisahkan Nada dengan putranya.""Alah, alasan kamu saja! Bilang saja kamu tidak mau lagi membantu Mama dan adikmu!""Terserah Mama. Nada pamit dulu, siang nanti harus berangkat ke Anyer." Nada mengambil amplop coklat yang sudah ia siapkan dari dalam tasnya. "Ini pemberian terakhir dari Nada untuk Mama. Soal biaya kuliah, akan Nada transfer ke rekeningnya Meisya," ucapnya lalu berdiri, meninggalkan Miranti yang mendengus kesal.Setelah kepergian putri tirinya, Miranti membuka amplop yang Nada letakkan di atas meja. Senyumnya mengembang sempurna ketika melihat dan menghitung isinya."Sepuluh juta, lumayan," ucapnya dengan senyuman yang berubah menjadi seringai sinis."Kamu salah Nada. Kalau kamu memutuskan untuk menghentikan memberi bantuan padaku, aku pun bisa bertindak lebih jauh. Masih ada suamimu yang akan menjadi ladang uang bagiku."**Bersambung.Sudah tiga hari Nada berada di Anyer, belum pernah sekali pun ia menghubungi Attar. Hal itu tentu saja membuat Attar cemas. Tidak seperti biasanya Nada seperti ini. Istrinya itu pasti akan menghubunginya setiap hari ketika mereka berjauhan.Attar yakin, Nada masih marah karena kejadian di dalam lift waktu itu. Sudah beberapa kali ia mencoba menghubungi istrinya, tetapi sayang ponsel Nada tidak aktif dari kemarin. Hal itu lah yang makin membuatnya merasa cemas. Sayangnya, Attar tidak mempunyai nomor teman-teman istrinya sehingga ia tidak bisa menanyakan kabar Nada kepada mereka.Ketukan di pintu, membuyarkan keterpakuan Attar yang tengah memperhatikan ponsel. Menunggu, siapa tahu Nada memberinya kabar, itu yang Attar lakukan saat ini."Masuk!" serunya setelah meletakkan ponsel ke atas meja.Naura muncul begitu pintu terbuka. Senyum manis tersungging dari bibir wanita berusia dua puluh enam tahun itu."Maaf, Pak. Saya hanya ingin mengingatkan kalau jam dua siang nanti kita ada meeting d
Wanita yang Mencuri Hati SuamikuPart 8"Kamu yakin dengan keputusan ini? Gak akan menyesalinya nanti?""Aku yakin, Cin." Nada berujar sembari menyesap secangkir espresso kesukaannya. Saat ini mereka sedang berada di sebuah cafe setelah melakukan sesi pemotretan beberapa kali.Sebenarnya Cindy kurang setuju dengan keputusan yang diambil oleh sahabatnya. Mengingat karir Nada sedang bagus-bagusnya dan sayang jika harus dilepas begitu saja. Akan tetapi, Cindy juga mengerti akan permasalahan yang sedang dihadapi Nada, hingga sahabatnya itu harus mengambil keputusan ini."Nad, sebagai sahabat, aku hanya bisa mendukung setiap keputusan yang kamu ambil. Apalagi ini menyangkut nasib rumah tangga kamu. Tapi bagaimana dengan uang ganti rugi? Kamu yakin mau mengeluarkan uang sebesar itu?" tanya Cindy ingin memastikan. Sudah menjadi resiko bagi mereka jika memutuskan berhenti sebelum kontrak kerja selesai. Membayar ganti rugi dan itu bukan uang yang sedikit."Aku sudah memikirkannya matang-matang
"Terima kasih, Nak Attar. Sudah membantu Naura selama saya dirawat di rumah sakit. Saya tidak tahu apa yang akan terjadi pada saya jika Nak Attar tidak ada. Sekali lagi, terima kasih.""Sama-sama, Pak. Sudah menjadi kewajiban saya untuk menolong sesama, apalagi menyangkut Naura yang memang merupakan sekretaris saya," jawab Attar disertai senyuman tulus. Kini mereka sudah berada di rumah Naura setelah tiga hari ayahnya dirawat di rumah sakit. Attar sengaja menjemput mereka dan mengantar sampai ke rumah. Mungkin ini terlalu berlebihan. Akan tetapi, bagi Attar merupakan kebahagiaan tersendiri karena bisa membantu wanita yang diam-diam mencuri hatinya. "Naura ini putri saya satu-satunya. Saya tidak tahu bagaimana dengan nasibnya jika sampai saya meninggal. Semoga saja, sebelum saya menghadap yang kuasa, Naura sudah mendapatkan jodoh yang baik, yang bisa menyayangi dan mencintai dia setulus hati." Wandi, ayahnya Naura berujar dengan sendu. Ia memikirkan nasib putrinya jika ia sampai meni
"Ini ... kamu sengaja memesan tempat privat untuk kita?" Attar terkejut melihat sekeliling ruangan yang telah dipesan Naura. Di atas meja sudah tersedia berbagai hidangan dan juga kue ulang tahun yang bertuliskan angka 30. Semua telah dipersiapkan Naura untuk merayakan ulang tahun atasannya itu."Saya memang sengaja menyiapkan ini untuk Bapak sebagai kejutan. Semoga Pak Attar suka." Naura memasang senyum manis. Ia sangat senang melihat Attar yang terlihat takjub pada apa yang ia persiapkan untuk pria itu. Ia ingin menjadi orang pertama yang mengucapkan selamat ulang tahun untuk Attar, orang yang kini sangat spesial baginya."Apa ini tidak terlalu berlebihan?""Bapak tidak suka?" tanyanya dengan raut kecewa."Oh, bukan begitu. Justru saya sangat suka. Hanya saja, saya tidak menyangka kamu menyiapkan semua ini untuk saya."Naura bernapas lega. Ia mengambil kue ulang tahun yang sudah ia persiapkan dan membawanya ke hadapan Attar. "Bapak tiup dulu lilinnya, setelah itu kita nikmati hidang
Attar dan Naura masih sama-sama diam. Keduanya terlalu syok dengan apa yang terjadi barusan. Attar tidak menyangka Nada akan menyaksikan langsung pengkhianatan yang ia lakukan. Entah ada apa dengan dirinya bisa sampai lepas kendali dan mencium Naura. Apa mungkin karena terbawa suasana? Atau mungkin karena ia memang menginginkan Naura. Attar merasa dirinya telah menjadi suami yang paling buruk. Melakukan pengkhianatan di saat istrinya dengan susah payah menyiapkan kejutan. Namun, Attar tak bisa menampik adanya gejolak rasa ketika berdekatan dengan Naura. Kehangatan yang sudah lama tak ia dapatkan dari Nada, kini ia rasakan bersama sekretarisnya."Saya antar kamu pulang." Attar memecah keheningan di antara mereka. Ia tidak ingin lebih lama berada di tempat ini, tempat yang menjadi saksi betapa br*ngseknya seorang Attar."Tidak usah, Pak. Biar saya pulang sendiri. Lebih baik Bapak susul Bu Nada." Naura mencoba menolak. Ia terlalu malu atas apa yang terjadi di antara mereka barusan."Di
Dua hari semenjak kejadian itu, Nada masih belum ingin bertemu dengan Attar. Tak peduli dengan suaminya yang hampir dua jam sekali bolak balik ke Apartemen milik Cindy dengan harapan agar mereka bisa bertemu dan berbicara. Nada sadar sikapnya ini tergolong kekanakan. Akan tetapi, ia masih belum siap karena takut emosinya tidak bisa terkontrol. Ia ingin marah, mencaci dan memaki Attar yang telah tega mengkhianatinya. Meski hubungan Attar dan Naura belum sampai pada tahap yang lebih jauh, tetapi tetap saja mereka berdua sudah bersentuhan fisik. Nada tidak bisa terima. Selama ini ia selalu berusaha menjaga kesetiaan di tengah-tengah godaan yang selalu datang mendera. Namun kini, Attar dengan mudahnya berpaling hati karena ia belum bisa mewujudkan keinginan suaminya itu. Namun, perkataan Cindy pagi ini membuat Nada berpikir ulang. Sahabatnya itu benar, Nada tidak boleh membiarkan masalah ini berlarut. Ia dan Attar harus bicara, setidaknya untuk menentukan tentang nasib rumah tangga merek
Attar mengendarai mobil dengan perasaan bahagia. Setelah membaca pesan dari Nada, ia mempercepat pekerjaan supaya lekas selesai. Attar sudah tidak sabar ingin bertemu sang istri. Memeluk dan meminta maaf, hal pertama yang akan Attar lakukan.Tentang Naura, semenjak kejadian itu memang mereka saling menjaga jarak. Keduanya bersikap canggung, apalagi kalau mengingat apa yang mereka lakukan malam itu. Berc*uman kemudian dipergoki oleh Nada, hal yang sangat memalukan bagi keduanya. Attar masih bisa melihat riak sendu di wajah Naura ketika ia berusaha mengabaikannya di luar jam kerja. Akan tetapi, hal itu harus Attar lakukan sebagai bentuk usaha untuk memperbaiki hubungannya dengan Nada.Memasuki pekarangan, Attar bergegas keluar mobil dan memasuki rumah. Hal pertama yang Attar lihat adalah Nada sedang duduk di ruang tamu sambil memainkan ponsel. Sang istri langsung berdiri begitu melihat Attar masuk. Keduanya saling tatap, hingga Attar yang terlebih dahulu mendekat dan memeluk tubuh sang
"Nad, kok kamu diam saja? Kamu gak suka aku ajak?"Attar melirik sang istri yang semenjak berangkat hanya diam. Nada lebih senang menatap ke luar daripada berbicara dengan suaminya. Sejujurnya Nada belum paham akan maksud Attar membawa serta dirinya. Nada takut akan menyaksikan kejadian yang membuatnya kembali merasakan sakit hati. "Enggak. Aku hanya heran kenapa kamu ajak aku ke sana. Padahal bisa saja wanita itu tidak menginginkan kehadiranku," jawab Nada tanpa menoleh. Rasanya enggan sekali menyebut nama Naura di depan suaminya.Attar tersenyum. Satu tangannya terulur dan menggenggam jemari sang istri. "Aku sengaja ngajak kamu, biar kamu gak curiga lagi sama aku.""Wajar kalau aku curiga. Kamu kan mau ketemu sama wanita yang kamu cintai juga. Pasti nanti ada drama peluk-pelukan." Nada mencibir. Ia terlalu muak jika mengingat adegan suaminya bersama Naura ketika di dalam lift. Attar tak mampu menjawab. Wajar jika Nada berpikiran seperti itu karena memang istrinya pernah melihat ia