Wanita yang Mencuri Hati Suamiku
Part 5"Terima kasih, Pak. Hari ini Bapak sudah banyak menolong saya," ucap Naura tulus. Saat ini mereka baru saja sampai di depan rumah Naura. Seperti janjinya, Attar menunggui sekretarisnya itu hingga diperbolehkan pulang oleh Dokter."Tidak usah berlebihan, Naura. Sudah menjadi tugas saya untuk membantu. Kalau kamu masih belum sehat, besok tidak usah masuk kerja. Kamu boleh istirahat selama dua hari.""Ti-tidak perlu, Pak. Saya sudah baikan, kok. Besok saya pasti masuk kerja.""Kamu yakin?" Attar memastikan."Sangat yakin. Bapak tenang, saya pasti baik-baik saja," jawabnya dengan senyuman."Ya sudah, terserah kamu. Sekarang, kamu masuk, gih! Istirahat.""Kalau begitu, saya masuk dulu. Sekali lagi te--""Jangan ucapkan itu lagi. Saya bosan mendengarnya," sela Attar cepat, membuat tawa Naura berderai indah dan Attar terpaku dibuatnya."Maaf," ucapnya di sela tawa. "Bapak juga hati-hati di jalan," imbuhnya.Attar hanya mengangguk. Ia pun berjalan menuju mobil yang terparkir di depan rumah sekretarisnya dengan diiringi tatapan dari Naura. Seakan sadar dirinya sedang diperhatikan, Attar membalikan badan sebelum membuka pintu mobil.Senyum keduanya mengembang ketika mata mereka beradu tatap. Dengan cepat, Naura memalingkan muka, menyembunyikan rona merah di wajahnya. Sedangkan Attar bergegas memasuki mobil dan melajukannya. Senyum terus terukir dari bibir pria berusia tiga puluh tahun itu.Naura ... bersama wanita itu selalu berhasil membuat perasaan Attar menjadi lebih baik.🌺🌺🌺Nada sampai di rumahnya tepat pukul sepuluh malam. Setelah seharian menangis di Apartemen Cindy, Nada memutuskan pulang untuk beristirahat. Cindy memintanya untuk menginap saja di Apartemen wanita itu, tetapi Nada menolak. Walau bagaimanapun, Nada tidak izin pada Attar dan ia tidak ingin membuat suaminya khawatir.Ah, dadanya terasa sesak jika mengingat kejadian tadi siang. Khawatir. Benarkah Attar akan mengkhawatirkan dirinya?Mobil Attar terparkir di garasi, menandakan pemiliknya sudah berada di rumah. Nada melangkah gontai menuju kamarnya, tanpa menyadari jika sedari ia masuk, Attar duduk di ruang tamu seraya memperhatikan dirinya. Lampu yang padam dan pikiran yang kacau, membuat Nada tidak melihat keberadaan suaminya."Dari mana saja sampai jam segini baru pulang?"Suara Attar menghentikan pergerakan Nada yang baru menginjak undakan tangga pertama. Spontan ia berbalik, mendapati suaminya yang sudah berdiri di depannya."Aku dari rumah Cindy," jawab Nada dengan nada yang terkesan dingin. Attar mencelos ketika melihat mata istrinya yang sembab. Ia yakin, kejadian tadi siang lah penyebabnya."Kita harus bicara.""Bisa nanti saja? Aku lelah ingin istirahat." Nada kembali berbalik dan melangkahkan kaki, tetapi pergerakannya terhenti ketika Attar tiba-tiba saja menarik tangan Nada hingga berbalik lagi ke arahnya."Jangan begini, Nad. Aku tahu kamu marah karena kejadian tadi siang, tapi aku punya alasan kenapa memilih menolong Naura," pinta Attar sedikit memelas ketika melihat raut dingin di wajah istrinya."Apa pun alasannya, yang jelas sekarang aku sadar, kalau aku sudah tidak penting lagi bagimu.""Jangan berbicara seperti itu, Nada! Kamu istri aku, tentu saja kamu sangat penting bagiku!" sanggah Attar. Melihat raut kesakitan di wajah Nada, perasaan bersalah makin menyeruak dalam dirinya."Naura takut gelap, kamu mendengarnya sendiri, kan? Aku hanya panik, takut dia kenapa-napa. Makanya aku refleks menenangkan dia," jelas Attar, berharap Nada mau mengerti akan posisinya saat itu."Kamu boleh peduli sama dia, tapi aku mohon jangan memperlihatkan kekhawatiran yang begitu kentara. Sampai orang yang melihat saja pasti tahu sebesar apa perhatian kamu untuk dia. Apa kamu tahu? Bagaimana tatapan orang-orang di kantor kamu padaku? Mereka melihat aku dengan tatapan kasihan karena suamiku lebih memilih memperhatikan wanita lain ketimbang istrinya sendiri!"Attar sedikit terkejut mendengar fakta itu. Akibat terlalu panik, Attar tidak memperhatikan sekitar hingga tidak sadar dengan apa yang terjadi. Termasuk tentang tatapan karyawannya pada istrinya."Oke, aku ngaku salah. Aku minta maaf. Tapi tolong kamu jangan seperti ini. Pulang malam, mematikan ponsel. Aku khawatir, Nad," bujuk Attar mengalah. Ia memang takut terjadi sesuatu yang buruk pada Nada, apalagi istrinya pergi dalam keadaan kacau."Nad--""Aku jadi berpikir. Apa karena aku menunda kehamilan, perasaanmu padaku jadi berubah? Kamu diam-diam mencari kenyamanan dari wanita lain sebagai pelampiasan dari rasa kecewamu padaku.""Nad, bukan begitu. Kamu salah paham." Attar mencoba mengelak."Benarkah aku hanya salah paham? Tapi kenapa hatiku mengatakan demikian?" Nada mengulurkan tangan, meletakkannya pada dada sang suami yang memandangnya tak mengerti."Tanyakan pada hatimu. Apa di sini, masih aku pemilik seutuhnya? Atau justru sudah ada nama lain yang juga menempatinya?"**Bersambung."Siang Mas. Bagaimana kabarnya hari ini? Aku lagi ada sedikit masalah di tempat kerja. Mas mau denger cerita aku gak?"Nada membenahi selimut yang menutup tubuh Attar, kemudian duduk di samping ranjang tempat pria itu berbaring. Setelah dinyatakan koma oleh Dokter, sudah empat bulan Attar masih belum sadarkan diri. Nada sempat syok mendengar kabar ini dari Salma. Pasalnya kondisi Attar sempat drop dan Dokter menyatakan harapan hidupnya sangatlah tipis. Namun, Nada terus meyakinkan Salma agar jangan menyerah. Nada meminta Salma supaya tidak meminta Dokter untuk mencabut alat-alat yang menempel di tubuh Attar yang saat ini dijadikan penopang hidup pria itu. Nada yakin Attar masih mempunyai harapan dan selama apa pun itu, Nada akan dengan setia menungguinya. Nada terus bercerita. Mengajak Attar berbicara seperti yang disarankan oleh Dokter. Meski mata pria itu tertutup, tetapi Nada yakin dalam alam bawah sadarnya, Attar masih bisa mendengar suaranya. "Bangunlah, Mas. Apa kamu tidak ing
"Masyaa Allah, Mbak cantik sekali."Nada menatap pantulan dirinya di depan cermin. Ya, Meisya benar. Ia memang cantik dalam balutan pakaian pengantin. Nada menghirup napas sebanyak-banyaknya untuk mengurangi kegugupan. Hari ini hari pernikahannya dengan Gibran. Sebentar lagi statusnya akan kembali menjadi seorang istri, tetapi dari pria yang berbeda. Semalam, Nada sudah memutuskan untuk melanjutkan pernikahan ini. Ia tidak ingin keluarganya dan keluarga besar Gibran menanggung malu. Untuk Attar ... Nada harus berusaha untuk bisa melupakan pria itu. Nada hanya bisa berdoa agar mantan suaminya segera siuman dan keadaannya makin membaik. "Mbak, kok Mbak malah murung? Senyum dong. Hari ini hari bahagia buat Mbak. Sebentar lagi Mbak akan menjadi istri dari Dokter Gibran. Apa ada yang mengganjal dalam pikiran, Mbak? Cerita sama aku biar perasaan Mbak sedikit lega," tutur Meisya seraya menggenggam tangan sang Kakak. Nada segera menghapus titik bening yang hampir keluar dari sudut netranya
"Nad, ini kamu minum dulu.""Makasih, Cin."Nada menerima sebotol air mineral yang diberikan Cindy. Kini mereka berada di rumah sakit, menunggu Attar yang sedang ditangani oleh Dokter. Tembakan yang dilakukan orang itu tepat mengenai punggung Attar. Nada sempat histeris melihat Attar yang terkulai tak berdaya dengan darah yang keluar dari punggungnya. Beruntung polisi segera datang menyelamatkan mereka dan menangkap dua orang penjahat yang mencoba menghabisi Nada. "Aku takut banget, Cin. Takut terjadi sesuatu yang buruk pada Mas Attar. Dia seperti ini karena menyelamatkan aku," ucap Nada di sela isakan. Semenjak Attar dibawa ke rumah sakit, Nada tidak berhenti menangisi mantan suaminya. Ia merasa bersalah karena menjadi penyebab Attar mengalami hal buruk seperti ini."Kamu tenang. Lebih baik kamu banyak-banyak berdoa supaya dia bisa diselamatkan. Apalagi besok kamu itu mau nikah, Nad. Kamu jangan terlalu capek dan banyak pikiran. Nanti setelah tahu keadaan Attar, lebih baik kamu pula
"Tidak!"Wandi setengah berteriak di depan dua orang yang mendatangi rumahnya. Orang tua pelaku pemerkosa putrinya itu mencoba bernegosiasi dengan menawarkan tanggungjawab dengan pernikahan, asalkan Wandi mencabut tuntutan dan putra mereka bebas dari penjara. Namun, Wandi tidak bodoh. Ia tidak akan pernah sudi menikahkan putrinya dengan orang bejad seperti putra mereka."Pak Wandi, kami datang ke sini untuk mengajak berdamai. Putra kami pun sudah bersedia menikahi putri Anda dan bertanggungjawab pada bayi itu. Apa Bapak tidak kasihan pada calon cucu Bapak jika ia terlahir tanpa seorang Ayah?" "Lebih baik cucu saya lahir tanpa seorang ayah daripada harus mendapatkan ayah seperti putra Anda. Saya masih bisa mengurusi cucu dan putri saya meski tanpa bantuan kalian. Sekarang, silahkan keluar dari rumah saya karena saya tidak akan berubah pikiran. Putra kalian tetap harus mendapatkan hukuman yang setimpal," tukas Wandi dengan geram. Ia sudah tidak ingin berbicara dengan orang yang mengang
Setelah menemui Attar di kantornya tempo hari, Nada benar-benar membuktikan ucapannya untuk membantu Naura. Dibantu oleh Gibran, Nada mulai mencari orang yang menemukan Naura tergeletak di pinggir jalan untuk dimintai keterangan sekaligus dijadikan saksi di hadapan polisi. Atas keterangan dari Pak Wandi yang untungnya mengenal salah satu dari orang tersebut, akhirnya Nada dan Gibran mendapatkan informasi dan tidak ingin membuang waktu untuk melapor ke kantor polisi. "Laporan sudah diproses dan polisi akan memulai penyelidikan. Menurut temanku, mereka akan mengecek cctv yang dipasang di jalan itu untuk melihat plat dan jenis mobil si pelaku," terang Gibran yang membuat Nada sedikit bernapas lega. "Syukurlah kalau begitu. Aku berharap semoga mereka bisa ditangkap secepatnya.""Aku pun berharap begitu." Gibran menimpali. "Aku berharap masalah ini segera selesai sebelum hari H pernikahan kita."Nada terpaku sesaat. Ia hampir melupakan pernikahannya dengan Gibran yang tinggal tiga Minggu
Nada menghela napas panjang sebelum masuk ke gedung kantor milik mantan suaminya. Niatnya untuk membantu Naura sudah bulat. Ia berharap Attar mau bekerjasama dengannya untuk membuat Naura sembuh seperti sedia kala. Jika memang seperti apa yang pria itu katakan bahwa ia sudah tidak mempunyai perasaan apa pun lagi kepada mantan sekretarisnya, setidaknya Attar mau berbaik hati sebagai bentuk rasa simpati kepada wanita itu.Setelah memantapkan hati, Nada memasuki kantor diiringi tatapan dari para karyawan yang tentu saja mengenalnya. Bahkan sebagian dari mereka menyapa Nada dan dibalas dengan senyuman ramah."Pak Attar ada di tempat?" tanya Nada pada seorang wanita yang duduk di meja yang dulu ditempati Naura. Nada yakin wanita ini adalah pengganti Naura sebagai sekretaris Attar."Ada, Bu. Maaf, apa ibu sudah membuat janji?""Belum. Tolong sampaikan saja padanya Nada ingin bertemu.""Baik, Bu. Tunggu sebentar."Wanita itu menghubungi Attar dan memberitahu apa bahwa Nada ingin bertemu. Set