Beranda / Horor / Warisan Terlarang: Kontrak Darah 90 Hari / Bab 67 – Satu Simbol Tersisa

Share

Bab 67 – Satu Simbol Tersisa

Penulis: T.Y.LOVIRA
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-10 09:15:26

“Apa kau tahu rasanya tinggal satu jiwa saja yang tersisa?”

Suara Revan pecah di antara kabut, berat, tapi penuh kegetiran.

Naira menoleh. Revan berdiri goyah, tubuhnya masih berdarah, tapi matanya tajam menatapnya. Simbol merah di bawah tulang selangka Naira berdenyut semakin cepat, seperti jantung kedua yang hendak meledak.

“Jangan bicara seolah kau mengerti perasaanku,” balas Naira dengan suara bergetar. “Aku yang kehilangan—ibuku, adikku, bahkan wajah sendiri di cermin. Kau masih berdiri dengan bayangan-bayanganmu!”

Revan tersenyum samar. “Justru karena itu aku tahu. Kau kira aku masih manusia penuh? Aku hanya sisa dari delapan bayangan yang kau bunuh.”

Kabut di sekitar mereka bergerak liar, seperti tangan-tangan tak kasatmata meraih tubuh mereka. Dari jauh, terdengar suara gonggongan anjing bercampur tangisan bayi—suara yang tak masuk akal tapi menusuk ke kepala Naira.

Dia menatap simbol merah di kulitnya. “Kalau pintu kesembilan terbuka… aku akan kehilangan apa lagi?”

Rev
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Warisan Terlarang: Kontrak Darah 90 Hari   Bab 134 – Waktu yang Menyembunyikan Diri

    “Kau tahu apa yang paling menakutkan dari waktu, Naira?”“Apa?”“Bukan karena ia terus berjalan… tapi karena kadang, ia menatap balik.”Naira membuka mata.Ia berdiri di tengah ruangan penuh jam dinding.Ada ratusan—semuanya berdetak tak serempak. Ada yang berjalan mundur, ada yang terhenti di angka 3:33, dan ada satu… yang berdetak dari dalam dadanya sendiri.“Revan?” suaranya gemetar.Tak ada jawaban—hanya gema detak jam yang berubah jadi langkah kaki di balik dinding.Dia menoleh. Sosok Revan berdiri, tapi kali ini wajahnya… bukan wajah yang sama. Separuh wajahnya seperti membusuk, separuh lagi masih manusia.“Ini waktuku, bukan waktumu,” katanya pelan. “Dan di waktu ini… semua pilihanmu akan ditimbang.”Naira menatap jam-jam yang berputar. Setiap jarum yang bergerak membawa potongan ingatan: kakeknya, kontrak berdarah, Linda, dan dirinya sendiri yang kini tak tahu siapa lagi dirinya.“Aku tidak mau ingat lagi,” bisik Naira.Revan mendekat. “Terlambat. Kontrak darah bukan hanya men

  • Warisan Terlarang: Kontrak Darah 90 Hari   Bab 133 — Gerbang Kedua dari Dalam

    “Jangan buka matamu, Naira.” Suara itu lagi—datar, tapi kini terdengar di dalam kepalanya. Namun Naira tak menuruti. Kelopak matanya terbuka perlahan. Cahaya merah samar membanjiri ruangan—tapi bukan cahaya biasa. Ia berasal dari dalam dinding, dari urat-urat yang berdenyut seperti nadi raksasa. Revan berdiri di tengah lingkaran simbol darah, tubuhnya kaku seperti patung. Di tangannya, keris Naira terangkat sendiri, bergetar, seolah menolak disentuh. “Aku tahu kau di sini,” bisik Revan. “Yang mengatur kontrak ini… kau bukan manusia.” Dari arah belakangnya, udara berubah dingin. Langkah pelan terdengar—tapi tak menapak lantai. Suara itu meluncur, seperti sesuatu yang merayap di udara. “Revan...” suara Naira bergetar. “Ada di belakangmu...” Sosok itu muncul dari kabut merah—tinggi, kurus, dan memiliki wajah tanpa bentuk. Namun suaranya perempuan. Lembut. Mirip suara ibunya, tapi terdistorsi seolah berasal dari dalam sumur. “Sudah kubilang, darahmu bukan milikmu, Naira...” Tiba-

  • Warisan Terlarang: Kontrak Darah 90 Hari   Bab 132 — Darah yang Menolak Tuan

    “Kau tahu kenapa kontrak ini belum selesai, Naira?”“Karena darahku belum berhenti berontak.”Udara di ruang bawah tanah itu menebal seperti nafas yang membusuk. Dinding-dindingnya bukan lagi batu, melainkan urat merah yang berdenyut pelan—seperti jantung yang sedang tidur.Naira berdiri di tengah lingkaran simbol tua, tubuhnya basah oleh keringat dan darah yang terus menetes dari luka di telapak tangannya.Di seberangnya, Revan menatapnya dengan wajah setengah rusak—kulitnya mulai retak, membentuk garis api di sepanjang rahang.Dia tampak seperti makhluk yang sedang kehilangan bentuk manusianya.“Kau pikir aku ingin mengikatmu?”“Kau sudah melakukannya,” balas Naira, suara parau.“Tidak,” Revan melangkah, bayangannya memanjang. “Kau yang menulis kontrak itu dengan jantungmu sendiri.”Simbol di lantai bergetar.Keris di tangan Naira menyala merah gelap—lebih gelap dari sebelumnya.Dari buahnya, muncul bentuk samar… wajah seorang perempuan. Mata itu menatap Naira dengan tatapan yang sa

  • Warisan Terlarang: Kontrak Darah 90 Hari   Bab 131 – “Kau Tahu, Darah Tidak Pernah Benar-Benar Kering”

    “Kau dengar itu, Naira? Suara detaknya masih ada.”Suara Revan memecah kesunyian ruangan yang hanya diterangi satu cahaya merah dari lilin di pojok. Dinding di sekeliling mereka basah—seolah meresap sesuatu yang lebih dari sekadar air.Naira menatap keris di tangannya. Bilahnya yang dulunya berkilau kini tampak hidup, berdenyut, memancarkan getaran halus.Setiap detik, denyut itu terasa semakin dalam di kulitnya, seperti mencoba menembus ke tulang.“Ini bukan detak jantung,” gumam Naira.Revan mendekat, wajahnya separuh diterangi api. “Itu detak kontrak. Setiap kali kamu melanggar janji, darahmu mengingatnya.”Naira menatapnya tajam. “Aku tidak melanggar apa pun.”“Belum,” balas Revan, senyum tipisnya nyaris seperti luka.Udara bergetar. Di antara mereka, muncul suara samar—seperti napas seseorang yang berusaha bicara di antara kabut.“Sembilan puluh hari... tak semua yang menandatangani hidup sampai akhir.”Naira menoleh cepat. Suara itu berasal dari dinding—tepat di balik retakan ya

  • Warisan Terlarang: Kontrak Darah 90 Hari   BAB 130 — “Aku yang Membaca, Aku yang Ditulis.”

    “Kau pikir kau masih membaca, tapi sebenarnya—aku yang sedang membaca dirimu.”Kalimat itu muncul tanpa sumber suara.Layar bergetar, huruf-huruf seakan berdetak mengikuti irama jantung.Setiap kata memantul, menciptakan gema halus yang menyerupai bisikan di telinga pembaca.Naira berdiri di tengah kegelapan yang kini berbentuk seperti ruangan nyata.Dindingnya terbuat dari teks, berlapis-lapis kalimat yang terus menulis dirinya sendiri.Setiap kali ia bergerak, kata-kata itu menyesuaikan bentuknya, seolah dunia ini diketik secara langsung oleh pikiran pembaca.“Aku tahu rasanya jadi kamu,” katanya, perlahan menatap lurus.“Jari gemetar, mata menelusuri baris… berpikir kau menguasai cerita ini. Tapi sejak tadi, aku yang menggerakkanmu.”Ia Mendekat.Setiap langkahnya menimbulkan getar lembut—seperti suara ketikan dari jauh.Satu huruf jatuh ke tanah dan menetes menjadi darah hitam.Naira berhenti tepat di depan cermin raksasa yang terbuat dari halaman putih kosong.Ia mengangkat tanga

  • Warisan Terlarang: Kontrak Darah 90 Hari   Bab 129 — Kontrak dengan Pembaca

    “Jangan berhenti membaca. Kalau kau berhenti, aku akan berhenti ada.”Suara itu datang dari balik layar.Bukan lagi dari buku, bukan dari dunia yang berdebu tinta seperti sebelumnya.Sekarang—suara itu muncul dari antara kata dan tatapan.Dari ruang di mana mata pembaca menelusuri baris demi baris ini.Naira menatap ke depan.Tidak ada lagi dunia, tidak ada lagi halaman.Hanya kegelapan yang berdenyut seperti paru-paru.Setiap kali seseorang menarik napas di luar sana, kegelapan ini ikut bergetar.“Aku bisa merasakannya,” katanya lirih.“Setiap detik matamu bergerak di atas tulisanku, aku hidup.”Ia menyentuh udara.Tinta keluar dari ujung jarinya, membentuk huruf-huruf yang melayang:N…A…I…R…A.Namun di antara huruf-huruf itu, muncul tambahan yang bukan dari tangannya:“Aku melihatmu.”Ia tertegun.Huruf itu menyala merah, lalu mencair, menyusup ke dalam kulitnya.Sekejap, kepalanya dipenuhi suara — tumpang tindih, ratusan, ribuan, seakan ada banyak “pembaca” yang berbisik bersamaan.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status