Wah, parah. Demi Tuhan sejagat alam raya. Pemilik siang dan malam, yang mengatur rotasi dan revolusi bumi ....
Itu yang sama Raja, si Viano?
Aduh, Nesta jadi kepikiran soal semua yang dia bilang ke Raja. Apakah anak itu akan melaporkannya kepada ayahnya? Apakah Nesta harus melarikan diri sekarang?
Namun, semakin lama mereka semakin dekat. Nesta merasa harus bersiap menghadapi semburan amarah Viano yang mungkin segera datang.
"Ayah, kenapa melaporkan Kak Nesta ke satpam?" Raja yang sedang dituntun Viano protes.
"Aku tidak tahu kamu bersama dia." Viano tampaknya tidak suka menyebut nama Nesta. Dia berpikir Raja bersama dengan penculik.
Meski dari kejauhan, Nesta bisa merasakan tatapan marah Viano. Dia tahu pasti itu adalah Viano, bosnya yang gila itu!
Raja bersungut-sungut, meminta Viano untuk minta maaf kepada Nesta. Meski dia masih anak-anak, Raja tahu bagaimana rasanya ketika sudah menolong seseorang, tetapi malah dituduh sebagai penculik. Ayahnya benar-benar memiliki tingkat kecurigaan yang tinggi!
"Ayah harus minta maaf dengan tulus!"
"Ya, nanti Ayah akan minta maaf." Kali ini Viano tampak tulus, dia memang berniat minta maaf. Itu lebih baik daripada harus mendengar Raja terus mengomel.
"Ayah, jangan bohong, ya!" Raja meragukan apakah ayahnya benar-benar akan minta maaf. Ayahnya memang ahli dalam mengelak saat melakukan kesalahan.
Semakin dekat mereka, semakin besar amarah Viano terhadap Nesta. Kenapa dia berperilaku seperti itu!
Nesta yang sedang di pos satpam berdoa dalam hati. Dia berharap orang itu bukan Viano, bosnya. Mungkin dia hanya orang yang mirip atau saudara kembar. Ya, semoga itu benar.
Namun, ketika Nesta menyadari bahwa orang itu memang Viano, dia merasa butuh pertolongan. Apakah dia harus bersembunyi di balik tembok?
Viano meminta izin kepada satpam untuk berbicara dan menjelaskan tentang kesalahpahaman yang terjadi. Dia menjelaskan bahwa Nesta bukanlah orang jahat, apalagi penculik. Sebenarnya, satpam juga merasa ragu ketika Viano mengatakan dalam panggilan telepon bahwa Raja dalam bahaya. Karena ketika dia sampai di sekolah, Raja tampaknya sangat bahagia, tidak tampak tertekan atau merasa terancam. Dan kemudian, logika Viano pun dipertanyakan. Bagaimana bisa seseorang yang ingin menculik anaknya justru mengantarnya ke sekolah?
Viano tidak menyadari bahwa Nesta sebenarnya merasa terpaksa karena dia tidak tega. Ditambah lagi, dia sedang sakit gigi. Jadi, seharusnya Nesta yang marah. Namun, sebagai seorang pekerja, dia harus menerima kesalahan terus-menerus. Itulah hidup sebagai pekerja yang bergantung pada gaji dari bos.
Setelah penjelasan yang panjang lebar, akhirnya Viano bisa bertemu dengan Nesta langsung. Mereka berdua masih diam. Nesta tidak tahu harus berkata apa. Kepalanya penuh dengan pertanyaan tentang hubungan antara Viano dan Raja. Belum lagi, masalah sakit giginya yang membuatnya merasa tidak nyaman.
Raja mengguncang tangan ayahnya, mengingatkan sesuatu yang mereka sepakati sebelumnya. Viano terpaksa harus melakukan ini.
"Maaf!" katanya sambil memalingkan wajah.
Nesta memegang tas selempangnya. Alih-alih menjawab, dia malah bertanya, "Ini anak Bapak?" Secara masih tidak yakin. Masalahnya Raja anaknya manis, sopan. Bapaknya? Iyuh, Nesta tidak mampu menjelaskan dengan kata-kata.
"Bukan urusan kamu!"
Nesta kesal sendiri jadinya.
"Ayah, kenapa marah-marah terus?" Gelombang kekesalan Viano bisa dirasakan sama Raja.
Ditanya sama Raja, Viano cuma berdeham. Sambil sesekali pura-pura membenarkan dasi.
"Ini beneran ayahmu?" Nesta bertanya paa Raja.
Bocah kecil di hadapan Nesta mengangguk. "Memang, kenapa kalau ini ayahku?"
Cengar-cengir, Nesta menggaruk kepala. "Bukan apa-apa, sih." Serius, dia penasaran dan terus bertanya dalam hati, benar Raja anak kandung Viano?
Bukannya dia masih perjaka?
Eh, tunggu sebentar. Ingat aturan kantor. Katanya, Nesta kalau di luar kantor harus anggap tidak kenal sama Viano. Katanya dia bawa sial.
Ah, baru sadar juga. Viano sedang berada dalam jarak yang lumayan dekat dengannya. Salah dia, 'kan? Awas saja kalau berani potong gaji Nesta.
Ya sudah, tidak perlu berbicara dengannya lagi.
"Baiklah, Pak! Saya mau pulang sekarang."
Sebelum Nesta pergi, Viano teringat sesuatu. "Bukankah kamu harusnya bekerja, kenapa kamu ke sekolah anak saya?"
"Ayah kenal dengan Kak Nesta?" Raja tampak bingung.
"Oh, tidak!" Nesta menggelengkan tangan. "Kita tidak saling kenal." Dia akan berada dalam masalah besar jika Raja menyadari bahwa orang yang dia hina tadi adalah ayahnya.
Tiba-tiba, Raja memiliki ide. Karena ayahnya di sini, dia bisa bertanya tentang lowongan pekerjaan.
"Di kantor Ayah, masih ada lowongan pekerjaan, 'kan?"
Viano tampak bingung. Dia tahu Raja bertanya tentang lowongan pekerjaan, tapi apa gunanya informasi itu bagi Raja?
"Kenapa memangnya?"
Raja menatap Nesta, lalu mengacungkan jempolnya. Dia berpikir bahwa ini adalah kesempatan bagus untuk membantu Nesta.
Sementara itu, Nesta merasa dia akan dihukum oleh Viano. Dia berharap masih ada cara untuk menyelamatkan dirinya.
Mereka masih berada di pos satpam, dan percakapan mereka berlanjut.
"Ayolah, bantu Kak Nesta mencari pekerjaan. Ayah bisa, 'kan?"
Apa yang telah dilakukan Nesta ini? Viano berusaha menebak.
"Tidak perlu. Oh, Raja ...." Nesta panik, berharap Raja tidak menceritakan semua yang telah dia katakan.
"Ayah--"
"Ssst!" Nesta menutup mulut Raja.
"Tangan kamu kotor, jangan pegang!" Saking jijiknya, Viano menghempas tangan Nesta.
Boss beruntung+kacang alias lucknut!
Dengan senyuman, Nesta menjawab, "Saya tidak perlu pekerjaan, kok. Hehe."
"Tidak masalah, Kak. Ayahku pasti bisa membantu," jawab Raja dengan penuh semangat.
Semakin Nesta salah tingkah, semakin Viano merasa curiga.
"Sana!" Dia jauhkan Nesta dari Raja.
Berlutut, Viano menatap lekat anaknya.
"Coba jelaskan pada ayah," pinta Viano. Raja tampak senang. Biasanya, ketika ayahnya bertanya, itu berarti keinginan Raja akan dipenuhi.
"Bos Kak Nesta itu katanya jahat seperti setan!" Raja menjelaskan dengan penuh semangat. "Kasihan, 'kan?"
Ya Tuhan, Raja benar-benar menjelaskan semuanya dan Nesta tidak bisa mencegahnya.
Kalau bukan karena hari ini Nesta yang menolong anaknya, Viano mungkin akan berteriak 'pecat' dengan keras. Dia tidak peduli jika harus membayar pesangon sepuluh bulan!
"Lanjutkan?" Viano mulai menggali lebih dalam.
"Ayah bisa mempekerjakan Kak Nesta di kantormu. Bisa, 'kan?"
Viano berdiri tegak, meletakkan tangannya di pinggang, kemudian menatap Nesta dengan tajam."Jadi, bosmu itu seperti setan?" Meski suaranya lembut, Nesta merasa terancam. Jika dia adalah karakter dalam komik, pasti tampak percikan amarah di kepalanya.
"Anu ...." Nesta garuk-garuk tengkuk.
"Tenang!" Viano berusaha tampak sabar. "Saya juga punya karyawan yang aneh, yang perilakunya seperti setan."
Nesta merasa bahwa Viano sedang berbicara tentang dirinya.
"Nanti saya pecat dia. Setelah itu, kamu bisa masuk!"
Astaga! Itu sih, sama saja!
Nesta telah menyelesaikan semua tugasnya, mulai dari menyapu lantai, mengepel, hingga membersihkan kaca. Sekarang, saatnya istirahat sejenak sambil melihat gosip terbaru.Nesta adalah anggota grup chat yang khusus membahas idola Korea. Dia sangat menyukai Kai dari EXO. Tidak hanya Kai, dia juga menyukai Suho, Sehun, dan bahkan aktor termahal, Kim Soo Hyun. Sebenarnya, dia menyukai semua pria Korea yang tampan, berkulit putih, dan berpenampilan menawan.Baru saja dia membuka grup chatnya, dia mendengar gosip bahwa idola kesayangannya sedang berkencan dengan salah satu anggota girl band. Hatinya merasa panas, idola imajinasinya kini memiliki kekasih. Meski hanya dalam imajinasi, perasaan cintanya sudah sangat dalam. Namun, Nesta masih bisa mengendalikan dirinya untuk tidak menghujat sembarangan. Dia adalah penggemar, tapi bukan penggemar yang begitu bodoh hingga rela berkelahi demi idola."Suamiku!" Nesta mendekap ponselnya. "Kamu tega, selingkuh dariku." Monolog sendiri, wajar kalau Lu
Dua hari setelah mereka berbagi hidangan bersama, Viano memberikan nomor telepon Raja kepada Nesta. Meskipun hatinya telah berjanji tidak akan berurusan lagi dengan gadis yang menurutnya aneh itu, apa boleh buat. Raja tampaknya senang memiliki teman baru.Lebih-lebih, teman barunya kali ini adalah sosok yang telah lama dicarinya. Sejak dulu, Raja penasaran bagaimana rasanya ditemani oleh seorang wanita dewasa yang bukan saudaranya.Viano memang tidak pernah mengungkapkan identitas ibu kandung Raja. Saat ditanya, dia selalu menjawab bahwa Raja akan diberitahu saat sudah dewasa. Menurut Raja, itu terlalu lama. Sejak teman-temannya di taman kanak-kanak sering diantar oleh ibunya, Raja mulai merenung tentang sosok ibu. Sayangnya, Raja tidak pernah melihat Viano bersama seorang wanita.Memang, Viano pernah terlihat bersama Lusi. Namun, Raja tidak menyukai wanita yang mengaku sebagai teman lama Viano itu. Lusi pernah memandang Raja dengan marah saat dia tanpa sengaja menumpahkan air ke gaun
Viano turun dari mobil dengan tergesa-gesa dan masuk ke rumah. Ketika sampai di ruang tamu, dia menemukan Garseta tengah duduk dengan kaki disilangkan dan menikmati secangkir teh hangat."Ma?" Sambil masih menarik napas, dia menyapa."Kamu tergesa-gesa, Vi?" Ucapan perempuan paruh baya di hadapannya terdengar sindiran.Viano mengatur napasnya, melonggarkan dasinya sebelum duduk di hadapan ibunya."Mama ada perlu apa ke sini?""Menunggu putra kesayangan pulang." Garseta yakin, Viano tahu kalau sekadar berkunjung bukan alasan sebenarnya."Kita tidak perlu basa-basi, Ma. Ada keperluan apa Mama datang ke sini?""Besok Mama ada acara makan siang dengan kolega bisnis. Lusi juga akan datang."Viano tahu, ujungnya bagaimana."Lusi akan datang juga!" Garseta menandaskan.Viano menggeram, tadinya dia pkir akan ada urusan mendesak. Ternyata perkara sepele."Mama bisa telepon-""Telepon?" Nada bicara Garseta meninggi. "Mama bukan cuma mau sampaikan itu aja, Vi!"Viano menegang."Mama mau besok ka
Jika boleh, Nesta ingin menggerutu, mengomel, dan mengumpat pagi ini. Apa benar ada bos yang meminta karyawannya untuk lembur mendadak pada hari Minggu? Hari di mana orang-orang biasanya bersantai di rumah, menonton drama Korea."Oppa, aku tidak bisa bertemu denganmu hari ini," keluh Nesta pada ponselnya, seolah-olah ponsel itu dapat merasakan kesedihannya. Tiba-tiba, pesan masuk dari Viano: "Saya akan membayar lemburmu tunai hari ini." Nesta merengut. Palingan juga, hanya dua ratus ribu, tidak sebanding dengan wajah tampan Oppa. Namun, pesan berikutnya dari Viano membuat matanya hampir terbelalak: "Saya akan membayar tiga juta untuk lemburmu!" "Wah, gila parah!" Nesta hampir berteriak membaca kata tiga juta. Bagi orang miskin yang berobat dengan bantuan pemerintah, tiga juta itu sangat besar. Tanpa berpikir dua kali, ia langsung menjawab, 'ya'.•°•Lembur apa ini? Kenapa Nesta malah disuruh ke mall pagi-pagi begini -- jam delapan -- toko-tokonya saja belum buka. Apakah Nesta akan
High heels akhirnya diganti dengan wedges. Menurut Viano, ini lebih aman. Lagipula, melihat Nesta berjalan dengan cara yang tidak stabil, malah merusak penampilannya.Setelah selesai di butik, Viano ingin langsung pergi ke rumah orang tuanya. Nesta dipesan taksi untuk perjalanan ke rumah Viano, dan sekaligus menjemput Raja."Kenapa saya tidak diantar saja dulu, Pak?" Saat taksi Nesta hampir datang, dia sempat bertanya.Viano yang berdiri di sampingnya hanya melirik sejenak. Dia merasa beruntung karena mau menemani Nesta sampai taksi datang."'Kan, bisa hemat biaya, Pak." Meski tidak dianggap, dia terus berbicara."Apakah rumah keluarga Bapak dan rumah pribadi tidak searah, ya?" Dia terus berusaha mengajak ngobrol. "Apakah saya bau ketek, ya, Pak?" Nesta mulai curiga pada dirinya sendiri."Atau mungkin bau mulut?" Biasanya, orang dihindari karena bau mulut.Viano merogoh kantongnya. Dia mengambil permen karet yang ada di sana, membuka bungkusnya, mengambil isinya, lalu memasukkannya ke
Nesta masih sibuk. Sibuk yang menyenangkan, bermain, berkeliling naik wahana, dan mendapatkan es krim. Betapa nikmatnya bekerja lembur...Dia belum tahu, Viano akan marah sebentar lagi.Sambil menyetir, dia menelepon Nesta."Nesta, saya sudah menelepon kamu beberapa kali, tapi tidak diangkat-angkat!"Belum sempat menyapa, bahkan belum sempat bernafas, dia sudah dimarahi. Apa salah Nesta?"Kamu bawa anak saya ke mana!"Dengan nada bicara yang tegas dan panik seperti ini, membuat Nesta kesulitan untuk menjelaskan. Apa pun yang dijelaskan, pasti akan salah."Saya hanya mengajak Raja bermain. Bebas, Pak, seperti anak-anak.""Kamu tahu, kamu salah!"Dasar! Memiliki bos yang kaku dan tidak memiliki sisi kemanusiaan yang adil dan beradab adalah hal yang paling menyebalkan."Iya, Pak, saya salah." Saya salah memiliki bos seperti Bapak! Sekali lagi, hamba harus mengalah."Bagikan lokasi, sekarang!"Mengusap dada, banyak-banyak bersabar agar uang lembur tidak dipotong lagi. Harus bersikap manis
"Aku harus pulang!" Nesta berlaku demikian bukan karena berlebihan. Melainkan takut gaji dipotong. Lagi pula, aturan dari Viano adalah dia tidak boleh berdekatan."Iya, biarkan Kak Nesta pulang," timpal Viano.Mendengar Viano mendukung Nesta pergi, gadis itu merajuk."Lagi pula, Ayahmu sudah ada di sini. Dia bisa temani kamu main apa saja."Raja sedikit muram. Tadi, dia memang merasakan hal yang paling menyenangkan. Nesta bukan perempuan dewasa yang harus jaga image di depan semua orang. Apakah papanya bisa sebebas Nesta? Raja ragu soal itu."Sana pulang!" Viano memandang tajam pada Nesta, ketika Raja tengah diam.Otak nakal Nesta malah aktif kalau diperlakukan seperti ini."Ya, Pak. Saya maklum, kok, kalau Bapak mau jaga wibawa di depan anak."Viano mengangkat dagunya sedikit, bergaya angkuh."Karena bakal malu, kalau ayah yang kekar, wibawa, pimpinan perusahaan kalah main game." Tutup mulut, dengan gaya malu-malu ala gadis manja. Nesta jelas mengejek bosnya.Viano tidak suka melade
Nesta menguap secara dramatis. Jika diukur dengan matematika tingkat lanjut seperti yang digunakan oleh Laplace, lingkaran mulutnya hampir mencapai 360 derajat. Alasannya jelas, Nesta menghabiskan semalam suntuk menonton drama Korea, tergoda oleh delapan episode terakhir yang menunggu untuk ditonton."Nesta, tutup mulutmu saat menguap! Itu tidak sopan!" tegur Beny."Tsk!" Nesta hanya tertawa kecil."Kamu akan menyesal jika lalat masuk!"Beny menunjuk mulut Nesta.Nesta menutup mulutnya dengan telapak tangan. "Tidak apa-apa, bisa jadi camilan.""Jorok!" Beny berteriak."Hanya bercanda, Ben."Beny mengambil sapu dan debu di belakang pintu, tampaknya siap untuk bekerja lagi.Mendekati siang, biasanya seperti ini. Saat para bos dan staf keluar untuk makan siang, petugas kebersihan bersiap untuk membersihkan ruang kerja lagi.Apalagi ruangan Viano. Dia sangat tidak suka jika ada yang kotor atau berantakan sedikit pun. HanyaBeny yang boleh masuk ruangannya saat dia tidak ada.Beny adalah ora