Share

7. Dia Ayahnya?

Wah, parah. Demi Tuhan sejagat alam raya. Pemilik siang dan malam, yang mengatur rotasi dan revolusi bumi ....

Itu yang sama Raja, si Viano?

Aduh, Nesta jadi kepikiran soal semua yang dia bilang ke Raja.  Apakah anak itu akan melaporkannya kepada ayahnya? Apakah Nesta harus melarikan diri sekarang?

Namun, semakin lama mereka semakin dekat. Nesta merasa harus bersiap menghadapi semburan amarah Viano yang mungkin segera datang.

"Ayah, kenapa melaporkan Kak Nesta ke satpam?" Raja yang sedang dituntun Viano protes.

"Aku tidak tahu kamu bersama dia." Viano tampaknya tidak suka menyebut nama Nesta. Dia berpikir Raja bersama dengan penculik.

Meski dari kejauhan, Nesta bisa merasakan tatapan marah Viano. Dia tahu pasti itu adalah Viano, bosnya yang gila itu!

Raja bersungut-sungut, meminta Viano untuk minta maaf kepada Nesta. Meski dia masih anak-anak, Raja tahu bagaimana rasanya ketika sudah menolong seseorang, tetapi malah dituduh sebagai penculik. Ayahnya benar-benar memiliki tingkat kecurigaan yang tinggi!

"Ayah harus minta maaf dengan tulus!"

"Ya, nanti Ayah akan minta maaf." Kali ini Viano tampak tulus, dia memang berniat minta maaf. Itu lebih baik daripada harus mendengar Raja terus mengomel.

"Ayah, jangan bohong, ya!" Raja meragukan apakah ayahnya benar-benar akan minta maaf. Ayahnya memang ahli dalam mengelak saat melakukan kesalahan.

Semakin dekat mereka, semakin besar amarah Viano terhadap Nesta. Kenapa dia berperilaku seperti itu!

Nesta yang sedang di pos satpam berdoa dalam hati. Dia berharap orang itu bukan Viano, bosnya. Mungkin dia hanya orang yang mirip atau saudara kembar. Ya, semoga itu benar.

Namun, ketika Nesta menyadari bahwa orang itu memang Viano, dia merasa butuh pertolongan. Apakah dia harus bersembunyi di balik tembok?

Viano meminta izin kepada satpam untuk berbicara dan menjelaskan tentang kesalahpahaman yang terjadi. Dia menjelaskan bahwa Nesta bukanlah orang jahat, apalagi penculik. Sebenarnya, satpam juga merasa ragu ketika Viano mengatakan dalam panggilan telepon bahwa Raja dalam bahaya. Karena ketika dia sampai di sekolah, Raja tampaknya sangat bahagia, tidak tampak tertekan atau merasa terancam. Dan kemudian, logika Viano pun dipertanyakan. Bagaimana bisa seseorang yang ingin menculik anaknya justru mengantarnya ke sekolah?

Viano tidak menyadari bahwa Nesta sebenarnya merasa terpaksa karena dia tidak tega. Ditambah lagi, dia sedang sakit gigi. Jadi, seharusnya Nesta yang marah. Namun, sebagai seorang pekerja, dia harus menerima kesalahan terus-menerus. Itulah hidup sebagai pekerja yang bergantung pada gaji dari bos.

Setelah penjelasan yang panjang lebar, akhirnya Viano bisa bertemu dengan Nesta langsung. Mereka berdua masih diam. Nesta tidak tahu harus berkata apa. Kepalanya penuh dengan pertanyaan tentang hubungan antara Viano dan Raja. Belum lagi, masalah sakit giginya yang membuatnya merasa tidak nyaman.

Raja mengguncang tangan ayahnya, mengingatkan sesuatu yang mereka sepakati sebelumnya. Viano terpaksa harus melakukan ini.

"Maaf!" katanya sambil memalingkan wajah.

Nesta memegang tas selempangnya. Alih-alih menjawab, dia malah bertanya, "Ini anak Bapak?" Secara masih tidak yakin. Masalahnya Raja anaknya manis, sopan. Bapaknya? Iyuh, Nesta tidak mampu menjelaskan dengan kata-kata.

"Bukan urusan kamu!"

Nesta kesal sendiri jadinya.

"Ayah, kenapa marah-marah terus?" Gelombang kekesalan Viano bisa dirasakan sama Raja.

Ditanya sama Raja, Viano cuma berdeham. Sambil sesekali pura-pura membenarkan dasi.

"Ini beneran ayahmu?" Nesta bertanya paa Raja.

Bocah kecil di hadapan Nesta mengangguk. "Memang, kenapa kalau ini ayahku?"

Cengar-cengir, Nesta menggaruk kepala. "Bukan apa-apa, sih." Serius, dia penasaran dan terus bertanya dalam hati, benar Raja anak kandung Viano?

Bukannya dia masih perjaka?

Eh, tunggu sebentar. Ingat aturan kantor. Katanya, Nesta kalau di luar kantor harus anggap tidak kenal sama Viano. Katanya dia bawa sial.

Ah, baru sadar juga. Viano sedang berada dalam jarak yang lumayan dekat dengannya. Salah dia, 'kan? Awas saja kalau berani potong gaji Nesta.

Ya sudah, tidak perlu berbicara dengannya lagi.

"Baiklah, Pak! Saya mau pulang sekarang."

Sebelum Nesta pergi, Viano teringat sesuatu. "Bukankah kamu harusnya bekerja, kenapa kamu ke sekolah anak saya?"

"Ayah kenal dengan Kak Nesta?" Raja tampak bingung.

"Oh, tidak!" Nesta menggelengkan tangan. "Kita tidak saling kenal." Dia akan berada dalam masalah besar jika Raja menyadari bahwa orang yang dia hina tadi adalah ayahnya.

Tiba-tiba, Raja memiliki ide. Karena ayahnya di sini, dia bisa bertanya tentang lowongan pekerjaan.

"Di kantor Ayah, masih ada lowongan pekerjaan, 'kan?"

Viano tampak bingung. Dia tahu Raja bertanya tentang lowongan pekerjaan, tapi apa gunanya informasi itu bagi Raja?

"Kenapa memangnya?"

Raja menatap Nesta, lalu mengacungkan jempolnya. Dia berpikir bahwa ini adalah kesempatan bagus untuk membantu Nesta.

Sementara itu, Nesta merasa dia akan dihukum oleh Viano. Dia berharap masih ada cara untuk menyelamatkan dirinya.

Mereka masih berada di pos satpam, dan percakapan mereka berlanjut.

"Ayolah, bantu Kak Nesta mencari pekerjaan. Ayah bisa, 'kan?"

Apa yang telah dilakukan Nesta ini? Viano berusaha menebak.

"Tidak perlu. Oh, Raja ...." Nesta panik, berharap Raja tidak menceritakan semua yang telah dia katakan.

"Ayah--"

"Ssst!" Nesta menutup mulut Raja.

"Tangan kamu kotor, jangan pegang!" Saking jijiknya, Viano menghempas tangan Nesta.

Boss beruntung+kacang alias lucknut!

Dengan senyuman, Nesta menjawab, "Saya tidak perlu pekerjaan, kok. Hehe." 

"Tidak masalah, Kak. Ayahku pasti bisa membantu," jawab Raja dengan penuh semangat. 

Semakin Nesta salah tingkah, semakin Viano merasa curiga.

"Sana!" Dia jauhkan Nesta dari Raja.

Berlutut, Viano menatap lekat anaknya.

"Coba jelaskan pada ayah," pinta Viano. Raja tampak senang. Biasanya, ketika ayahnya bertanya, itu berarti keinginan Raja akan dipenuhi. 

"Bos Kak Nesta itu katanya jahat seperti setan!" Raja menjelaskan dengan penuh semangat. "Kasihan, 'kan?" 

Ya Tuhan, Raja benar-benar menjelaskan semuanya dan Nesta tidak bisa mencegahnya. 

Kalau bukan karena hari ini Nesta yang menolong anaknya, Viano mungkin akan berteriak 'pecat' dengan keras. Dia tidak peduli jika harus membayar pesangon sepuluh bulan! 

"Lanjutkan?" Viano mulai menggali lebih dalam. 

"Ayah bisa mempekerjakan Kak Nesta di kantormu. Bisa, 'kan?" 

Viano berdiri tegak, meletakkan tangannya di pinggang, kemudian menatap Nesta dengan tajam."Jadi, bosmu itu seperti setan?" Meski suaranya lembut, Nesta merasa terancam. Jika dia adalah karakter dalam komik, pasti tampak percikan amarah di kepalanya. 

"Anu ...." Nesta garuk-garuk tengkuk. 

"Tenang!" Viano berusaha tampak sabar. "Saya juga punya karyawan yang aneh, yang perilakunya seperti setan." 

Nesta merasa bahwa Viano sedang berbicara tentang dirinya.

"Nanti saya pecat dia. Setelah itu, kamu bisa masuk!"

Astaga! Itu sih, sama saja!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status