Share

Ribut Terus

Nesta telah menyelesaikan semua tugasnya, mulai dari menyapu lantai, mengepel, hingga membersihkan kaca. Sekarang, saatnya istirahat sejenak sambil melihat gosip terbaru.

Nesta adalah anggota grup chat yang khusus membahas idola Korea. Dia sangat menyukai Kai dari EXO. Tidak hanya Kai, dia juga menyukai Suho, Sehun, dan bahkan aktor termahal, Kim Soo Hyun. Sebenarnya, dia menyukai semua pria Korea yang tampan, berkulit putih, dan berpenampilan menawan.

Baru saja dia membuka grup chatnya, dia mendengar gosip bahwa idola kesayangannya sedang berkencan dengan salah satu anggota girl band. Hatinya merasa panas, idola imajinasinya kini memiliki kekasih. Meski hanya dalam imajinasi, perasaan cintanya sudah sangat dalam. Namun, Nesta masih bisa mengendalikan dirinya untuk tidak menghujat sembarangan. Dia adalah penggemar, tapi bukan penggemar yang begitu bodoh hingga rela berkelahi demi idola.

"Suamiku!" Nesta mendekap ponselnya. "Kamu tega, selingkuh dariku." Monolog sendiri, wajar kalau Lusi sering sebut Nesta aneh.

Viano yang ke dapur untuk isi mengawasinya berjengit heran.

"Santai yah, kamu!" serunya dari belakang membuat Nesta terkejut.

Nesta menoleh ke sumber suara. Tahu siapa yang datang, dia mencebik kesal. Buyar sudah lamunannya.

"Bapak ada perlu sama saya?"

Viano berdecih. "Coba kamu menyingkir." Telunjuknya gerak-gerak, sudah mirip usir ayam.

Melipir, Nesta menjauh dari pandangan Viano.

"Kalau kamu sudah menyelesaikan satu tugas, kerjakan tugas lainnya. Jangan main ponsel, ini kantor!" dia marah ketika mengisi air panas.

"Pak, jangan marah-marah saat di dekat air panas, nanti bisa tersiram." Nesta berani membalas.

Viano tidak percaya mitos itu.

"Jangan menjawab ketika bos sedang berbicara!" Viano memandang Nesta dengan tajam. "Kamu bisa miskin seumur hidup, tahu!"

Nesta mengepalkan tangannya, menahan amarah.

"Iya, Pak!" dia menjawab dengan sedikit tidak ikhlas.

Viano menghela nafas. "Nesta, saya ingin memberitahu kamu sesuatu."

Nesta yang diajak bicara, hanya mendengarkan.

"Ketika bekerja, lakukan segala sesuatu dengan baik, tidak peduli seberapa kecil pekerjaannya. Jangan sembrono atau meremehkannya. Karena dari sana, karir Anda akan terbuka," ujar Viano.

Mereka berdua diam, saling menatap.

Viano mulai merasa tidak nyaman dengan tatapan Nesta. "Kenapa kamu terus memandang saya!"

"Bapak sadar, 'kan?"

Menggeram, Viano menutup tumblr airnya dengan rapat . "Saya serius, Nesta!"

"Bapak sayang saya?" Nesta bertanya tiba-tiba.

"Iya. Eh-" Viano terkejut dengan jawabannya sendiri. "Maksud saya, sebagai pemimpin, saya harus memberikan arahan yang benar. Walaupun, tim SDM biasanya adakan pelatihan."

Nesta masih tersenyum, membuat Viano semakin kesal. Sebenarnya, dia  juga tahu bahwa bosnya tidak mungkin menyukai atau bahkan mencintainya.

Namun, dia senang melihat Viano yang marah hingga wajahnya merah.

"Iya, Pak, iya."

"Ya sudah, sana kamu!" Nesta disuruh minggir lagi

Geser-geser, Nesta kasih tempat buat Viano jalan.

Namun, Tuhan memiliki rencana lain. Entah bagaimana, Nesta tersandung kakinya sendiri.

Meskipun Viano tampak kasar, dia masih memiliki perasaan. Melihat Nesta hampir jatuh, dia refleks menangkapnya.

Saat ini sangat klasik, sering dilihat dalam drama romantis.

Setelah hampir jatuh, ditangkap, dan saling menatap.

Bedanya ....

Brak!

Nesta dilepas begitu saja, sebelum berdiri. Karena bokongnya kecil, jadi tidak bisa meredam benturan.

Nesta bangun dan mengusap-usap bokongnya. "Kenapa Bapak menjatuhkan saya!" keluh Nesta.

Viano berdehem sambil merapihkan kemejanya dan berkata, "Kenapa kamu terus menatap mata saya."

"Ada upil di mata Bapak!" jawab Nesta sembarangan, lalu pergi dari Viano. Bokongnya cukup sakit setelah jatuh.

Upil? Viano adalah seorang bos, bagaimana mungkin dia memiliki upil di matanya.

Sebelum orang lain melihat, dia mengambil ponselnya dan memeriksa mata dengan kamera depan.

Setelah memeriksa dengan teliti, Viano tidak menemukan apa-apa.

Tunggu! Viano menyadari sesuatu.

Yang ada di mata bukan upil, 'kan? Dia berpikir keras.

Sadar Nesta asal omong, geram rasanya. Sungguh, Viano bisa kena darah tinggi kalau begini.

Baru juga mau memasukkan ponsel, ada pesan masuk. Dari pop up-nya, kelihatan kalau Raja yang mengirim.

'Ayah, nanti makan siangnya dimakan, ya. Jangan lupa, ajak Kak Nesta. Pokoknya, Ayah tidak boleh bohong! Nanti Raja minta videonya.

Viano menggigit bibirnya dan mengepalkan ponselnya dengan kuat. Dia merasa malas jika harus makan siang bersama Nesta. Ah, betapa menyebalkannya. Semua ini terjadi karena minggu lalu Raja ditolong Nesta, dan kini anaknya jadi sayang  perempuan itu.

Malas, tapi anaknya yang meminta. Jadi, Viano harus bagaimana?

Urusan Nesta nanti dulu saja dipikirkan. Kembali ke ruang kerja sudah ada berkas yang menumpuk.Sungguh, tumpukan pekerjaan itu membuatnya pusing. Belum lagi pesan dari Raja yang terus mengusik pikirannya.

Terdengar suara ketukan di pintu. Sebelum dia memberikan izin, orang tersebut sudah masuk.

Viano masih sibuk memeriksa berkas-berkasnya.

"Ini adalah jadwal pertemuan di luar kantor besok, dan laporan yang Bapak minta," ujar Lusi, langsung duduk dan meletakkan berkasnya di meja, meski Viano masih sibuk.

"Cukup letakkan saja di sana," jawab Viano tanpa mengalihkan pandangannya.

Lusi bersandar di kursinya dan melipat tangan di dadanya. Sungguh, apakah Viano masih berusaha bersikap acuh tak acuh terhadapnya?

Tunggu sebentar! Lusi menyadari bahwa dasi yang dipakai Viano berantakan.

"Apa-apaan ini, kamu tidak bisa memakai dasi dengan rapi," ujar Lusi sambil memperbaiki dasi Viano.

"Lus!" Viano hendak menolak, tetapi Lusi mencegahnya.

"Diam sebentar, aku cuma mau merapikan ini.""

Viano merasa tidak nyaman dengan situasi ini. Bagaimana jika ada orang yang melihat dan salah paham?

"Tidak perlu bersikap kaku jika hanya kita berdua," ujar Lusi yang baru saja selesai memasangkan dasi. "Kamu sama aku, satu kampus dulu. Kita sudah kenal lama, Vi."

"Kenal lama. Tapi, kalau di kantor, bersikaplah profesional!"

Lusi menggeleng seraya berdecak lidah. "Kaku, bukan profesional."

"Ah, iya!" Malas Viano berdebat.

Lusi menyilang kaki. "Vi, kamu butuh pendamping. Meskipun Raja bukan-"

"Lus!" Viano menyela. "Maaf, kalau kasar. Tapi, tolong keluar dulu. Aku banyak kerjaan."

Yah, begitulah Viano. Selalu bersikap dingin dan acuh kala diajak bicara soal hubungan cinta. Padahal, Lusi menyukainya. Sejak lama. Buktinya, dengan gelar sarjana lulusan kampus terbaik di dunia--Harvard University--dia rela cuma jadi sekretaris. Demi bisa dekat sama Viano.

Namun, Viano tampaknya tidak terlalu tertarik pada Lusi. Sikapnya yang terlalu agresif dan terang-terangan dalam menunjukkan pesonanya malah membuat Viano tidak lagi penasaran. Terlebih lagi, Raja juga tidak menyukai Lusi. Bahkan Raja menyebut Lusi sebagai 'Tante Jahat'.

Tidak bisa memaksa, Lusi memilih permisi keluar. Lain kali, dia harus berhasil, menaklukan hati Viano.

Baru juga satu menit berselang setelah Lusi pergi, ponsel Viano bergetar.

Cek!

'Ayah, makan siangnya jangan lupa!'

Viano langsung pijit pangkal hidung. Pening.

***

Nesta disuruh lembur, tidak boleh pulang sebelum Viano izinkan. Oh, Tuhan, musibah macam apakah ini?

Di dalam kepala Nesta langsung ada tulisan besar; No! Big No!

Namun, begitu tahu ada uang bonus lemburan yang plus-plus kata 'no' langsung berubah 'yes'.

Omong-omong, Nesta disuruh lembur apa?

Ternyata, Nesta tidak benar-benar ditugaskan untuk lembur. Viano hanya mencari alasan agar bisa makan bersama Nesta tanpa diketahui oleh karyawan lain. Dia sengaja menyuruh Nesta pulang terlambat, agar kantor sudah sepi dan baru setelah itu dia bisa makan bersama Nesta.

Dia akan malu jika orang lain mengetahuinya. Terlebih lagi Ivan. Ivan tahu betul bahwa bosnya sangat tidak menyukai Nesta.

Pukul 18.30,  Nesta disuruh ke ruangan Viano.

"Pak!" Nesta yang mengintip ke dalam ruangan Viano, membuat bosnya yang sedang melamun tersentak.

"Saya bos kamu, bisa lebih sopan sedikit tidak?" Hanya Nesta yang berani memanggil bosnya dengan cara itu.

"Hehe." Nesta malah tersenyum, membuat Viano semakin tidak nyaman. "Saya sengaja dari jauh dulu, Pak. Bapak, 'kan, refleksnya berlebihan kalau dekat saya."

"Masuk!" Nadanya ketus.

"Oke!" Santai saja Nesta menanggapi.

Masuk, Nesta tetap berdiri saja. Sementara Viano, sibuk dengan tumpukan kotak hitam di mejanya.

"Kamu duduk di situ!" Viano mengarahkan Nesta duduk di kursi di sofa yang ada di dalam ruangan.

Seketika Nesta bersedekap. "Bapak mau apa dengan saya?"

Jelas Viano memelotot. Otak Nesta terlalu kotor.

"Coba, kamu tanya sama diri kamu sendiri." Setengah mati Viano tahan emosi. "Kira-kira, saya bakal nafsu sama kamu?"

"Yeeh, siapa tahu. Bapak diam-diam menyimpan perasaan."

Viano menggeram.  "Nesta, bisa tidak, jangan over percaya diri?"

"Bisa, Pak, bisa." Nesta mengangguk cepat, agar Viano tidak semakin marah.

Viano memang memendam rasa. Rasa ingin menghempas karyawannya ke Mars biar tidak kembali ke Bumi.

Sudah duduk, Nesta menunggu Viano mau menyuruh apa.

Kotak bekal yang Raja siapkan bersama susternya, Viano bawa ke meja.

"Ini disiapkan anak saya dengan susternya."

Nesta cuma manggut-manggut. 

"Nah, kamu makan!" Viano menyodorkan satu kotak yang berisi sushi buatan Raja. "Makan dengan benar, nanti saya rekam. Anak saya minta bukti, soalnya."

Nesta melirik. Kelihatannya enak, kira-kira ada racun tidak di dalamnya?

"Kenapa muka kamu seperti itu?" Viano merasa tersinggung dengan ekspresi Nesta.

"Bapak, jangan terlalu sensitif. Saya hanya berpikir, apakah ada racun di dalam ini atau tidak."

"Coba saja satu!" perintah Viano dengan tegas.

Tanpa ragu, Nesta mengambil satu roll sushi dan memakannya. Rasanya enak. Sayangnya, sudah lembab dan dingin.

"Ada racun?" Viano mengangkat satu alisnya.

"Ak!" Nesta pura-pura tersedak, lalu pura-pura kejang. Dia pura-pura pingsan di tempat.

Oh, dia ingin bermain-main dengan Viano.

"Halo, Pak Ujang?" Viano menelepon Pak Ujang. "Kalau ke ruangan saya, tolong bawain kantung plastik hitam yang besar. Soalnya ada mayat di ruangan saya."

Nesta terkejut. "Bapak tega, menyebut saya mayat!" protesnya.

"Makanya jangan banyak tingkah!"

Nesta malah tersenyum. "Bercanda, Pak."

"Makan, sana!" Viano beranjak, untuk menaruh ponsel di tempat yang tepat, supaya mereka bisa direkam.

Viano makan, begitu juga Nesta. Tampaknya, dia menyukai makanan yang dibuat Raja.

Pertanyaannya, apakah dia memang suka atau hanya lapar?

Nesta makan dengan lahap, mulutnya tampak penuh. Dia terus menyuapkan makanan ke mulutnya. Menikmati, pokoknya.

"Bapak tidak makan?" Bibirnya penuh, Nesta berbicara tanpa malu. Sampai muncrat sedikit isi makanannya. Itu menjijikkan. Viano merasa geli melihatnya.

"Kamu ini perempuan, bisa jaga sikap sedikit?"

"Bisa, Pak. Bisa." Agar tidak berdebat, dia mengiyakan saja. Lanjut makan lagi. Santai tanpa beban. Ya iyalah! Dia hanya disuruh makan, dan mendapat uang lembur.

Viano, malah terpana melihatnya. Terpana dalam artian merasa jijik.

"Di mulut kamu, ada sisa makanan."

"Di mulut kamu, ada sisa makanan." Viano menunjuk sudut bibir Nesta yang belepotan.

"Mana, Pak?" Duh, cari-cari kaca tidak ketemu. Ah, repot amat. Biasanya juga kalau di cerita romantis si cowok bakal bersihkan. "Tolong bersihkan, Pak." Nesta menyodorkan wajahnya.

Viano melempar tisu. "Bersihkan sendiri!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status