Share

Bab 3 - menghampiri

"CUT!"

Nardo berteriak cukup keras, menghentikan segala adegan para pemain dalam set yang telah ia rancang di depannya. Raut tampan pria itu terlihat tak puas. Baginya, akting aktor dan aktrisnya kali ini belum mencapai titik sempurna, tidak sesuai dengan ekspektasinya.

Nardo adalah seorang Sutradara muda yang terkenal perfeksionis. Lewat tangan dinginnya, telah lahir beberapa judul film yang meledak di pasaran, mengantarkan dirinya beserta para pemain yang tergabung di dalamnya mendapatkan beberapa penghargaan bergengsi.

Dan kali ini Nardo tengah mengerjakan sebuah project film horor. Ia menggandeng banyak aktor dan aktris yang namanya tengah berkibar di blantika perfilman Indonesia. Salah satunya adalah Almera, aktris yang tergabung dalam naungan MK Entertainment; sebuah agency yang didirikan oleh kedua orang tua Nardo. MK merupakan singkatan dari nama keduanya, Manfredo Austerlitz dan Karina Wibisono.

Kedua pemain film berbeda jenis kelamin di sana terlihat membungkukkan badannya sejenak sebagai tanda hormat sebelum kembali menatap ke arah sutradara mereka, menanti kata yang selanjutnya akan terucap dari mulut Nardo. Sedangkan Nardo hanya menatap lurus pada salah satunya, yaitu si aktris cantik yang kedapatan sering kali mencuri pandang padanya. Hal itulah yang menurut Nardo membuat akting gadis itu menjadi kurang maksimal di matanya.

"Harap fokus, Al. Tatapan kamu harusnya tertuju ke lawan mainmu, bukan ke arah sini." Setelah mengucapkan kalimat serupa teguran pada aktrisnya, Nardo mengalihkan atensi ke layar periksa kamera, melihat ulang scene yang sudah diambil. Lagi-lagi ia berdecak kesal.

"Maaf, Kak." Cuma kata itu yang mampu Almera ucapkan sambil menundukkan kepala. Ah, lagi-lagi ia tidak mampu menahan perasaan yang ia punya. Sudah menjadi rahasia umum di kalangan para kru dan pemain film tentang dirinya yang memendam rasa pada Sang sutradara muda.

Di tempatnya, Nardo kedapatan menarik napas panjang, sepertinya dia sedang mencoba bersabar. Selanjutnya pria itu menoleh pada seorang make-up artist yang berdiri tak jauh dari posisinya, memberikan perintah. "Tolong rok Nona Almera yang sebelah kanan kamu rapikan, sekalian pertegas luka di pipinya agar terlihat lebih natural."

"Baik, Kak." Dan anggukan beserta tindakan cepat segera Nardo dapatkan darinya.

"Oke, kita break dulu. Tiga puluh menit." Setelah berucap begitu, Nardo kembali duduk di kursinya. Tentu para kru dan pemain satu-persatu mulai membubarkan diri dari lokasi.

Mengawasi jalannya proses syuting tidak semudah yang banyak orang pikirkan, terkadang Nardo menemui stres berat ketika apa yang sudah tergambar dalam benak tidak sesuai dengan realita. Salah satu tangannya terlihat mengurut kepala, sedangkan tangannya yang lain tampak mengambil sebuah kotak rokok dari dalam saku celana.

Kini sebatang rokok sudah terselip di antara celah bibir Nardo. Ketika dia hendak menyalakan ujungnya dengan pemantik, seseorang menarik paksa benda silinder itu. Tentu saja hal tersebut dihadiahi tatapan protes Si pria meskipun ia terlihat sedikit terkejut ketika kedua mata birunya mendapati presensi Sang pelaku.

"Kan aku sudah bilang kalau rokok itu nggak baik untuk kesehatan kamu, Sayang. Pernikahan kita tinggal sebentar lagi, aku nggak mau kalau kamu sakit nanti." Suara feminin teralun dari celah bibir perempuan itu. Betul, dia adalah Naomi, calon istri Si sutradara muda.

"Oh, ayolah ... cuma sebatang saja, Liebling. Aku sedang pusing, syuting kali ini tidak berjalan terlalu lancar," ujar Nardo, berusaha bernegosiasi ketika sebatang nikotin miliknya telah berpindah tangan.

Naomi menggelengkan kepala seraya memejamkan mata, menolak tegas permintaan calon suaminya. "No, no, no ... kamu tetap tidak boleh. Ganti dengan ini saja, Mas." Lalu dia menyerahkan sesuatu yang ia bawa di tangan kiri.

"Hah?" Nardo mengerutkan dahinya, bergantian menatap benda di depannya kemudian beralih pada wajah cantik Sang kekasih hati. Sesuatu yang memancing Naomi untuk memutar kedua bola mata.

"Lollipop. Jangan bilang kamu tidak tahu benda apa itu?"

"Tentu aku tahu," jawab Nardo. Tentu saja dirinya tahu jika benda bulat, manis, dan bergagang itu adalah permen lollipop. Yang tidak ia mengerti adalah alasan kenapa Naomi justru memberinya benda itu.

"Sini, biar aku bukakan." Merasa tidak mendapatkan respons, Naomi kembali menarik tangan kanannya, membuka pembungkus permen itu, lalu memasukkannya ke dalam mulut Nardo begitu saja.

Dan yah ... tidak ada penolakan dari pria itu, meskipun alis pirang Nardo tampak naik salah satu.

"Nah, begini lebih baik. Mr. Lollipop, eh? Hihi." Naomi tersenyum puas kemudian terkikik geli melihatnya. Ekspresi datar Nardo tampak begitu lucu ketika sebuah permen loli terselip di antara kedua belah bibir merah kecoklatan pria itu.

"Aku merasa seperti anak kecil. Ini sangat tidak macho, Sayang." Tentu saja Nardo melayangkan sebuah bentuk protes, namun tetap tidak membuang benda manis itu dari mulutnya. Ketika berucap, gagang permen di mulutnya tampak bergerak-gerak.

Melihatnya, Naomi tertawa merdu lalu memeluk leher calon suaminya. Dirinya merasa gemas. "Tidak. Kamu justru terlihat manis, Sayang. Aku jadi tambah cinta." Karena posisi Nardo yang sedang duduk di kursi sutradara, membuat Naomi menduduki pangkuannya dengan manja, mengabaikan fakta jika interaksi keduanya menjadi pusat perhatian orang-orang yang masih tersisa di sekitarnya.

"Omong-omong, kenapa kamu ada di sini? Bukannya kamu ada pentas menari hari ini?" Nardo bertanya setelah mencabut permen loli dari mulutnya.

"Aku cuma mau mampir, apa tidak boleh?"

Ya, Naomi memang sengaja mampir ke lokasi syuting kekasihnya sebelum menuju ke tempat ia akan melakukan pementasan tari di gedung Teater Dirgantara. Kebetulan lokasi gedung teater tersebut memang dekat dengan lokasi syuting yang berada di salah satu gedung tua dekat Stasiun kota.

"Tentu saja boleh, Liebling." Kali ini Nardo yang terkekeh. Melihat wajah Sang kekasih yang sedang cemberut dalam jarak begitu dekat membuat dirinya pun merasa gemas. Salah satu tangan pria itu bahkan sudah melingkari pinggang Naomi.

"Aku sengaja menemuimu lebih dulu untuk meminta ini." Tanpa disangka-sangka, Naomi menyatukan bibirnya dengan bibir Nardo dengan tiba-tiba. Walaupun sedikit terkejut, Nardo tetap membalasnya.

"Kenapa tiba-tiba, hm?" tanya pria itu setelah tautan bibir mereka terlepas.

Naomi tidak langsung menjawabnya, ada jeda beberapa detik yang ia gunakan untuk menarik napas dalam-dalam. "Sejujurnya aku sedang demam panggung. Pentas kali ini berskala besar, aku hanya sedang butuh suntikan semangat dari kamu."

Mendengar alasan dari mulut Naomi, senyum Nardo kembali terkembang sempurna. "Kamu akan mendapatkannya sebanyak yang kamu mau. Mau lagi?" dan kalimatnya diakhiri oleh sebuah tawaran.

"Yes." Ketika satu jawaban lolos dari mulut Naomi, kedua belah bibir mereka kembali bertemu. Nyatanya berciuman tidak hanya membuat kegugupan Naomi sirna, bahkan rasa stres Nardo pun turut lenyap seketika.

***

Tbc...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status