Beranda / Romansa / Wasiat Cinta Untuk Chiara / Bab 4 - serangan kejut

Share

Bab 4 - serangan kejut

Penulis: Riri riyanti
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-03 16:42:02

Universitas Nusa Bangsa merupakan sebuah perguruan tinggi yang terletak di pusat kota Jakarta, didirikan pada tahun 1924. Universitas ini adalah universitas berkelas dunia yang menjadi pelopor perguruan tinggi nasional berkelas dunia yang unggul dan inovatif. Perguruan tinggi inilah tempat Chiara, Evan, beserta teman-temannya menimba ilmu.

Suasana di salah satu ruang kelas yang terletak di lantai 2 itu masih cukup lengang pagi ini. Hanya ada beberapa bangku yang sudah terisi. Salah satunya adalah bangku paling depan paling pojok sebelah kanan, tempat Chiara dan salah satu teman perempuannya sedang bergurau ria.

Gadis itu memang berangkat lebih pagi karena hari ini merupakan jadwalnya melakukan piket kelas. Tentu dia berangkat bersama Evan, seperti biasanya. Mereka memang seringkali kedapatan tengah bersama berdua, sehingga jika ada yang tidak tahu tentang keakraban keduanya pasti akan mengira bahwa mereka adalah pasangan kekasih.

"Menurut Diana, lebih tampan yang mana? Hyunjin Straykids atau Jin BTS?" sambil menunjukkan beberapa koleksi foto Idol Korea di dalam galeri ponselnya, Chiara bertanya. Sedangkan yang ditanya segera menggeserkan layar ponsel Chiara dengan jarinya pada gambar yang gadis itu perlihatkan sebelumnya.

"Aku pikir yang ini lebih tampan. Aaaa! Senang sekali andaikan bisa jadi pacarnya ya, Chia," jawab gadis bernama Diana. Gadis bermata gelap dengan rambut yang dicat kemerahan itu menjerit tertahan seraya menyentuh kedua pipinya yang sedikit merona.

Mendapati respons temannya, Chiara bergegas menjauhkan layar ponselnya dari hadapan Diana kemudian menyimpannya di dada. "Huss ... mana bisa! Yang ini calon pacar aku! Kamu mending sama cowok yang di sana saja." Chiara menunjuk seseorang di sisi bangkunya, seorang pemuda yang notabenenya paling cerdas di angkatan mereka, tetapi dia juga yang terlihat paling pemalas. "Noh, Si Abi masih jomblo."

"Sialan!" merasa menjadi bahan omongan, Abigail mengangkat jari tengahnya sambil menguap pelan. Dia kembali menaruh kepalanya di atas permukaan meja, kembali menjemput mimpi. Meladeni ucapan-ucapan gadis seperti mereka tidak akan pernah ada habisnya bagi Si pemuda.

Dari arah bangku paling belakang, Evan berjalan cepat lalu berdiri di depan bangku Chiara dan Diana secara tiba-tiba. Kedua lengannya ia tumpukan di atas permukaan meja. Dia bosan juga sedari tadi hanya menjadi pendengar dari celotehan kedua gadis itu.

"Yuk, pacaran sama aku saja, Chia," ucap pemuda itu seraya mengedipkan sebelah mata pada Chiara.

Sedangkan Chiara menghadiahinya dengan dengkusan kesal kemudian memutar kedua bola mata. Bagi gadis itu, candaan Evan sangat tidak lucu. Dia sama sekali tidak menganggap serius ucapan Si pemuda, kendati mungkin saja Evan berkata sesuai keinginan hatinya.

"Jelas-jelas aku yang lebih tampan dan macho dari mereka berdua." Evan sejenak memandang remeh layar ponsel Chiara yang masih menampilkan foto salah satu member boyband Korea yang namanya sedang mendunia, menyombongkan dirinya.

"Ciieee ... kode keras, Van." Seakan paham akan situasi, Diana segera menggodanya. Gadis itu menaik-turunkan alisnya, menatap bergantian antara Evan dan juga gadis yang duduk di sisinya.

"Dih, ogah!" menanggapi hal itu, Chiara memukul kepala kedua temannya dengan buku tulis di tangan kanannya bergantian, tentu saja tidak kencang. Mereka hanya bercanda. Mata gadis itu beralih ke arah Evan setelah itu. "Baru datang langsung nyambar, kamu mirip gledek tahu tidak? Sana kamu pacaran sama M**** O**** saja. Aku lihat banyak banget video dia di folder rahasia di ponsel kamu."

"Eh? Yang benar, Van?" Diana membelalakkan mata, lalu menutup mulutnya sendiri menggunakan telapak tangan dengan gerakan dramatis yang dibuat-buat saat nama seorang aktris film panas disebut oleh Chiara. "Wah, wah ... aku terkejut!"

Wajah Evan berubah panik seketika, bisa hancur reputasinya sebagai pangeran kampus kalau aibnya yang satu itu sampai terbongkar.

"Jangan dengarkan dia, Di! Fitnah lebih kejam dari pembunuhan ya, Chia!" dia lantas menatap tajam penuh peringatan pada Chiara.

Sedangkan yang ditatap hanya menaikkan kedua bahunya acuh. "Itu realita, Van ... kamu mau aku membuktikannya?"

"T-tidak perlu."

"Panik tidak? Panik tidak? Panik, dong. Hahaha." Dan tawa kedua gadis di depannya mengudara, semakin meramaikan suasana pagi di kelas mereka.

"Apa sih!" karena kehabisan bahan bahan pembelaan, Evan memilih untuk membuang muka. Hanya sebentar, karena setelah itu mata sehitam jelaga pemuda itu kembali mencari mata Chiara, menemukan tatapan. "By the way, nanti pulang bareng aku lagi, 'kan?"

Yang ditanya tampak menggelengkan kepala. "Kak Nao sama Kak Nardo yang akan menjemputku setelah pentas Kak Nao selesai nanti sore. Mereka mau mengajak makan-makan."

"Yah ... aku tidak diajak?" Evan menampilkan raut wajah kecewa.

"Tentu saja tidak. Kamu makannya banyak, nanti Kakakku bisa bangkrut."

"Sialan kamu, ya!"

Chiara tergelak sejenak. Tapi setelahnya raut wajah jelita gadis itu berubah menyendu, entah kenapa. "Doakan pentas menari Kak Nao lancar ya, Van ... entah kenapa aku merasa tidak tenang. Jantungku berdebar-debar dari tadi," ungkapnya kemudian.

Sebenarnya sudah sejak semalam Chiara memiliki firasat buruk terhadap kakaknya, bahkan ia sempat bermimpi tak baik mengenai pentas tari yang hari ini dilakukan Naomi. Namun, gadis manis itu berusah berpikiran positif. Mimpi hanyalah bunga tidur, dan dia berharap bahwa kenyataan akan jauh lebih indah, berbanding lurus dari mimpi semalam.

Dan pengakuan yang lolos dari mulut Chiara membuat Evan merasa khawatir seketika. "Apakah sakit? Sesak tidak dada kamu?"

"Tidak kok." Chiara membuang napas, mengukir senyum kecil. "Semoga saja tidak terjadi apa-apa."

Evan menghela napas lega, sedangkan Diana tampak tersenyum penuh arti melihat gelagat Evan yang kelewat perhatian pada sahabatnya. Ah, gadis itu sepertinya mencium sesuatu tentang perasaan Sang pemuda yang sebenarnya terhadap Chiara.

Meskipun tak pernah terungkap, segala sikap yang Evan tunjukkan pada Chiara sangat menggambarkan perasaannya. Rasa sayang yang kadarnya lebih tinggi lagi dari sekedar sahabat ataupun teman dekat. Rasa sayang itu sangat tergambar jelas dari tatapan mata hitam pemuda itu, tatapan penuh ketertarikan dari seorang lelaki kepada seorang perempuan.

Yah, meskipun Si perempuan tidak pernah menyadarinya.

Tak lama setelahnya, ponsel yang sedari tadi ada dalam genggaman Chiara bergetar, layarnya menampilkan sebuah panggilan masuk dari Naomi, Kakaknya.

"Nah, baru saja dibicarakan padahal." Mencoba melupakan segala pemikiran buruk, senyuman Chiara kembali terkembang sempurna. Ia kedapatan menghela napas cukup panjang sebelum menempelkan ponselnya pada salah satu daun telinganya. "Hallo, Kak ... bagaiman—"

"...."

Ketika suara dari ujung telepon sana menyapa indera rungunya, wajah gadis itu menegang, diikuti senyumannya yang turut menghilang. Kalimat yang bahkan belum selesai Chiara ucapkan menggantung di udara. Sesuatu yang terucap dari ujung telepon sana telah sukses membuat tubuh gadis remaja itu terkaku, dunianya seakan runtuh saat itu juga.

"A-apa?!"

***

Tbc...

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Wasiat Cinta Untuk Chiara   epilog 2

    Chiara keluar dari kamar mandinya dengan mengenakan bathrobe berwarna biru muda. Rambutnya masih terlihat lembab, menguarkan wangi sampo favoritnya. Setelah mengguyur seluruh tubuhnya dengan air hangat, rasa lelahnya semakin berkurang secara signifikan. Ah, dia ingin tidur cepat malam ini.Wanita itu segera melangkah menuju lemari pakaiannya. Tepat ketika dia menyentuh gagang lemari, di detik itu sosok Nardo baru saja memasuki kamar mereka, membuat pergerakan Chiara sejenak terhenti dengan kepala menoleh ke arah suaminya."Kyra sudah tidur?""Sudah. Baru saja aku tidurkan." Nardo menutup pintu kamar, menguncinya sekalian. Dia tersenyum jahil saat pandangan mereka bertemu. "Sekarang giliran Mamanya yang harus aku tiduri.""Dasar!" Chiara terkekeh kecil menanggapi godaan sang suami. Dia kembali menghadap lemari pakaiannya, membukanya untuk mencari baju tidur. Sedangkan sosok Nardo terlihat mendekat ke arahnya dari pantulan kaca di daun pintu lemarinya. "Sudah selesai mandi?" tanya pria

  • Wasiat Cinta Untuk Chiara   epilog 1

    Baju couple berbahan batik warna marun membalut tubuh keduanya. Pasangan itu tampak sangat serasi dan terlihat enak dipandang. Yah, meskipun sebenarnya si wanita masih belum mandi, sebab Chiara memang belum sempat pulang ke rumah. Bahkan dia berganti pakaian dan retouch make up di dalam mobil.Chiara dan Nardo memang baru pulang dari resepsi pernikahan Evan dan Selena. Mereka mampir ke pesta setelah Chiara pulang kuliah. Ya, pada akhirnya Chiara memutuskan untuk kembali berkuliah, untuk mengejar gelar magister, sesuai impiannya. "Aku benar-benar tidak menyangka kalau Evan benar-benar sudah menikah!" Chiara berucap begitu seraya menatap menerawang ke depan, pada mobil dan motor yang sama-sama sedang melaju di jalan raya menuju arah pulang."Kamu senang?" sembari mengemudi Nardo menyempatkan diri untuk melirik ke sisinya, tempat Chiara berada."Tentu saja! Apalagi dia menikah dengan Selena. Demi apapun! Gadis itu begitu sempurna, cantik dan baik hati secara bersamaan. Sangat cocok bers

  • Wasiat Cinta Untuk Chiara   Bab 67 - melamarmu

    Nardo benar-benar menepati janjinya. Malam itu juga dia datang bersama kedua orang tuanya, tentu tujuan pria itu adalah untuk melamar sang pujaan hati secara resmi. Kedua keluarga mereka sudah berkumpul di ruang tamu keluarga Chiara sekarang, menunggu waktunya tiba untuk membahas perihal kedatangan keluarga si pria.Ada Manfredo Austerlitz dan Karina yang duduk mengapit putra semata wayang mereka di sofa sebelah kanan, berseberangan dengan Indra Wardhana dan Ambar yang terlihat duduk bersisihan di sisi kiri, mengapit sang putri. Dua keluarga yang akan segera menyatu itu duduk bersama bersekatkan meja oval berbahan kaca tebal, yang di atasnya terdapat berbagai macam hidangan spesial. Raut bahagia terpancar di setiap wajah, terutama pada si pasangan muda di setiap kali mereka kedapatan mencuri pandang."Jadi, maksud kedatangan kami malam ini adalah untuk melamar Chiara secara resmi untuk Nardo, putra kami. Saya sebagai seorang ayah, mewakili anak kami untuk meminta Chiara pada keluarga

  • Wasiat Cinta Untuk Chiara   Bab 66 - janji nanti malam

    "Oke. Kita break dulu. Terima kasih atas kerja keras kalian." Atas instruksi sang sutradara, semua pemain beserta kru yang bertugas di sana segera membubarkan diri untuk beristirahat. Sedangkan si sutradara muda mulai memeriksa layar periksa kamera dengan senyum puas, melihat hasil syuting yang baru saja diambil.Sempurna, sesuai apa yang dia bayangkan di dalam kepala.Ketika pria itu masih fokus menatap layar, dia tersentak. Dua telapak tangan halus yang menutupi kelopak matanya membuat dia terkejut bukan main."Coba tebak, aku siapa?"Tetapi, setelah mendengar suara halus yang begitu akrab di telinganya, garis bibir pria itu melengkung ke atas. Jelas dia tahu siapa pelakunya."Siapa, ya?" Nardo terkekeh, pura-pura tidak tahu."Calon istri kamu." Setelah menjawab begitu, Chiara menjauhkan telapak tangannya, berganti memeluk leher Nardo dari belakang. "Aku rindu kamu!"Senyum pria blasteran itu melebar, dia menoleh ke kanan seraya meraih tengkuk kekasihnya, lalu ... kedua bibir merek

  • Wasiat Cinta Untuk Chiara   Bab 65 - columbarium

    Hening adalah bagian dari sebuah kedamaian. Hal itulah yang Nardo dan Chiara dapati ketika memasuki pintu Paradise columbarium sore ini. Tenang, setenang jiwa-jiwa yang beristirahat di sana.Mereka berdua sudah berdiri bersisian di depan laci penyimpanan abu Naomi sekarang. Chiara melepas genggaman tangannya yang semula bertaut di tangan besar Nardo, hanya untuk meletakkan sebuket bunga anyelir merah di depan foto mendiang kakaknya."Kami datang, Kak. Bagaimana kabar Kakak di sana?" gadis itu bertanya pada udara, dengan senyuman yang dia buat ceria. Sedangkan tatapan mata itu lurus pada potret sang mendiang, seakan Chiara sedang bertatap muka secara langsung dengan mendiang kakaknya. Sedangkan Nardo tampak memperhatikannya tanpa jeda. "Chia yakin Kakak sudah bahagia di Surga sekarang." Setelah dia berkata begitu, kedua matanya memanas secara tiba-tiba. Namun, ketika telapak tangan besar nan hangat itu kembali menggenggam tangannya, Chiara mulai merasa lebih baik. Dia tidak lagi send

  • Wasiat Cinta Untuk Chiara   Bab 64 - terikat denganmu

    "Tidak bisakah kita mulai siang saja?"Chiara menghentikan langkah kaki di ambang pintu ruang keluarga saat mendengar Nardo sedang berbincang dengan seseorang di telepon genggam. Posisi pria itu sedang duduk di sofa, dengan notebook yang menyala."Oh, begitu." Entah jawaban apa yang Nardo dapatkan dari ujung telepon, kepala dengan rambut pirang itu mengangguk pelan. "Tapi, aku sedang tidak di rumah," lanjut pria itu.Chiara menyandarkan punggungnya di sisi pintu, menunggu sang kekasih menyelesaikan panggilannya. Tangannya dia simpan di dada seraya terus mencuri dengar percakapan pria itu dengan entah siapa."Hahhh, apa boleh buat? Kemungkinan setengah jam lagi aku akan sampai di sana."Dan ketika telepon sudah dimatikan kemudian Nardo terlihat menyimpan ponselnya di atas meja, barulah Chiara berjalan mendekatinya."Telepon dari siapa?" tanya gadis itu sembari memutus jarak di antara mereka. Dia tampak segar dengan rambut yang terlihat masih lembab, sebab Chiara baru saja selesai mandi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status