Share

Bab 4 - serangan kejut

Universitas Nusa Bangsa merupakan sebuah perguruan tinggi yang terletak di pusat kota Jakarta, didirikan pada tahun 1924. Universitas ini adalah universitas berkelas dunia yang menjadi pelopor perguruan tinggi nasional berkelas dunia yang unggul dan inovatif. Perguruan tinggi inilah tempat Chiara, Evan, beserta teman-temannya menimba ilmu.

Suasana di salah satu ruang kelas yang terletak di lantai 2 itu masih cukup lengang pagi ini. Hanya ada beberapa bangku yang sudah terisi. Salah satunya adalah bangku paling depan paling pojok sebelah kanan, tempat Chiara dan salah satu teman perempuannya sedang bergurau ria.

Gadis itu memang berangkat lebih pagi karena hari ini merupakan jadwalnya melakukan piket kelas. Tentu dia berangkat bersama Evan, seperti biasanya. Mereka memang seringkali kedapatan tengah bersama berdua, sehingga jika ada yang tidak tahu tentang keakraban keduanya pasti akan mengira bahwa mereka adalah pasangan kekasih.

"Menurut Diana, lebih tampan yang mana? Hyunjin Straykids atau Jin BTS?" sambil menunjukkan beberapa koleksi foto Idol Korea di dalam galeri ponselnya, Chiara bertanya. Sedangkan yang ditanya segera menggeserkan layar ponsel Chiara dengan jarinya pada gambar yang gadis itu perlihatkan sebelumnya.

"Aku pikir yang ini lebih tampan. Aaaa! Senang sekali andaikan bisa jadi pacarnya ya, Chia," jawab gadis bernama Diana. Gadis bermata gelap dengan rambut yang dicat kemerahan itu menjerit tertahan seraya menyentuh kedua pipinya yang sedikit merona.

Mendapati respons temannya, Chiara bergegas menjauhkan layar ponselnya dari hadapan Diana kemudian menyimpannya di dada. "Huss ... mana bisa! Yang ini calon pacar aku! Kamu mending sama cowok yang di sana saja." Chiara menunjuk seseorang di sisi bangkunya, seorang pemuda yang notabenenya paling cerdas di angkatan mereka, tetapi dia juga yang terlihat paling pemalas. "Noh, Si Abi masih jomblo."

"Sialan!" merasa menjadi bahan omongan, Abigail mengangkat jari tengahnya sambil menguap pelan. Dia kembali menaruh kepalanya di atas permukaan meja, kembali menjemput mimpi. Meladeni ucapan-ucapan gadis seperti mereka tidak akan pernah ada habisnya bagi Si pemuda.

Dari arah bangku paling belakang, Evan berjalan cepat lalu berdiri di depan bangku Chiara dan Diana secara tiba-tiba. Kedua lengannya ia tumpukan di atas permukaan meja. Dia bosan juga sedari tadi hanya menjadi pendengar dari celotehan kedua gadis itu.

"Yuk, pacaran sama aku saja, Chia," ucap pemuda itu seraya mengedipkan sebelah mata pada Chiara.

Sedangkan Chiara menghadiahinya dengan dengkusan kesal kemudian memutar kedua bola mata. Bagi gadis itu, candaan Evan sangat tidak lucu. Dia sama sekali tidak menganggap serius ucapan Si pemuda, kendati mungkin saja Evan berkata sesuai keinginan hatinya.

"Jelas-jelas aku yang lebih tampan dan macho dari mereka berdua." Evan sejenak memandang remeh layar ponsel Chiara yang masih menampilkan foto salah satu member boyband Korea yang namanya sedang mendunia, menyombongkan dirinya.

"Ciieee ... kode keras, Van." Seakan paham akan situasi, Diana segera menggodanya. Gadis itu menaik-turunkan alisnya, menatap bergantian antara Evan dan juga gadis yang duduk di sisinya.

"Dih, ogah!" menanggapi hal itu, Chiara memukul kepala kedua temannya dengan buku tulis di tangan kanannya bergantian, tentu saja tidak kencang. Mereka hanya bercanda. Mata gadis itu beralih ke arah Evan setelah itu. "Baru datang langsung nyambar, kamu mirip gledek tahu tidak? Sana kamu pacaran sama M**** O**** saja. Aku lihat banyak banget video dia di folder rahasia di ponsel kamu."

"Eh? Yang benar, Van?" Diana membelalakkan mata, lalu menutup mulutnya sendiri menggunakan telapak tangan dengan gerakan dramatis yang dibuat-buat saat nama seorang aktris film panas disebut oleh Chiara. "Wah, wah ... aku terkejut!"

Wajah Evan berubah panik seketika, bisa hancur reputasinya sebagai pangeran kampus kalau aibnya yang satu itu sampai terbongkar.

"Jangan dengarkan dia, Di! Fitnah lebih kejam dari pembunuhan ya, Chia!" dia lantas menatap tajam penuh peringatan pada Chiara.

Sedangkan yang ditatap hanya menaikkan kedua bahunya acuh. "Itu realita, Van ... kamu mau aku membuktikannya?"

"T-tidak perlu."

"Panik tidak? Panik tidak? Panik, dong. Hahaha." Dan tawa kedua gadis di depannya mengudara, semakin meramaikan suasana pagi di kelas mereka.

"Apa sih!" karena kehabisan bahan bahan pembelaan, Evan memilih untuk membuang muka. Hanya sebentar, karena setelah itu mata sehitam jelaga pemuda itu kembali mencari mata Chiara, menemukan tatapan. "By the way, nanti pulang bareng aku lagi, 'kan?"

Yang ditanya tampak menggelengkan kepala. "Kak Nao sama Kak Nardo yang akan menjemputku setelah pentas Kak Nao selesai nanti sore. Mereka mau mengajak makan-makan."

"Yah ... aku tidak diajak?" Evan menampilkan raut wajah kecewa.

"Tentu saja tidak. Kamu makannya banyak, nanti Kakakku bisa bangkrut."

"Sialan kamu, ya!"

Chiara tergelak sejenak. Tapi setelahnya raut wajah jelita gadis itu berubah menyendu, entah kenapa. "Doakan pentas menari Kak Nao lancar ya, Van ... entah kenapa aku merasa tidak tenang. Jantungku berdebar-debar dari tadi," ungkapnya kemudian.

Sebenarnya sudah sejak semalam Chiara memiliki firasat buruk terhadap kakaknya, bahkan ia sempat bermimpi tak baik mengenai pentas tari yang hari ini dilakukan Naomi. Namun, gadis manis itu berusah berpikiran positif. Mimpi hanyalah bunga tidur, dan dia berharap bahwa kenyataan akan jauh lebih indah, berbanding lurus dari mimpi semalam.

Dan pengakuan yang lolos dari mulut Chiara membuat Evan merasa khawatir seketika. "Apakah sakit? Sesak tidak dada kamu?"

"Tidak kok." Chiara membuang napas, mengukir senyum kecil. "Semoga saja tidak terjadi apa-apa."

Evan menghela napas lega, sedangkan Diana tampak tersenyum penuh arti melihat gelagat Evan yang kelewat perhatian pada sahabatnya. Ah, gadis itu sepertinya mencium sesuatu tentang perasaan Sang pemuda yang sebenarnya terhadap Chiara.

Meskipun tak pernah terungkap, segala sikap yang Evan tunjukkan pada Chiara sangat menggambarkan perasaannya. Rasa sayang yang kadarnya lebih tinggi lagi dari sekedar sahabat ataupun teman dekat. Rasa sayang itu sangat tergambar jelas dari tatapan mata hitam pemuda itu, tatapan penuh ketertarikan dari seorang lelaki kepada seorang perempuan.

Yah, meskipun Si perempuan tidak pernah menyadarinya.

Tak lama setelahnya, ponsel yang sedari tadi ada dalam genggaman Chiara bergetar, layarnya menampilkan sebuah panggilan masuk dari Naomi, Kakaknya.

"Nah, baru saja dibicarakan padahal." Mencoba melupakan segala pemikiran buruk, senyuman Chiara kembali terkembang sempurna. Ia kedapatan menghela napas cukup panjang sebelum menempelkan ponselnya pada salah satu daun telinganya. "Hallo, Kak ... bagaiman—"

"...."

Ketika suara dari ujung telepon sana menyapa indera rungunya, wajah gadis itu menegang, diikuti senyumannya yang turut menghilang. Kalimat yang bahkan belum selesai Chiara ucapkan menggantung di udara. Sesuatu yang terucap dari ujung telepon sana telah sukses membuat tubuh gadis remaja itu terkaku, dunianya seakan runtuh saat itu juga.

"A-apa?!"

***

Tbc...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status