Menunjukkan wibawa sebagai yang paling senior, nyonya tua langsung duduk di kursi utama. Dagunya terangkat agak tinggi, menatap Ming Lan penuh wibawa.
"Karena kau baru pindah, dan tak punya pelayan yang cakap, aku sudah membawa beberapa orang yang bisa membantu di paviliun ini."Sejak mertuanya masuk kemari, Ming Lan sudah tahu ada maksud tersembunyi.Lihatlah para pelayan yang dibawa. Kalau tidak terlihat bodoh, maka bertampang licik. Masalahnya, dia tak punya alasan menolak, sebab di paviliun besar ini, hanya Mawar dan Anggrek yang membantu."Kalau begitu, menantu ini berterimakasih pada ibu. Anda memang paling peduli pada kebaikan semua orang."Nyonya tua tersenyum sedikit, tetapi tidak berbicara lebih jauh. Setelah maksudnya tercapai, dia lantas bangkit. "Apa lagi yang kalian tunggu? Ayo ikut nenek pulang.""Tapi... anda akan membiarkan ibuku begitu saja?"Gatal betul tangan Ming Lan mau menampar putrinya. ApakahKemarahan samar bergejolak dalam diri Yan Yan, sesuatu yang membuatnya memikirkan rencana Kecubung tempo hari. Baik dia atau siapapun, tak boleh membiarkan nyonya rumah mendapat kasih sayang perdana menteri. "Sayang, aku hanya mengkhawatirkan situasi di xiangfu. Baiklah, kalau anda tak suka, mari kita bicarakan hal lain saja."Jemari Yan Yan menyusuri bagian dalam paha Fei Yang. Biasanya cara ini berhasil membuat suaminya bekerja keras sepanjang malam. Setelah percintaan yang panas, beliau akan lebih murah hati mengabulkan permintaannya. "Sudahlah, Yan'er. Kita tidur saja. Aku sangat lelah."Kembali Yan Yan terperanjat dengan respon yang tak lazim. Selama jadi selir, dia tak pernah mendapat penolakan semacam ini. "Xiangye, maaf sudah membuat anda kesal." Yan Yan mengubur rasa kesalnya dalam-dalam. Hanya kelembutan yang bisa meluluhkan hati pria. "Kalau begitu, anda tidurlah."Dia menutup tubuh Fei Yang dengan selimut yang sud
Satu bulan kemudian... Setelah hari-hari panjang dan sibuk, akhirnya sebuah restoran berdiri megah di pusat ibu kota. Begitu tahu bahwa pemiliknya sama dengan toko manisan Tian Xiang, orang-orang langsung berdatangan sejak hari pertama. Pada bagian atas terpampang nama restoran dalam huruf kanji yang indah. Yun Xi Lou"Silakan masuk. Dua puluh pengunjung pertama akan mendapat manisan terbaik secara gratis."Kamelia yang bertugas di bagian depan menyambut para tamu. Hanfu biru muda menambah kesan ceria pada mukanya yang ramah. Mulutnya tak henti menyapa para pengunjung yang datang. "Kami mau pesan hotpot, jangan terlalu pedas.""Satu porsi Fo Tiao Qiang (Budha melompati tembok)."Pelayan lalu lalang mengantarkan pesanan para pelanggan. Kedua menu yang disebut di atas, memang jadi andalan restoran disamping daging rebus dan sup wonton. Buka dari jam makan siang sampai jelang malam, restoran Yun Xi mencatat pen
Dua pasang mata serempak menoleh pada Ming Lan. Mengingat betapa besar obsesi majikannya pada perdana menteri, Kecubung nyaris tak mempercayai telinganya. "Furen, tolong jangan salah paham. Kedatangan hamba kemari hanya mau mengantar anggur untuk anda berdua."Masih acuh tak acuh, Ming Lan menoleh pada bekas pelayannya. Wanita itu bersujud, tampak ketakutan tetapi posisinya diatur sedemikian rupa agar belahan da-da terpampang sempurna.Kalau diingat-ingat, Kecubung memang selalu begini. Terlihat lembut, lemah, sehingga insting melindungi kaum pria jadi aktif sepenuhnya. Jangan-jangan, manusia paling berbahaya di xiangfu bukan Yan Yan melainkan selir Tao. "Tao yiniang sangat lucu. Dalam hal apa aku salah paham? Aku hanya bilang bahwa xiangye mau istirahat. Apakah yiniang tak mau lagi melayani beliau?""Hamba tak berani." Kecubung menghaturkan sembah berulang-ulang. Pikirannya bertanya-tanya sejak kapan Ming Lan jadi sangat licik.
Suasana berubah canggung, terlebih saat Jieyu yang paling blak-blakan langsung mencetus. "Lan..." Ucapannya terputus ketika sang ibu menatap penuh makna. "Kau tak perlu bertugas di sini. Biarkan kami makan dengan tenang," tambahnya dengan nada lebih kalem. Sejak terbangun dari koma, ibunya memang punya kebiasaan unik, yaitu tak suka dilayani saat makan. Dampak baiknya, mereka bisa bicara lebih terbuka, tanpa takut ada telinga usil. Dan saat ini, pelayan kelas satu, sudah melanggar aturan tersebut. Mawar langsung bersujud. "Maafkan hamba Er xiaojie. Hamba hanya berniat membantu, tak ada maksud lain."Ming Lan berdehem sedikit, Mawar membungkuk sekali lagi sebelum berlalu dari sana. Setelah kepergian pelayannya, Ming Lan lanjut menyibukkan diri dengan merebus potongan daging, lalu mencelupkannya dalam saos pedas. Tindakan ini segera diikuti yang lain, sehingga insiden barusan segera terlupakan. "Agak merepotkan, tapi sepadan." Jieyu ber
Dua minggu kemudian... Ada kehebohan besar di pasar barat. Toko manisan Tian Xiang milik keluarga Chu mendadak ramai dikunjungi pembeli. Orang yang biasa melihat toko tersebut sepi pengunjung mulai bertanya-tanya apa yang sedang terjadi. Termasuklah salah satu pemilik kereta indah yang tengah melintas di tengah pasar. "Wangye ( pangeran), orang-orang sangat ramai di depan. Sepertinya, kereta kita akan sulit sekali bergerak.""Bodoh! Sejak kapan orang-orang rendahan bisa menghalangi jalanku?"Sais kereta segera mengayunkan cambuk sebelum majikannya yang pemarah kumat lagi. "Minggir! Beri jalan. Wangye mau lewat!"Kerumunan membelah jadi. Rakyat jelata bersujud saat menyadari bahwa yang lewat adalah pangeran kedua, Pangeran Rui (Rui Wang). Kereta mewah yang ditarik empat kuda serta iring-iringan delapan pelayan, membuat jalan makin sesak. "Tunggu!"Suara dari dalam kereta terdengar saat sudah hampir melewati t
Jika tatapan membuat seseorang membeku, sudah pasti Ming Lan jadi berubah jadi batu. Punggungnya dijalari perasaan dingin, yang tiba-tiba menyerang dari telapak kaki. "Hua Ming Lan, kau mau jujur atau tidak? Jangan membuatku makin kesal." Setelah sekian lama, suara Fei Yang terdengar dari atas kepalanya. Kesombongannya membuat keberanian Ming Lan terkumpul. Dia mengumpulkan ingatan samar mengenai hubungan politik perdana menteri sebelum peristiwa nahas menimpanya. "Dari luar... anda tak punya hubungan dengan siapa pun, tetapi sebenarnya... anda mendukung pangeran Shou (Shou Wang)." Kata terakhir diucapkan Ming Lan begitu lirih, nyaris berbisik. "Bagaimana kau tahu? Apakah si tua bangka Hua menyuruhmu memata-mataiku?" Udara di sekitar Ming Lan bertambah dingin. "Anda tak mungkin bersikap konyol, kan?" Kemarahan akibat tuduhan sembrono membuat suaranya meninggi. "Seberapa besar Hua Guo (Duke h