Share

Fei Yang Murka

Author: Auphi
last update Last Updated: 2025-12-12 20:00:55

Malam sudah larut ketika Ming Lan dan Fei Yang kembali ke kediaman. Selain para pelayan yang berjaga, tak ada lagi kesibukan di mana-mana.

"Lan'er, lain kali tak perlu menungguku kalau pulang kelamaan. Lihatlah, istirahatmu jadi terganggu."

Kata-kata suaminya mungkin benar, tetapi tinggal seharian di xiangfu juga tak membuat tenang. Harus menghadapi ipar juga mertua. Lebih baik berurusan dengan wajan dan pembukuan restoran.

"Tak apa, xiangye. Saya senang mengurus bisnis." Ming Lan merebahkan tubuhnya yang penat di peraduan. "Selain itu ada yang mau saya ceritakan."

"Masalah apa yang begitu penting hingga tak bisa menunggu besok?"

"Hari ini saya menghukum Lin Jun."

Ming Lan menceritakan kejadian di restoran. Bagaimana Lin Jun membawa teman-temannya tanpa membayar juga bersikap kasar pada pelayan.

"Katakan, apakah saya salah dalam hal ini?"

Fei Yang mendekat dan m
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Waspadalah, Nyonya Tak Sudi Lagi Ditindas   Penyesalan Putri Xin

    Bagian tengah aula agung dibiarkan kosong. Pemain musik duduk di bagian belakang sementara putri Rongle, yang dapat giliran pertama untuk menari, sudah berdiri di tengah. Bajunya diganti dengan hanfu berbahan ringan dengan lengan lebih lebar. Kain yang dipakai adalah brokat Yun yang bisa membuat ilusi bahwa sulaman kupu-kupu dan bunga di bajunya bergerak hidup. Wajahnya ditutup sehelai kain tipis yang cukup menunjukkan siluet hidung dan mulut. Pada dahinya ada lukisan bunga peoni yang menambah kesan agung dan misterius. Begitu musik dimainkan, putri Rongle bergerak anggun. Kaki dan tangannya seirama, membuat siapa pun yang memandang akan terpukau. "Apakah pangeran Tuoba sangat mengagumi putri kami?" ujar pewaris Chengping yang duduk bersebelahan dengan Tuoba Rui. Sejujurnya dia tak suka Rongle. Punya bakat sedikit langsung sesumbar. Tetapi bukan berarti mau melihatnya direndahkan orang lain, terlebih oleh pangeran dari kerajaan kecil

  • Waspadalah, Nyonya Tak Sudi Lagi Ditindas   Duel Kedua Putri

    Aula kemuliaan agung berbeda malam ini. Ada keramaian juga musik yang meriah. Para utusan dari empat suku barbar datang lebih awal. Ditemani para pejabat dan bangsawan bangsa Han. "Sepertinya orang dataran tengah tidak tepat waktu," bisik Tuoba Rui pada juru bicaranya. Acara memang belum dimulai karena kaisar belum datang. Semua orang juga paham bahwa ini cuma cara beliau mengintimidasi utusan lawan. Untuk menunjukkan siapa yang lebih berkuasa. Pangeran Tuoba, entah terlalu polos atau bebal, justru memakainya untuk menyerang tuan rumah. Putri Rongle yang duduk tak jauh, langsung mendelik. Sejak Zhou Qingwen dihukum mati, kesabarannya makin tipis. Awal-awal dia berkabung seperti janda ditinggal suami. Kaisar jadi berang. Putri Rongle ditegur dan dihukum. Setelah itu, sikapnya berubah drastis. Suka menyiksa orang lewat perkataan atau tindakan. "Pangeran Tuoba sepertinya tak berniat damai. Datang ke rumah orang tapi masih meng

  • Waspadalah, Nyonya Tak Sudi Lagi Ditindas   Cinta Tak Berbalas

    Kekalahan Xiongnu dan Xianbei pada pertempuran terakhir membuat mereka tak punya pilihan selain mengajukan perjanjian damai. Syaratnya, mereka harus melepas dua kota dan mengirim upeti setiap tahun. Ditambah perkawinan politik. Pada akhir musim panas, urusan damai akhirnya tiba di ibu kota. Fei Yang bersama beberapa pejabat bertugas menyambut tamu di gerbang kota. "Lama tak bertemu, perdana menteri Chu tetap berwajah lembut." Sapaan ini datang dari juru bicara suku Xianbei. Wajahnya memang garang untuk standar orang-orang dataran tengah. Suku barbar memiliki kulit lebih gelap. Selain itu, struktur tubuh juga kekar oleh tempaan alam. Akibatnya, mereka cenderung merendahkan kaum pria dataran tengah. "Wajahku mungkin lembut tetapi tetap saja jenderal kalian mati di tanganku." Fei Yang mengutarakan fakta yang menyakitkan hati tanpa ragu. "Sebaiknya juru bicara harus ingat satu hal. Kemenangan tidak hanya

  • Waspadalah, Nyonya Tak Sudi Lagi Ditindas   Minta Bantuan Ming Lan

    Kehamilan Ming Lan jadi peristiwa besar di xiangfu. Setiap hari Fei Yang menyempatkan diri menemani istrinya untuk makan atau berjalan di sekitar taman. "Lan'er, jangan terlalu banyak bergerak. Nanti kau jatuh."Ming Lan mencibir dalam hati. Ilmu medis di dunia modern malah menyarankan perempuan hamil banyak berjalan dan bergerak untuk memperlancar persalinan. Sementara di sini, dia diperlakukan seperti tawanan. Kemana-mana dilarang. "Xiangye, kalau anda terus-terusan mengekang, saya akan sedih. Akan berakibat buruk pada anak kita.""Baiklah, baiklah. Tapi pastikan kau hati-hati."Baru saja Ming Lan menarik nafas lega, pelayan Liu sudah datang sambil membawa semangkok sop yang aromanya bikin mau muntah. "Furen, waktunya minum sop kesehatan."Sejak dia hamil, perhatian nyonya tua berlipat ganda. Setiap hari mengirim tonik dan sop. Beliau juga sesumbar akan punya cucu laki-laki. "Letakkan di situ. Nanti kuminu

  • Waspadalah, Nyonya Tak Sudi Lagi Ditindas   Hamil

    Mendengar istrinya pingsan, Fei Yang seperti kehilangan separuh jiwa. Dengan panik dia membopong tubuh Ming Lan ke atas ranjang. "Cepat! Panggilkan tabib."Majikan yang biasa tenang tiba-tiba seperti orang kesurupan membuat pelayan paviliun An Ning ikut panik. Mereka lalu lalang di sekitar.Nyonya tua jadi berang sendiri. "Sekelompok orang bodoh! Cuma pingsan, apa yang perlu ditakutkan? Panggil saja tabib dari apotek terdekat."Anggrek yang menemani majikannya cuma bisa menahan geram. Nyonya tua benar-benar tak peduli akan nasib majikannya. Dia berjalan keluar xiangfu untuk memanggil tabib yang juga merupakan guru Xiaoting. Ketika sampai di paviliun An Ning, kening nyonya tua mengernyit melihat penampilan bersahaja tabib tersebut. "Sejak kapan sembarang orang bisa masuk ke tempatku?" ujarnya memelototi Anggrek. "Cari saja tabib lain. Jangan mengotori pemandangan.""Lao furen, tabib ini orang yang d

  • Waspadalah, Nyonya Tak Sudi Lagi Ditindas   Ming Lan Pingsan

    Di kediaman perdana menteri, orang-orang sedang bersukacita. Fei Yang resmi diangkat jadi bangsawan adalah prestasi membanggakan bagi keluarga kecil yang asalnya dari pelosok. Walau hanya bisa diwariskan untuk tiga keturunan, nyonya tua tak bisa menahan senyum setiap kali mengingatnya. Setelah bencana akibat ulah Lin Jun, berkah langit akhirnya kembali mampir di kediaman Chu. "Kita harus mengadakan perjamuan besar," ujar beliau sambil mengelus plakat pemberian kaisar. "Tak mungkin di sini. Harus di kediaman yang baru," sahut Hao Mei tanpa bisa menutupi rasa iri. "Tempat itu lebih besar dan bagus."Kaisar menganugerahkan sebuah kediaman yang sepadan dengan gelar baru Fei Yang. Tempat itu bekas istana salah satu pangeran dari dinasti terdahulu. Kemegahannya tak perlu diragukan. Tentu Hao Mei senang dengan kepindahan adik iparnya. Dia akan jadi nyonya kediaman dan mengatur segalanya. Hal yang membebani pikiran cuma nyonya tua.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status