LOGIN"Aaarrrggghhh!"
Ming Lan bangun dengan teriakan panjang. Peluh membanjiri keningnya.Mimpi aneh tadi masih terbayang-bayang hingga menimbulkan berbagai pertanyaan. Apakah dunia modern yang dikunjunginya itu alam lain? Atau kepingan hidupnya di masa depan?Semuanya baru berhenti setelah netranya tertumbuk pada jeruji sel. Rupanya Rongle dan antek-anteknya sudah memindahkannya dari ruang rahasia.Sama seperti kemarin, pintu sel-nya kembali ditendang dengan keras."Cepat makan. Kalau tidak, mati saja!"Mata Ming Lan memindai cepat dan melihat bahwa sajian hari ini berbeda. Nasi panas disertai sedikit daging dan sayuran rebus. Mungkin Rongle takut karena dia sampai pingsan semalam.Dia menyeret tubuhnya dan menandaskan isi mangkok dengan cepat. Staminanya harus kuat sebab nanti malam tak tahu penyiksaan apa lagi yang akan terjadi.Selesai makan, sipir penjara menghelanya keluar dan menjemurnya di bawah terik siKekalahan Xiongnu dan Xianbei pada pertempuran terakhir membuat mereka tak punya pilihan selain mengajukan perjanjian damai. Syaratnya, mereka harus melepas dua kota dan mengirim upeti setiap tahun. Ditambah perkawinan politik. Pada akhir musim panas, urusan damai akhirnya tiba di ibu kota. Fei Yang bersama beberapa pejabat bertugas menyambut tamu di gerbang kota. "Lama tak bertemu, perdana menteri Chu tetap berwajah lembut." Sapaan ini datang dari juru bicara suku Xianbei. Wajahnya memang garang untuk standar orang-orang dataran tengah. Suku barbar memiliki kulit lebih gelap. Selain itu, struktur tubuh juga kekar oleh tempaan alam. Akibatnya, mereka cenderung merendahkan kaum pria dataran tengah. "Wajahku mungkin lembut tetapi tetap saja jenderal kalian mati di tanganku." Fei Yang mengutarakan fakta yang menyakitkan hati tanpa ragu. "Sebaiknya juru bicara harus ingat satu hal. Kemenangan tidak hanya
Kehamilan Ming Lan jadi peristiwa besar di xiangfu. Setiap hari Fei Yang menyempatkan diri menemani istrinya untuk makan atau berjalan di sekitar taman. "Lan'er, jangan terlalu banyak bergerak. Nanti kau jatuh."Ming Lan mencibir dalam hati. Ilmu medis di dunia modern malah menyarankan perempuan hamil banyak berjalan dan bergerak untuk memperlancar persalinan. Sementara di sini, dia diperlakukan seperti tawanan. Kemana-mana dilarang. "Xiangye, kalau anda terus-terusan mengekang, saya akan sedih. Akan berakibat buruk pada anak kita.""Baiklah, baiklah. Tapi pastikan kau hati-hati."Baru saja Ming Lan menarik nafas lega, pelayan Liu sudah datang sambil membawa semangkok sop yang aromanya bikin mau muntah. "Furen, waktunya minum sop kesehatan."Sejak dia hamil, perhatian nyonya tua berlipat ganda. Setiap hari mengirim tonik dan sop. Beliau juga sesumbar akan punya cucu laki-laki. "Letakkan di situ. Nanti kuminu
Mendengar istrinya pingsan, Fei Yang seperti kehilangan separuh jiwa. Dengan panik dia membopong tubuh Ming Lan ke atas ranjang. "Cepat! Panggilkan tabib."Majikan yang biasa tenang tiba-tiba seperti orang kesurupan membuat pelayan paviliun An Ning ikut panik. Mereka lalu lalang di sekitar.Nyonya tua jadi berang sendiri. "Sekelompok orang bodoh! Cuma pingsan, apa yang perlu ditakutkan? Panggil saja tabib dari apotek terdekat."Anggrek yang menemani majikannya cuma bisa menahan geram. Nyonya tua benar-benar tak peduli akan nasib majikannya. Dia berjalan keluar xiangfu untuk memanggil tabib yang juga merupakan guru Xiaoting. Ketika sampai di paviliun An Ning, kening nyonya tua mengernyit melihat penampilan bersahaja tabib tersebut. "Sejak kapan sembarang orang bisa masuk ke tempatku?" ujarnya memelototi Anggrek. "Cari saja tabib lain. Jangan mengotori pemandangan.""Lao furen, tabib ini orang yang d
Di kediaman perdana menteri, orang-orang sedang bersukacita. Fei Yang resmi diangkat jadi bangsawan adalah prestasi membanggakan bagi keluarga kecil yang asalnya dari pelosok. Walau hanya bisa diwariskan untuk tiga keturunan, nyonya tua tak bisa menahan senyum setiap kali mengingatnya. Setelah bencana akibat ulah Lin Jun, berkah langit akhirnya kembali mampir di kediaman Chu. "Kita harus mengadakan perjamuan besar," ujar beliau sambil mengelus plakat pemberian kaisar. "Tak mungkin di sini. Harus di kediaman yang baru," sahut Hao Mei tanpa bisa menutupi rasa iri. "Tempat itu lebih besar dan bagus."Kaisar menganugerahkan sebuah kediaman yang sepadan dengan gelar baru Fei Yang. Tempat itu bekas istana salah satu pangeran dari dinasti terdahulu. Kemegahannya tak perlu diragukan. Tentu Hao Mei senang dengan kepindahan adik iparnya. Dia akan jadi nyonya kediaman dan mengatur segalanya. Hal yang membebani pikiran cuma nyonya tua.
Ibu kota kembali dilanda kegemparan dan pelakunya lagi-lagi pangeran Rui dan keluarga Wang. Kalau yang pertama adalah pembunuhan terhadap pangeran Qin, maka yang kedua lebih serius. Menggulingkan pemerintahan. Dalam semalam, kaisar bertambah tua sepuluh tahun. Rambutnya memutih dengan cepat begitu pula kerutan di wajahnya. Saat ini di ruang takhta, dia duduk di atas singgasana yang dingin, menatap ke bawah pada pangeran Rui, putra yang paling dia sayangi hingga abai terhadap yang lain. "Kenapa?" Hanya itu yang keluar dari bibirnya. Semalam, tiga dekrit sudah keluar.Mengeksekusi pangeran Rui beserta keluarga Wang, mengusir selir Shu -- yang merupakan ibu pangeran Rui -- ke istana dingin, dan mengangkat Chu Fei Yang sebagai bangsawan dengan gelar marquis Xiangyang (Xiangyang Hou). Untuk terakhir kali, dia hanya mau dengar suara anaknya sebelum dieksekusi besok pagi. "Kenapa tidak?" Suara pangeran
Hari-hari berlalu begitu saja dan dalam penantian panjang, Ming Lan sampai lupa waktu. Dia tak tahu berapa lama dipenjara, juga kapan Fei Yang akan kembali. Kegelapan yang lebih pekat di malam ini membuatnya enggan terpejam. Hatinya diliputi kecemasan akan situasi suami juga anaknya. Tiba-tiba derit pelan terdengar. Seseorang membuka pintu sel. Sebelum dia sempat bilang apa-apa, suara Shi Tou terdengar. Rendah dan parau. "Furen, bagaimana kalau anda keluar saja? Saya bisa membawa anda pergi."Ming Lan duduk dari posisi tidurnya. "Kenapa tiba-tiba? Apa terjadi sesuatu?"Sikap diam Shi Tou membuat firasatnya makin tak enak. Hal yang paling dia takutkan jika terjadi hal buruk pada suami atau kedua anaknya. "Jangan bertele-tele. Katakan apa yang terjadi?""Furen, Xiaomei sudah meninggal petang ini."Butuh beberapa saat bagi Ming Lan mencerna perkataan Shi Tou. "Ap--apa yang terjadi? Bukankah dia baik-baik saja? Kenapa bis