Hari ini Diana dan Kevin mengikuti Revan pulang ke rumahnya. Mereka akan melanjutkan latihan membela diri di rumah Revan lagi.
Saat ini mereka sedang berjalan di halaman rumah Revan. Mereka datang dengan naik taksi dan harus berhenti di depan gerbang rumah Revan.
Berbeda jika Valen yang menjemput Revan, mereka akan ikut menumpang dan mereka akan turun langsung di depan rumah Revan tanpa berjalan melewati halaman. Karena mereka juga ikutan naik ke mobil Valen.
Tapi karena Revan tidak dijemput, maka mereka bertiga pulang dengan menaiki taksi.
Mereka melewati halaman rumah Revan yang cukup luas, hingga mereka perlu berjalan dalam waktu beberapa menit.
Mereka langsung ke rumahnya Revan setelah pulang sekolah untuk berlatih lagi, itu hal yang mereka sepakati bersama.
Diana bisa datang karena hari ini bukan jadwal kerjanya. Jadi hari ini ia tidak bekerja dan pergi latihan untuk memperkuat pertahanannya.
Revan belum menjawab pertanyaan Kevin yang menanyakan apakah dirinya baik-baik saja dan malah melihat ke arah lain.Melihat Revan yang mengalihkan pandangan, Kevin sudah yakin dengan dugaannya bahwa Revan tidak baik-baik saja.Tidak ada yang berbicara lagi sampai akhirnya Revan bersuara untuk menjawab pertanyaan Kevin. Ia menjawab tanpa menatap lawan bicaranya.Padahal Kevin sudah mengira Revan tidak akan menjawabnya.“Kalau tentang itu, aku rasa kalian bisa menebaknya.”Revan tanpa sadar membenarkan apa yang dipikirkan Kevin dan Diana.Diana dan Kevin menurunkan pandangan dengan wajah yang tidak menunjukkan kesenangan sedikit pun karena dugaan mereka benar.Karena walaupun mereka sudah bisa menduganya, mereka berharap dugaan itu salah dan Revan baik-baik saja.Tapi mereka juga tidak ingin Revan berbohong dengan mengatakan dirinya baik-baik saja.Karena itu lah, apa pun jawaban
“Anda sadar kalau itu bisa membuat anda dibenci olehnya. Dibenci oleh anak anda sendiri. Apa anda benar-benar hanya memikirkan dan mementingkan tentang penerus perusahaan milik anda saja?"Kevin menghilangkan keraguannya dan mengutarakan isi pikirannya meski itu menyinggung orang yang ada di depannya."Lalu anehnya lagi, kenapa anda harus terus mengincar Albert? Anda bisa melepaskannya dengan menikah lagi dan memiliki anak bersama orang yang anda inginkan," lanjut Kevin.“Kau memang tidak tahu apa-apa. Albert anakku satu-satunya. Dan kenyataan itu tidak akan pernah berubah.” Helena membalas.“Anda mengatakan seolah-olah sangat menyayanginya, lalu mengapa meninggalkannya hanya karena sebuah perjanjian?” tanya Kevin.“Bagaimana mungkin jika kau tidak menyayanginya jika hanya dia anak yang kau miliki dan tidak akan bisa memiliki yang lain?” tanya Helena mengangkat sebelah alisnya. Ia mengak
Kevin merenung dan mengingat kembali kejadian sebelumnya saat berada di rumah sakit. Ia seolah tidak peduli saat ini masih berada di depan Helena.Beberapa hari yang lalu, Kevin sedang menjaga Oliver yang sudah sadar dari masa kritisnya sejak tiga hari yang sebelumnya.Oliver sedang duduk bersandar bantal di atas kasurnya.“Apa kau mendengar sesuatu tentang kecelakaan ayah dari Albert?” tanya Oliver tiba-tiba pada kevin yang sedang membaca buku.Kevin mengalihkan perhatian dari buku bacaannya pada ayah angkatnya.“Anda tidak diberitahu olehnya?” Kevin balas bertanya sembari melihat ke arah Oliver.“Dia pasti menyelidikinya, kan,” kata Oliver juga tidak menjawab pertanyaan Kevin.“Benar, tapi dia tidak menemukan apa-apa dengan penyelidikannya.” Kevin tidak berbohong, tapi
59Melihat Albert yang berjalan, Kevin segera berdiri dari sofa di sudut ruangan dan mengejar Albert hingga di depan pintu kamar rawat inap.Sebelum Albert keluar, dia membuka pintu dan menatap Kevin sejenak.“Jaga ayah. Selanjutnya hanya kau yang bisa aku andalkan,” kata Albert pelan yang hanya bisa didengar oleh mereka berdua saja.“Kau benar-benar akan pergi?” tanya Kevin dengan suara rendah dan menyamai rendahnya suara Albert.“Tenang saja, aku tidak mungkin langsung pergi begitu saja. Lagi pula aku masih bisa menemuimu dan ayah nantinya. Aku pergi bukan berarti kita benar-benar berpisah.” Albert lalu tersenyum untuk menenangkan Kevin.Kevin menggigit bibirnya dan menahan napasnya.Albert melanjutkan, "Kalau pun aku tidak bisa, akan aku pastikan untuk mencari cara agar bisa bertemu kalian lagi."Kevin mengangguk pelan sembari menunduk.“Aku mengerti. Aku jug
Karena percakapan antara Kevin dan Helena selesai, Kevin pamit dan pergi dari kediaman Helena.Helena menatap sofa kosong di hadapannya.Kevin sudah pergi beberapa menit yang lalu tapi Helena belum beranjak dari duduknya dan memilih berdiam diri di sofa.Kalimat terakhir yang Kevin ucapkan kembali terngiang di pikiran Helena.“Jika anda masih ragu tentang tuan Oliver,” sahut Kevin lagi saat beranjak dari duduknya dan berdiri menyamping dari Helena.“Silahkan anda tebak, apa alasan tuan Oliver tidak menikah lagi sampai sekarang. Mengapa beliau tidak mencari ibu pengganti untuk Albert?”Lalu Kevin pun berlalu dari hadapan Helena.“Hanya menebak? Kenapa kau tidak menyuruhku langsung untuk mencari tahu saja sekalian.”Helena bisa membalas seperti itu membuat langkah Kevin berhenti.“Saya tidak minta seperti itu, karena saya rasa Nyonya Helena tidak aka
Saat itu, Revan menggenggam sebuket bunga untuk diberikan pada ibunya. Ia menapaki jalan setapak di pemakaman umum dengan perlahanLalu tiba-tiba seseorang yang dilihatnya membuat Revan berhenti melangkah. Ia melihat ayahnya di makam ibunya.Hal itu sangat jarang terjadi.Tapi kemudian ayahnya mulai berjalan menjauh dari situ.Revan mengira ayahnya akan kembali pulang namun ternyata ayahnya berhenti di salah satu makam.Revan mendekati ayahnya dari belakang, tapi berhenti setelah jaraknya tersisa lima meter. Agar ayahnya tidak langsung merasa terganggu, karena ia sedang mengamatinya dari belakang.Revan tidak takut ayahnya akan menoleh ke belakang dan mengenalinya. Karena Revan sedang memakai topi dan hodie untuk membuatnya tidak dikenali siapapun selama diluar rumah.Revan juga tidak takut kalau ada penjaga yang menangkapnya dan mengiranya sebagai pencuri makam. Karena ia memang memakai pakaian y
“Apa yang kau pelajari hari ini?” tanya ibunya yang tengah duduk di kasur pasien.“Apa, ya? Aku lupa. Yang aku ingat hanya banyak tugas yang diberikan guru,” jawab Revan tidak peduli, tapi ia berusaha menjawab dengan raut wajah yang semangat.“Kau lupa? Anak ini. Jangan lupa kerjakan semua tugasnya. Kau juga tidak usah menghabiskan waktu disini, sebentar lagi kau ulangan semester, kan?” tanya ibunya sembari mengelus kepala Revan.“Iya. Ibu tenang saja. Aku sudah siap seratus persen dengan ujiannya. Bahkan jika ujiannya dilakukan sekarang aku bisa mengerjakannya dengan baik,” balas Revan percaya diri.Ibunya tertawa, “Iya, aku tahu anakku memang cerdas.”Revan ikut tertawa bersama ibunya.Tapi sejak Revan mulai lebih sering berkelahi dan bolos, ia juga dikeluarkan dari sekolah. Dan itu terjadi berkali-kali. Revan pindah dari satu sekolah ke sekolah lain lebih dari satu kali.I
Revan sekarang berada di sebuah kamar hotel. Ia telah memesan satu kamar untuk satu malam karena sudah memutuskan jika ia tidak akan pulang malam ini.Revan lalu melihat ponselnya yang dipenuhi notifikasi pesan dan panggilan. Sudah pasti itu semua dari kakaknya, Valen. Karena ayahnya tidak mungkin menghubunginya.Sedangkan teman-temannya sudah pasti tidak akan menghubunginya, apa lagi dengan berlebihan seperti ini.Kevin sedang sibuk dengan keluarganya juga. Sedangkan Diana, mereka baru saja bertemu.Revan tidak membaca semua pesan dari kakaknya. Tapi ia mengirim pesan balasan untuk Valen, yang mengatakan bahwa dirinya tidak akan pulang malam ini. Sekaligus pesan yang mengatakan ia akan berbicara pada Valen besok ketika pagi hari. Tentu saja saat ia pulang ke rumah.Revan sengaja memilih pagi hari karena besok hari libur. Revan tidak perlu ke sekolah dan ia sudah menyiapkan dirinya menghadapi pembicaraan yang mungkin membuat kep