Diana tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.
Semuanya terjadi begitu cepat. Saat tubuhnya berputar dalam pelukan seseorang. Diana tidak sempat bereaksi.
Yang ia rasakan adalah tubuhnya terangkat membentur kap mobil yang menabraknya.
Tubuhnya berguling hingga memecahkan kaca mobil. Lalu ia jatuh menggelinding di jalan aspal.
Semua itu terjadi saat dirinya dipeluk.
Tepat ketika tubuhnya mendarat di aspal dengan menyakitkan, Diana merasa pelukan di tubuhnya terlepas.
Ia berusaha mengabaikan rasa sakit di kepala dan tubuhnya. Matanya berusaha terbuka.
Diana berusaha mengerakkan tangannya. Suaranya serak dan hampir tidak terdengar.
"K-ke..vin.."
Hal terakhir yang ia ingat adalah wajah Kevin yang menutup kedua matanya.
*****
Albert melihat jam tangan yang melingkari pergelangan tangannya. Ia menghela napas. Kepalanya ke terangkat kembali memandang keluar jendela kantornya.
"Diana dan Kevin.. mereka sekarang sedang dirawat di rumah sakit. Kondisi keduanya..." Jeremy ragu untuk melanjutkan perkataannya. Di depannya, raut wajah Revan semakin pucat.Revan merasa napasnya tertahan. Sama seperti beberapa murid yang mendengarnya.Mereka tahu, dari ekspresi Jeremy, bahwa kondisi kedua sahabat Revan jelas tidak dalam kondisi yang baik.Revan segera melepaskan tangannya dari pundak Jeremy. Ia berbalik dan melangkah hendak keluar kelas."Revan! Kau mau ke mana?!" tanya Jeremy sedikit mengeraskan suaranya.Pertanyaan itu membuat langkah Revan tertunda sejenak. Ia menoleh pada Jeremy yang ada dibelakangnya tanpa menjawab.Jeremy bisa menduga tujuan Revan.Karena itu ia menyahut lagi, "Kita akan menjenguk mereka berdua setelah jam pelajaran berakhir. Kita pergi bersama-sama. Jadi tahan dulu langkahmu."Revan tidak langsung membalas dan memilih memandang kembali jalan koridor depan pintu kel
Diana, berusaha untuk terlihat baik-baik saja setelah mengalami kesedihan yang belum lama ini menyesatkannya dalam rasa pahit di kehidupannya. Kini ia bertemu seseorang yang pernah menjadi alasannya tak pernah menyukai orang lain hingga sekarang. Mungkinkah ini bisa membuatnya keluar dari kesedihannya? Revan, sedang mencari jati diri dengan mengubah perilakunya dalam menjalani kehidupannya yang ternyata selalu terikat dengan masa lalunya. Kini ia bertemu seseorang yang mengubah pandangannya tentang dirinya sendiri. Bagaimana mungkin ia masih terikat masa lalu padahal dirinya sudah berubah? Kevin, sifatnya selalu ceria, jahil dan cerewet. Ia juga selalu bisa menerima siapapun menjadi keluarga baginya. Ialah yang lahir dari kesendirian. Kini ia bertemu dengan seseorang yang dibencinya tapi malah sering bersamanya. Apakah memang benar siapapun bisa menjadi keluarganya? Mereka bertiga awalnya
Bel sekolah tanda istirahat berbunyi nyaring. Hal itu disambut dengan suka cita oleh para siswa setelah berkutat dengan pelajaran. Yang sebagian dari pelajaran membuat siswa di sekolah merasa pusing dan sakit kepala. Merasakan dua hal yang mirip tapi berbeda. Jangan lupakan rasa bosan dan enggan yang mereka rasakan. Seketika ruang-ruang kelas menjadi sepi. Salah satunya yang terjadi di kelas Diana. Diana membiarkan siswa siswi di kelasnya keluar lebih dulu, karena ia tidak mau ikut berdesakan di pintu kelas bersama murid lain untuk berebut keluar kelas. Diana merenung, mengingat kejadian tadi pagi ketika datang ke sekolah dan bertemu seorang pemuda. Ternyata yang dirasakan Diana adalah pertanda. Pemuda tadi pagi itu bukan hanya mengingatkan ia pada seseorang. Tapi memang sesuatu yang besar telah terjadi, setidaknya begitu menurut Diana. Saat
Sepulang dari sekolah biasanya Diana pergi bekerja. Tapi untuk hari ini Diana libur, jadi ia langsung pulang ke rumah. Saat ia sampai, Diana membuka pintu pagar dan pintu rumah dengan kunci cadangan yang selalu ia bawa. Sedangkan kunci utama dibawa oleh David. Pintu yang terkunci menandakan David belum pulang ke rumah. Setelah masuk ke rumah, Diana melepaskan sepatunya dan menaruhnya di rak sepatu. Tiba-tiba ponsel Diana berdering tanda sebuah pesan masuk. Diana mengambil ponselnya dari dalam tasnya. Diana membaca pesan itu sambil berjalan di ruang tamu. Ternyata dari David, batin Diana. 'Diana, apa kau sudah pulang ke rumah? Malam ini aku akan menginap di rumah temanku. Jadi kau tidak usah menungguku, karena aku tidak akan pulang. Tidak apa-apa kan?' Diana segera mengetik balasan pesan untuk David. 'Ya, tidak apa-apa. Aku mengerti. Aku s
Selama di kelas Revan tahu bahwa ia selalu diperhatikan semua murid sekelasnya. Tapi ada satu orang yang mengusik pikiran dan membuat perasaan Revan menjadi tidak nyaman. Ia merasa ditatap dengan pandangan berbeda dari yang lain, entah apa. Revan menolehkan kepalanya ke kanan untuk memastikan. Ia melihat seorang laki-laki yang sedari tadi menatapnya dengan pandangan berbeda dan tidak ramah. Mereka tanpa sadar saling melihat satu sama lain selama beberapa saat, sampai akhirnya laki-laki tadi memalingkan wajahnya dan memandang ke arah depan kelas. Laki-laki itu duduk di paling belakang sebelah kiri sehingga terpisah dua meja dengan tempat duduknya Revan. Revan masih melihat laki-laki itu. Sepertinya dia membenciku, batin Revan setelah menyadari arti tatapan menusuk dari laki-laki itu. Berbeda
"Kevin! Kau tidak boleh berteriak. Ini perpustakaan tahu!" Diana mengomel karena kesal dikagetkan oleh teman satu sekolah menengah pertama dengannya dulu. Sekarang mereka berbeda kelas. Sebenarnya Diana tidak akrab dengan Kevin, hanya saja Kevin suka sekali mendekatinya, begitu yang dipikirkan Diana di otaknya. Bukannya tidak tahu kalau Kevin menyukainya, hanya saja Diana sudah menyukai orang lain dan masih tetap menyukainya hingga sekarang. "Apa yang kau baca?" kata Kevin tanpa merasa bersalah. Diana menghela napas, "Memangnya kau tidak lihat?! Aku membaca buku." Kevin cemberut, "Aku tahu kau membaca buku, maksudku buku apa yang kau baca?" tanya Kevin tak menyerah sekalipun Diana membalasnya dengan dingin. "Nih, baca sendiri!" Diana menunjukkan sampul bukunya pada Kevin. Sebenarnya Diana ta
Kevin berjalan menuju halte yang sepi. Ia akan pulang sebelum rumah panti dikunci. Kalau tidak ia bisa terkunci di luar dan tidak bisa tidur di kasurnya karena telat pulang. Tidak ada yang ingin tidur diluar jika punya kasur empuk di kamar. Saat ia hendak duduk di halte itu, penglihatannya tak sengaja menangkap keberadaan orang yang ia kenal di dekatnya. Sebelumnya Kevin tidak sadar pada saat berjaan menuju ke sini. Ia hanya menggunakan sepeda motor saat bekerja dan itu bukan kendaraan miliknya melainkan restoran pizza tempat dimana ia bekerja. Kenapa sekarang ia harus bertemu dengan orang itu? "Kau?! Kenapa kau ada di sini?" Kevin spontan berseru pada orang yang tidak ia sukai itu. Kevin bisa melihat tatapan yang sama dari orang itu. Sama-sama tidak senang dengan keberadaan masing-masing. "Ini
Oh tidak. Kenapa aku begitu ceroboh. Bagaimana bisa aku lupa, batin Diana saat menyadari sesuatu. Diana langsung berdiri setelah menengok sembari menarik napas cepat, lalu, "Sepedaku!" Diana berteriak. Diana reflek mengejar sepedanya yang berjalan. Tentu saja ada yang mengendarainya. Sepeda Diana dipakai tanpa izin. Atau lebih tepatnya sepedanya di bawa kabur. Salahnya Diana yang belum memarkirkan sepedanya dengan benar dan menguncinya. Dia bahkan tak sadar membiarkan sepedanya berbaring di belakang halte. Revan dan Kevin masih bengong, sebelum akhirnya ikut menyusul Diana. "Tidak bisa.." Diana bergumam disela-sela acara larinya. Sepedanya tentu lebih cepat daripada larinya. Diana tak kehabisan akal, ia segera melepas sebelah sepatunya lalu melemparkannya dengan kekuatan penuh dan dengan bidikan yang akurat. "Takkan kubiarkan kau mengambil si merah!" seru Diana. Si merah adalah sebutan sepeda miliknya. Sepatu