Share

When I Meet You Again
When I Meet You Again
Penulis: lirinkw

BAB 1. Mimpi

“Valerie!” Pintu kamar terbuka dan seorang wanita buru-buru masuk. “Val! Ayo, bangun!” Ia mengguncang-guncangkan tubuh yang masih memeluk guling di tempat tidur.

Terdengar erangan malas dari bibir mungil yang menempel pada bantal bermotif beruang. Tangannya menarik selimut hingga menutupi kepala, kemudian terlelap lagi.

“Ck! Anak ini! Ayo, bangun, Val! Sudah siang!” kata wanita itu lagi. Kali ini ia menarik selimut dengan keras sehingga wajah di baliknya terlihat. “Mau tidur sampai kapan, hah?!”

Gadis yang memakai piyama polos merah muda itu menggeliat dan hendak menarik selimut lagi ketika sang ibu menepis tangannya.

“Masih ngantuk, Ma…,” katanya sambil mengucek-ucek mata.

“Salah siapa begadang? Emangnya kamu ngapain aja semalam?” Wanita bernama Rima itu memaksa putrinya bangun.

Valerie yang biasa dipanggil Val terpaksa bangun dan menguap lebar. “Val ‘kan nggak kerja, Ma, nggak perlu bangun pagi….” Ia memberi alasan.

“Ini sudah jam sepuluh, Val! Nggak malu tuh diketawain sama ayam?”

“Ngapain malu? Dia juga nggak ngerti kok!”

“Ih! Anak ini!” Dengan gemas Rima mendorong jidat putrinya. “Kamu itu sudah besar, Val! Bersikaplah dewasa, jangan kayak anak kecil! Malu sama umur yang hampir kepala tiga!”

“Mama bawel ih!” Val cemberut.

“Lagian, kenapa sih kamu harus berhenti kerja? Cari kerjaan ‘kan nggak gampang! Akhirnya, kamu menganggur sekarang!”

“Ya … Val ‘kan ingin kerja sesuai passion, Ma…. Yang kemarin itu cuma batu loncatan aja. Terpaksa juga karena Mama yang buru-buruin Val kerja.”

“Ya jelaslah! Mama sudah susah payah kuliahin kamu, kalau nggak kerja, mau ngapain?”

“Kenapa pagi-pagi Mama cerewet sih?”

Rima mendelik, tapi seketika wajahnya berubah saat Val memeluknya manja. “Kamu ini paling bisa ya kalau merajuk.” Tangan kurus itu membelai rambut Val sambil tersenyum.

“Meski Mama cerewet, Val tetap sayang kok.”

“Halah! Kamu ini kalau ada maunya aja bilang sayang!”

Val tertawa kecil.

“Sudah seminggu kamu menginap di sini, nanti siang kamu harus balik ke apartemenmu. Papa membelinya supaya kamu bisa mandiri. Di sini kamu juga nggak ada gunanya malas-malasan. Lebih baik kamu gunakan waktumu untuk mencari kerja!”

Val mendongak menatap wanita di depannya. “Ih! padahal Val menginap di sini karena kangen Mama. Mama nggak kangen Val, ya?”

“Sudah, sudah! Meladeni kamu bikin capek! Sana keluar! Ada Tante Icha dan sepupumu datang.” Rima berdiri dan melempar selimut yang segera ditangkap Val.

“Mau ngapain mereka pagi-pagi ke sini? Pasti bahasannya sama. Mau pamer ini lah, itu lah!” Lagi, bibir Val manyun. “Kali ini pamer apa lagi?”

“Sudah cepat keluar!” perintah Rima sebelum menutup pintu kamar.

Masih cemberut Val bangkit dari tempat tidur menuju kamar mandi. Ia menatap pantulan dirinya di cermin yang sedang menggosok gigi. Segera ia tuntaskan rutinitasnya lalu keluar.

“Pagi, Tan! Halo, Ris!” sapa Val ketika melihat kerabatnya ada di ruang tamu.

Tante Icha yang sedang menelepon buru-buru menutup teleponnya melihat Val datang. Rissa yang sedang menyuapi anaknya segera menoleh.

“Halo, Valerie sayang! Ini sudah siang lho, Val, jadi bilangnya selamat siang!” Tante Icha mencubit pipi Val dengan gemas hingga gadis itu meringis.

Jam sepuluh itu masih pagi, Tan … jam dua belas baru siang, gimana sih? Gerutuan itu hanya bisa ia sampaikan di dalam hati.

“Halo, Val!” sapa Rissa sambil memeluk Val. “Dean, ayo beri salam pada Tante Val!” Ia menggendong putranya yang berusia dua tahun dan menggerak-gerakkan tangan untuk menyapa Val.

“Hai, Dean! Kamu nggemesin aja deh!” Val hendak mencubit pipi tembem kemerahan itu sebelum Rissa menepisnya.

“Jangan cubit-cubit ah! Sakit tahu!” omel Rissa. “Duh, Tante Val jahat ya, Nak! Sini biar Mama pukul dia!” Ia pura-pura memukul Val yang otomatis menghindar.

Val sudah tahu kebiasaan saudaranya itu. Tante Icha yang merupakan kakak sang ibu, termasuk bawel dan suka mengkritik orang. Rissa, anaknya juga sama saja. Ia suka mencari perhatian berlebihan.

“Eh, Val, kamu nggak kerja? Katanya kamu berhenti ya?” tanya Rissa. Sekarang ia sedang bermain dengan Dean menggunakan kerincingan.

Val duduk di seberang mereka sambil memainkan ponselnya. “Iya, nggak sesuai sama minatku,” jawabanya.

“Kamu ini jangan suka milih-milih toh, Val!” Tante Icha menyeletuk. “Kalau kebanyakan milih dan banyak maunya, ya nggak dapat-dapat. Kamu juga masih single, ‘kan? Itu akibatnya kalau terlalu pemilih.”

“Mau kukenalin nggak, Val?” timpal Rissa. “Aku ada beberapa temen yang masih kosong juga. Kali aja cocok. Lumayan lho, mereka kenalan suamiku juga, jadi sudah mapan gitu deh!”

“Kamu maunya yang kayak gimana sih, Val? Ntar nggak laku gimana? Kasihan juga mamamu, masih kepikiran anak gadisnya.”

Telinga Val sudah gatal mendengar kalimat-kalimat itu. Ia ingin berteriak dan menyumpal mulut mereka, kalau saja tidak ingat bahwa mereka adalah keluarga. Semarah-marahnya Val, ia tidak akan berbuat tidak pantas. Orang tuanya selalu mengajarkan untuk menghormati orang lain, sekalipun tidak menyukainya. Karena itu, ia hanya tertawa saja.

“Kamu nggak mau menikah atau gimana?” tanya Rissa.

“Lihat tuh Rissa! Anak ke dua sudah otw! Padahal dia lebih muda dari kamu!” Tante Icha menunjuk perut Rissa yang sedikit membesar di balik dress ketatnya.

Val hanya meliriknya sekilas lalu kembali asyik dengan gawainya.

Tante Icha hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah keponakanya ini. “Tante ngomong gini, juga demi kebaikanmu. Dua anak Tante semua sudah menikah dan punya anak. Sepupu-sepupumu yang lain juga sudah berkeluarga. Kamu aja yang belum.”

“Ya gimana mau menikah, pacar aja belum ada,” jawab Val asal. “Mungkin jodohku masih otw juga di perut.”

“Makanya itu, Val, kamu cari yang benar! Nggak bakal ketemu kalau kamu malas-malasan gini! Kamu─”

Kalimat Tante Icha menggantung di udara saat Rima datang membawa nampan berisi empat cangkir teh. “Ya gitu deh, Mbak, anaknya kayak begini. Susah dikasih tahu,” katanya sambil meletakkan minuman di atas meja. Ia lalu duduk di sebelah Val.

“Kamu kurang tegas, Rim! Apalagi suamimu tuh, dulu suka banget manjain Val. Jadinya begini deh!” komentar Tante Icha sambil menyeruput tehnya.

Val membiarkan Tante Icha membicarakan dirinya sesuka hati. Ia sudah bosan mendengarnya. Setiap kerabat yang bertemu dengannya pasti membahas hal yang sama. Pekerjaan, dan pernikahan.

Aku juga mau kok menikah. Sama cowok yang tampan dan mapan. Cuma belum ketemu aja, gumamnya dalam hati. Aku juga punya alasan keluar dari pekerjaanku sebelumnya. Dan kupikir, ini kesempatanku untuk mencari pekerjaan yang sesuai dengan minatku.

Val menatap layar ponselnya. Ia sedang membaca novel online sambil senyum-senyum sendiri. Andai aja, hidupku kayak cerita ini. Ketemu cowok ganteng, mapan, dan saling jatuh cinta terus menikah. Aaah, indahnya….

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status