Home / All / When I Meet You Again / BAB 3. Kebetulan yang Kebetulan

Share

BAB 3. Kebetulan yang Kebetulan

Author: lirinkw
last update Last Updated: 2021-07-26 18:11:43

Pukul sembilan pagi di sebuah pusat perkantoran yang ramai, terlihat seorang wanita sedang berjalan di trotoar. Pakaiannya rapi dengan atasan polos cerah berpita dan rok A-Line hitam selutut. Sebuah tas kecil tersampir di bahunya. Ia berjalan sambil mengamati gedung-gedung tinggi di atasnya. Sesekali ia membaca sebuah alamat yang tertera pada layar ponselnya.

“Harusnya di sekitar sini,” gumamnya. Kaki bersepatu setinggi 5 sentimeter itu terus berjalan mencari alamat yang ia tuju.

DUG! Seseorang menabrak bahunya.

“Aduh, maaf!”

Wanita itu mendongak dan seketika melihat sosok yang membuatnya terpesona. Laki-laki yang memakai pakaian olahraga itu sangat tampan sampai ia tak mampu menjawab.

“Kamu nggak apa-apa?” Pria itu tampak prihatin melihat sang wanita hanya membuka mulut tanpa bersuara.

Wanita itu tersadar dari lamunannya. “Ah-oh-eh, iya! Saya yang harusnya minta maaf karena nggak lihat jalan!” Ia membungkukkan tubuhnya sedikit.

Laki-laki itu tertawa dan membuat sang wanita semakin terpesona. Dadanya berdegup kencang hingga melupakan apa tujuannya.

Ya ampun! Dia ganteng banget! Mana baik pula! Inikah yang namanya jatuh cinta pada pandangan pertama?

No problem!” Si lelaki tersenyum. “Sepertinya kamu terburu-buru sampai nggak lihat jalan.”

Wanita itu langsung tersadar apa tujuannya di tempat ini. Ia melirik jam di ponselnya. “Ah, saya benar-benar minta maaf!” Setelah itu ia berlari ke sebuah gedung kaca yang berjarak beberapa meter di depannya.

Si pria mengamati gedung yang dituju si wanita muda, dan senyumnya mengembang. Ternyata di situ ya….

Getaran ponsel di saku celana trainingnya mengalihkan atensinya. Wajah tampan itu menampakkan dua lesung pipit saat membaca nama peneleponnya.

“Halo?” sapanya. Kemudian ia tertawa dan mengangguk-angguk. “Aku masih ada urusan lain. Jadi, minggu depan aku baru bisa kembali. Ya, ya, aku mengerti. Kamu di sana baik-baik ya? Jangan nakal-nakal! Jangan kangen aku juga lho!”

Sepertinya suara di seberang meneriakinya, sehingga ia menjauhkan ponsel dari telinganya. Terkekeh ia menjawab, “Yah, pokoknya tunggu saja kedatanganku. Oke?”

Laki-laki itu menutup telepon dan melanjutkan aktivitasnya yang sempat terhenti. Ia kembali berlari-lari kecil memutari area perkantoran yang sudah menjadi kebiasaannya setiap hari.

Setelah beberapa kali putaran ia berhenti di kedai kopi yang bersebelahan dengan gedung tadi. Setelah memesan minuman, ia duduk di area luar kedai. Payung besar berwarna hijau gelap menaungi matanya dari cahaya matahari.

Dari penampilannya sih, sepertinya dia bekerja di sana. Dia … cukup manis juga.

Laki-laki itu meminum kopinya sambil terus mengamati area masuk gedung itu. Terbersit sebuah ide konyol di kepalanya. Ia melihat jam tangan yang melingkar di lengannya.

Kalau dalam sepuluh detik dia keluar dari pintu itu, berarti dia jodohku.

Dalam hati, pria itu mulai menghitung. Mendekati angka lima, ia bergumam, “… 4 … 3 … 2 … 1!”

Tertangkap olehnya, wanita itu keluar sambil menaungi mata dengan tangannya yang memegang ponsel. Segera ia berlari menghampiri wanita itu dengan mata berbinar.

Tak elok rasanya jika terlihat ia menunggu wanita itu. Karena itu, ia mengambil arah yang sedikit berbeda, tapi bisa dipastikan akan terlihat oleh wanita yang ia incar. Rencananya berhasil.

Tabrakan yang disengaja itu terjadi sesuai rencananya. Kecuali minuman yang tumpah mengenai bajunya. Ia melewatkan hal kecil itu. Namun, siapa sangka kesalahan itu justru membuka peluang baginya.

Wajah sang wanita tampak panik melihat noda cokelat pekat yang membanjiri pakaian olahraga abu-abu si pria muda.

“Aduh, bagaimana ini? Bajumu jadi kotor!” jeritnya panik. Ia lalu mendongak melihat pemilik wajah tampan tadi tersenyum ke arahnya.

Nggak mungkin! Ini sebuah kebetulan yang kebetulan sekali! Apa dia adalah jodohku?

“Maaf! Maafkan saya!” Berkali-kali wanita itu membungkuk dan meminta maaf, sementara sang pria hanya tersenyum saja. “Bagaimana saya harus menebusnya?” Suaranya terdengar panik mengira-ngira berapa rupiah yang harus ia keluarkan untuk membersihkan atau menggantinya.

“Wah, bagaimana ya? Noda kopi ini sepertinya bakal susah hilang,” ujar si pria sambil menatap baju dan wajah polos itu bergantian.

Si wanita kebingungan. “Ah, saya coba bersihkan dulu dengan tisu basah!” Ia mengambil tisu basah dari tasnya dan berkata lagi, “Coba lepas bajumu. Saya bersihkan dengan….”

Mendadak wanita itu menutup mulutnya karena kaget. Wajahnya merah menyadari apa yang baru saja terucap dari mulutnya.

Laki-laki itu menoleh ke kanan dan ke kiri. “Lepas baju? Di sini?” tanyanya pura-pura marah. Sesungguhnya ia menikmati keluguan wanita itu. Ia menaksir usianya hanya terpaut dua atau tiga tahun saja.

“Hmm … sepertinya aku punya ide yang lebih bagus. Tunggu di sini, jangan ke mana-mana!” perintahnya. Ia lalu berlari ke area parkir di sebelah kedai kopi.

Wanita muda itu melihat sang pria masuk ke sebuah mobil hitam yang terparkir di sana. Tak lama laki-laki itu muncul dengan pakaian yang berbeda. Baju olahraga tadi sudah berganti dengan kaus santai.

Itu mobilnya? Apa dia bekerja di salah satu kantor di sini? pikirnya sambil mengamati gedung-gedung tinggi di sekelilingnya.

Laki-laki itu kembali dengan menjinjing tas hitam lalu menyerahkannya pada si wanita yang keheranan.

“Sekarang kamu boleh membersihkannya,” katanya. “Sambil menunggu, bagaimana kalau kita minum kopi dulu di sini?”

“Hah? Apa?” Jari lentik itu mengorek telinganya. Apa aku nggak salah dengar? Kok rasanya terlalu mustahil untuk jadi kenyataan?

“Ayo.” Laki-laki itu mendorongnya untuk duduk di kursi, lalu ia sendiri masuk ke kedai dan memesan minuman lagi.

Masih dengan ketidakpercayaan yang terlihat jelas, wanita itu duduk sambil membersihkan noda dengan tisu basah. Sekuat apa pun usahanya, noda kopi itu tidak sepenuhnya hilang. Ia putus asa saat melihat pria itu sudah kembali dengan dua gelas kopi dingin di tangannya.

“Silakan minum dulu, kamu pasti haus.” Minuman berwarna cokelat muda itu diletakkan di atas meja.

“Iya, terima kasih,” kata si wanita sambil menatap tulisan yang tertera pada gelasnya, Caramel Macchiato. Pelan-pelan ia meneguknya sedikit.

“A-anu….” Takut-takut mata wanita itu menatap pria yang sedang meminum Americano dingin di sampingnya. “Baju ini … boleh saya bawa dulu? Sa-saya coba membersihkannya dengan tisu basah, tapi belum hilang. Na-nanti saya kembalikan lagi.”

Yes! Hati pria muda itu melonjak girang. Targetnya mengenai sasaran.

“Kalau begitu, berikan ponselmu padaku.” Tangannya terulur pada wanita itu.

Wanita itu terkejut. Apa ini? Apa dia sedang memerasku? Kukira dia baik. Nggak kusangka wajah tampan, tapi hatinya sebusuk ini.

Pelan-pelan ia memberikan ponselnya. “Ba-baiklah, saya permisi dulu. Terima kasih kopinya. Dan maafkan saya!” Ia mengangkat tubuhnya dari kursi dan hendak pergi membawa baju kotor itu.

“Tunggu dulu!” Suara pria itu menahan langkahnya.

Apa lagi sih? Aku sudah menggantinya, ‘kan? Baju itu nggak mungkin seharga ponselku!

Wanita itu berbalik dengan wajah cemberut. Lagi-lagi ia dibuat terkejut sekaligus terpesona dengan paras tampan yang menyerahkan kembali ponselnya.

“Aku sudah simpan nomorku di sana. Kalau sudah selesai hubungi aku di nomor itu. Oh ya, siapa namamu?”

Rupanya hari ini adalah hari yang mengejutkan bagi si wanita. Kembali ia terganga bingung. “Va-Val … Valerie. Nama saya Valerie,” katanya terbata-bata.

“Oke. Sampai ketemu lagi, Val!” Laki-laki melambaikan tangan lalu meninggalkan kedai kopi.

Val tercenung di tempatnya berdiri. Matanya mengamati mobil hitam itu keluar menuju jalan raya. Ia masih tak percaya hal ini terjadi padanya. Hal yang tidak mungkin terjadi di dunia nyata. Tidak mungkin ada kebetulan yang semanis ini.

Peristiwa semacam ini hanya terjadi di drama-drama yang pernah ia tonton. Terlalu indah untuk jadi kenyataan, bahkan dalam mimpinya sekalipun. Walaupun begitu, tetap saja ia kegirangan. Jika ini mimpi, ia tidak ingin terbangun sekarang.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Maya Dhamayanti
ahhh lucunya mereka..... jadi ikutan mesem2.....
goodnovel comment avatar
Wanda Natasya
lanjut bossssssssssssssssssss
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • When I Meet You Again   BAB 106. Love You, Hate You (END)

    “Ga …?” “Ah, apa …?” Saga baru tersadar ketika Val menggoyang-goyangkan lengan jasnya. Val menatap pria yang kini sudah menjadi suaminya. Ia lalu memandang arah yang tadi dilihat Saga, tetapi tidak menemukan ada yang aneh di sana. “Kenapa lihat ke sana terus? Sudah waktunya kita turun,” katanya. “Oh, ayo.” Saga menggandeng tangan Val dan membantunya turun dari panggung. Tak lama, Val dan Saga duduk bersama keluarga mereka. Menikmati jamuan makan malam yang disediakan. Obrolan ringan juga turut mewarnai kehangatan keluarga baru itu. Beberapa jam kemudian, acara selesai. Seluruh tamu undangan sudah meninggalkan gedung. Para keluarga sebagian meninggalkan gedung, sebagian lagi menginap di hotel yang sama dengan Val dan Saga. Mereka memang sengaja menyediakan kamar kosong untuk beberapa keluarga yang tinggal di luar kora, seperti Tante Icha dan Riska. Val dan Saga diantar Kaira dan Arion ke kamar hotel mereka. Kaira tampak bahagia dengan senyum yang tak pernah hilang dari wajahnya.

  • When I Meet You Again   BAB 105. The Day

    “Kamu sudah yakin, Val?” Rima bertanya pada putrinya karena sedikit khawatir. Val mengangguk dan tersenyum. “Iya. Masa sudah begini, masih ditanya lagi sih?” Rima tersenyum sedikit. “Kamu bisa bilang ke Mama, Val. Nanti Mama yang akan cari cara.” Kali ini Val menggeleng. “Nggak usah, Ma. Memangnya Mama berani bilang sama Tante Diana? Dia teman baik Mama, ‘kan?” Rima diam sejenak lalu menjawab, “Iya, tapi … Mama rasa dia akan mengerti, Val.” “Nggak usah, Ma. Val baik-baik saja kok. Mama juga sudah lihat sendiri, ‘kan?” Val memamerkan senyum terbaik dan tercantiknya. “Saga pasti juga begitu.” Rima menatap putrinya sekali lagi. Val pun mengangguk untuk meyakinkan sang ibu. “Baiklah kalau begitu. Mama keluar dulu. Tamu-tamu sudah banyak yang datang.” Rima berdiri lalu keluar dari ruangan itu. Val mengantarnya dengan senyum bahagia. Ketika pintu di depannya tertutup, senyumnya memudar. Sungguh merupakan keputusan yang sulit baginya, tapi ia harus melakukannya. Sementara itu, di rua

  • When I Meet You Again   BAB 104. Secangkir Kenangan

    “Aaah … capek juga ternyata bikin kue!” keluh Val sambil mengempaskan tubuh ke tempat tidur. Ia baru saja memasukkan dua loyang kue ke oven dan mengatur waktunya. Sambil menunggu, ia berniat beristirahat sebentar. Dari luar, Val bisa saja tertawa lepas seolah tidak ada yang mengusiknya. Namun, hatinya menjeritkan rindu yang sama pada seseorang. Berbagai kenangan bersama Saga mulai bermunculan, menggoda dirinya, dan membawanya kembali ke masa lalu yang jauh. Masa-masa di mana ia sama sekali tidak menyadari perhatian-perhatian kecil Saga padanya. “Aku mau ke kantin! Ada yang titip?” tanya Nita sambil berdiri. Saat itu, tim mading yang terdiri dari Saga, Val, Nita, Noah, dan Andi, sedang mengerjakan proyek minggu ini. Mereka berkumpul di ruang OSIS sepulang sekolah. Segera anak-anak menyebutkan pesanannya dan Nita pun berlalu. Val tidak pernah mengetahui bahwa saat itu Saga selalu memperhatikan gerak-geriknya. Apa pun yang ia lakukan, selalu mampu membuat senyum Saga mengembang. Namun

  • When I Meet You Again   BAB 103. Bencana Kecil

    Val terbangun di Minggu pagi yang cerah. Sinar matahari sudah masuk dari jendela yang terbuka lebar. Kehangatannya memenuhi kamar dan tubuh Val yang masih memeluk guling, sambil mengejap-ngejapkan mata untuk menyesuaikan perubahan yang mendadak. Beberapa detik kemudian tubuh Val tegak di tempat tidur dengan rambut kusut dan wajah kusam. Samar-samar telinganya menangkap percakapan di luar. Ada suara ibunya dan suara lain yang tidak ia kenal. “Maaf, Bu Rima, sudah ganggu pagi-pagi.” “Oh, nggak apa-apa, Bu. Saya yang terima kasih karena sudah diberi ini.” “Itu cuma hasil kebun dari kampung, Bu. Kebetulan kemarin baru pulang dari sana.” “Pantesan kelihatan segar ini. Terima kasih banyak, Bu Nuri.” “Sama-sama, Bu. Baiklah, saya permisi dulu.” “Silakan.” “Siapa itu? Tetangga?” gumam Val lalu beringsut turun dari tempat tidur dan keluar. Baru saja ia menutup pintu di belakangnya, sang ibu muncul sambil membawa dua sisir pisang ambon di tangan. “Sudah bangun, Val?” sapa Rima. Val men

  • When I Meet You Again   BAB 102. Cinta dan Benci

    Hari pun berganti. Biasanya di akhir pekan banyak pasangan menghabiskan waktu bersama, termasuk Val dan Saga. Namun, kali ini berbeda. Pasangan yang dalam satu minggu ke depan akan melangsungkan pernikahan itu sedang ditimpa masalah. Masing-masing menghabiskan waktu di tempat yang berbeda dengan sikap yang berbeda pula. Saga seperti orang gila yang kehilangan sesuatu yang teramat berharga baginya. Telepon dari calon mertuanya membuatnya tersiksa sepanjang malam hingga tidak bisa tidur. Hari yang seharusnya cerah ini terasa begitu buruk bagi Saga. Sedari pagi, pria itu mondar-mandir di apartemennya. Seluruh penampilannya tampak berantakan. Botol-botol minuman berserak di meja dan lantai membuat ruangan itu sudah seperti kapal pecah. Bel pintu berbunyi. Buru-buru Saga membukanya dan langsung membentak. “Kai! Arion! kenapa kalian lama sekali?! Kenapa baru datang?!” Arion dan Kaira saling berpandangan lalu mengembuskan napas kesal. “Gimana bisa cepat kalau baru setengah jam lalu kau

  • When I Meet You Again   BAB 101. Ingin Sendiri

    Di ruang kerjanya, Arion mengamati layar ponsel yang berisi panggilan dari Val. Beberapa waktu lalu, gadis itu meneleponnya. Meminta izin tidak masuk hari ini. Ia sudah menduga ada sesuatu yang terjadi dengan dua sahabatnya itu. Tanpa mendapat jawaban yang sebenarnya, ia malah mendengar sesuatu yang tidak disangkanya sama sekali. Bentakan Saga, jeritan Val, ia mendengar semuanya dari ponsel yang tidak dimatikan dengan benar. Tidak tahan membayangkan apa yang terjadi di sana, Arion menekan tombol merah. “Apa yang kamu lakukan, Ga? Kenapa kamu begitu? Kenapa kalian seperti ini?” Pertanyaan-pertanyaan itu berputar di kepala Arion. Andai saja ia bisa merebut gadis itu kembali, ia akan melarang Saga berbuat sesukanya. Sekarang ini, ia tidak berdaya untuk membantu apa pun. Itu sudah di luar kendalinya, bukan haknya. Arion mengangkat kepala ketika Saga muncul di ambang pintu ruangannya. Wajahnya tampak kacau dan ia sangat gugup. “Rion …,” katanya lirih. Arion berdiri dan mendekati Saga.

  • When I Meet You Again   BAB 100. Penyesalan

    Val yang sangat merindukan kekasihnya itu membalas cumbuan Saga di bibirnya. Namun, beberapa detik kemudian ia mendorong pria itu menjauh. Wajahnya merah. “Kenapa?” Saga heran. “Ini nggak benar,” jawab Val. “Apanya yang nggak benar?” “Masalah ini, nggak semudah itu selesai.” Saga membawa wajah Val menatapnya. “Apanya yang belum selesai?” “Apa buktinya kalau wanita itu nggak akan menganggumu lagi?” “Aku sudah melarangnya. Aku sudah memintanya untuk nggak ganggu aku, kita. Apa lagi?” “Kamu yakin dia akan menurut begitu saja? Kulihat, dia orang yang selalu bisa mendapatkan keinginannya. Dia nggak semudah itu menyerah.” “Lalu, apa maumu, Val? Aku sudah nggak mau lagi berurusan dengannya.” Val masih menatap Saga mencari kebenaran di sana. “Begini saja, kalau sampai dia menghubungiku lagi, aku akan melaporkannya ke polisi. Bagaimana?” “Apa akan berhasil?” “Aku nggak tahu, tapi nggak ada

  • When I Meet You Again   BAB 99. Penjelasan

    Setelah Erin pergi dengan wajah tak percaya dan tidak terima diperlakukan begitu, Saga terduduk di sofa dengan kepala sakit. Semua tampak berputar-putar di depan matanya. Bayangan wajah Val yang menangis membuatnya merasa jadi manusia paling bodoh di dunia. Ia merasa bersalah dan rasa itu lebih menyakitkan daripada saat Erin meninggalkannya. Tidak punya pilihan lain, Saga menghubungi seseorang yang ia percaya. “Aku butuh bantuanmu.” Sementara itu, Val menangis dalam diam di kamarnya. Ia ingin memercayai ucapan Saga, tapi apa yang dilihatnya tadi begitu menyakitkan. Sungguh ia tidak bisa membayangkan perjalanan cintanya akan sesulit ini. Pernikahan yang sudah di depan mata, bagaimana nasibnya, ia tidak tahu. Ponsel Val yang bergetar menghentikan isak tangisnya begitu melihat nama peneleponnya. Buru-buru ia menghapus sisa-sisa kesedihan dan mengatur napasnya, sebelum menjawab. “Val, kamu belum tidur?” Rima, ibunya menyapa. “Ah, Mama. Be

  • When I Meet You Again   BAB 98. Ingin Kembali

    Val menatap gedung apartemen yang menjulang tinggi di depannya. Rasanya baru sebentar lalu ia berlari ke gedung sebelah ketika mendengar Saga sakit. Kini, menatapnya hanya menambah garam di atas lukanya. Ia teringat perkataan Noah bahwa Saga butuh waktu.Meski begitu, Val benar-benar merindukan Saga. Ia ingin bertemu dengannya. Ia juga telah membuat sebuah keputusan, dengan harapan itu akan membantu Saga menyelesaikan masalah ini.Kaki Val melangkah dengan mantap ke apartemen Saga. Ia sudah mempunyai kuncinya, jadi tidak ada masalah bila langsung mendatanginya, ‘kan? Ia akan menunggu jika Saga belum pulang dari urusannya, entah apa itu.Niat seringkali bertolak belakang dengan keberanian. Tangan Val bergetar ketika hendak memindai nomor kartu di pintu. Jantungnya berdegup kencang. Ia kemudian bimbang, apakah ini tindakan yang tepat? Namun, tekadnya sudah bulat. Ia pun membuka pintu itu. Sayangnya, apa yang ia lihat di dalam sana tidak sesuai dengan keingin

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status