Toni memaksa Dea untuk pulang, untuk berjalan saja Dea tidak mampu. Toni membopong Dea untuk masuk kedalam mobil, Pak Hando membukakan pintu untuk Toni.
"Pak Hando saya pamit dulu ya, Pak Hando jangan lupa makan sama minum obatnya," pamit Toni yang mencium tangan pak Hando.
"Iya iya Nak, hati-hati ya," ujar pak Hando dengan menepuk-nepuk pundak Toni,Toni mengangguk dan langsung masuk kedalam mobil. Toni keluar dari pekarangan rumah pak Hando.
Ketika dalam perjalanan Toni merogoh sakunya untuk menelpon bik Asih, dengan tergesa-gesa dia mencari nomor bik Asih. Ketika sudah ketemu Toni menempelkan benda kotak bercahaya ke telinganya dan disangga oleh bahunya, tidak butuh waktu lama sambungan telepon itu sudah tersambung.
"Hallo Bik?" panggil Toni.
"Apa Ton," jawab bik Asih.
"Kepala Non Dea tiba-tiba sakit, badannya lemes banget, panas juga. Langsung pulang atau dibawa kerumah sakit Bik?" tanya Toni.
"Kok bisa!? habis ngapain Non Dea, baw
"Mohon maaf saya belum bisa menjawabnya sekarang Pak, tapi dari gejala pasien bisa saja pasien mengalami hipoglikemia atau kadar gula darah yang terlalu rendah. Saya harus mengecek kadar gula darah pasien dulu, permisi," pamit dokter. suster yang membantu dokter mengikuti dibelakangnya."Baik Dok," jawab Aiden. Aiden mendekati Dea, mata Dea terpejam rapat, wajahnya sangat pucat."Suhu badannya masih sangat tinggi," batin Aiden. Tangan Dea digenggam olehnya, lalu menghela nafasnya Dea berat.Bik Asih beranjak berdiri ketika dokter keluar dari kamar,"Bagaimana Dok?" tanya bik Asih."Sebentar ya Bu, saya belum bisa menjawabnya sekarang," jawab dokter dan berlalu pergi."Hahh...." helaan nafas bik Asih."Boleh masuk nggak nih?" tanya Toni."Jangan, nunggu Tuan keluar dulu," jawab pak Lastro.Bik Asih melihat majikannya dari luar, lalu kembali duduk. beberapa saat kemudian suster kembali masuk kedalam kamar Dea.
Aiden melihat nomor yang tertera diponselnya, menarik dan menghembuskan nafas beberapa kali untuk menenangkan dirinya."Halo?""Hallo Baby," panggil manja Wendi diseberang telepon."Apa?" jawab Aiden. Emosinya masih meluap-luap dibenaknya."Ihh.... kok cuek si By?" rajuk Wendy."Ada apa By? aku lagi sibuk," jawab Aiden mencoba untuk ramah dengan kekasihnya."Aku habis dari kantormu, kata Elvaro kamu lagi jenguk keluargamu yang sakit," ujar Wendy."Iya," jawab Aiden."Siapa yang sakit By?" tanya Wendy penasaran."Papa? Mama? atau Oma?" lanjutnya penasaran."Bukan By," jawab Aiden."Trus siapa dong?" desak Wendy. Membuat Aiden semakin dongkol."Saudara," jawab Aiden."Ohh, Dea sepupu kamu itu?" tebak Wendy yang kelihatan sekali dari nadanya dia sangat kesal."Iya," jawab Aiden."Oh.... nanti aku samperin ya? kan hari ini kamu janji mau dinner, aku udah booking cafe," ujar
Aiden sedang diobati oleh dokter Mey yang memeriksa istrinya tadi sore, Aiden memilihnya sekaligus untuk membicarakan tentang hasil lab istrinya."Jadi pasien mengonsumsi obat psikotropika dalam dosis tinggi?" tanya dokter dan mengoleskan antiseptik di punggung Aiden."Iya Dok," jawab Aiden dengan mulut yang kesakitan."Apa psikiater yang menangani hal ini tau?" tanya dokter Mey."Tidak, beberapa kali istri saya tidak mengikuti jadwal konsultasi dengan psikiaternya," jawab Aiden."Apa selain Bapak, keluarga yang lain juga tau?" tanya Dokter yang sedang mengoleskan obat merah."Mertua dan orang tua saya, tapi kalau masalah kemarin yang dia seperti orang mabuk, itu hanya saya yang tau," jawab Aiden."Hmm...." gumam dokter menganggukkan kepalanya beberapa kali."Untuk obat yang dikonsumsi pasien apa bapak tau apa saja?" tanya Dokter Mey."Saya kurang tau Dok, karena dia menyembunyikan obatnya tanpa sepengetahuan saya,
Terdapat jubah berwarna hitam dengan kupluk dibagian atasnya, lalu sarung tangan hitam dan topeng berwarna hitam."Silakan bapak memakai ini," ucap laki-laki yang meninggalkannya beberapa saat lalu, Aiden langsung memakai jubah itu. Dirinya merasa seperti batman karena setelannya yang serba hitam, atau merasa seperti vampir. Setelah memakai semua kostum yang diberikan pria itu, Aiden sekali lagi menerima kartu dengan berwarna silver."Mari kita masuk," ucap pria itu dan langsung mendekati gerbang didepannya. Pria itu mengeluarkan kartu miliknya dari saku jaketnya, lalu membuka kotak yang menempel di tembok tengah gerbang."Pak Aiden, silakan scan kartunya," ujarnya. Aiden mengikuti perintah pria itu.Beberapa saat kemudian pintu gerbang terbuka.Gradakkk.... gradakk.... gradakkk....Mata Aiden takjub melihat pemandangan dibalik gerbang itu.Dibalik gerbang karatan yang besar itu terdapat bangunan yang megah berwarna hitam,
Aiden berpikir sejenak mendengar pertanyaan Mek, setelah itu baru dia menjawabnya,"Iya. Sebentar saya mau samperin seseorang disana." "Baik saya tunggu disana," jawab Mek dengan menunjuk ruang keamanan disamping gerbang berwarna emas dibelakangnya. Aiden mengangguk dan langsung meninggalkan Mek. Menghampiri perempuan itu, ketika berada didekatnya Aiden langsung menarik menarik lengan perempuan itu hingga membuat tubuh perempuan itu berbalik menghadap Aiden. Mata wanita itu melebar, kaget karena tiba-tiba ada orang yang menarik lengannya tanpa ijin. "Wendy?" panggil Aiden. "Siapa anda? lancang sekali menyentuh wanita tanpa ijin," ucap wanita itu yang langsung melepas cengkraman tangan Aiden dilengannya, lalu membanting tangan itu dengan kasar. "Suaranya beda, aku salah orang," batin Aiden. "Ahh, maaf saya salah orang. Mohon maaf atas kelancangan saya Nona," ujar Aiden. Wanita itu tidak menggubris permintaan maaf Aiden, dia langsung meni
Aiden keluar untuk menerima panggilan yang membuat ponselnya bergetar hebat. Dilihat layar smartphone yang tertulis nama Risa."Ya Risa?" ujar Aiden ketika menerima panggilan dari sekretarisnya."Selamat pagi Pak Aiden," salam orang di seberang telepon."Ya, selamat pagi," jawab Aiden."Saya mau mengonfirmasikan jadwal hari ini Pak, Jam 10 nanti ada meeting-" suara Risa terpotong ketika Aiden melontarkan kalimat."Tolong kosongin jadwal hari ini Risa," perintah Aiden."Tapi Pak-," lagi-lagi kata-kata Risa terpotong."Tidak ada tapi- tapian, istri saya sedang sakit. Tolong kamu beritahu wakil buat gantiin jadwal saya, jangan lupa rekam semua pembicaraan selama meeting. Terus kalau ada Dena datang ke kantor, bilang aja aku lagi di luar kota. Saya tutup teleponnya dulu," ucap Aiden yang langsung memutus sambungan teleponnya dengan Risa. Aiden sengaja mengosongkan jadwal kerjanya untuk menemani Dea. Setelah mematikan telepon dan Risa tidak menghubungi kembali, Aiden memutuskann untuk lan
Keadaan Dea semakin membaik, sudah lima hari dia opname di rumah sakit. Hari ini dia diperbolehkan dokter untuk pulang. Semua orang sibuk mempersiapkan kepulangan Dea, termasuk mertua dan oma.Aiden hari ini ijin tidak masuk kerja untuk menemani istrinya. Hal ini dia lakukan karena kedua orangtuanya juga ikut menjemput Dea. Seandainya jika tidak ada orangtuanya, kemungkinan besar Aiden memilih untuk masuk kerja karena ada meeting yang sangat penting di kantor."Udah?" tanya Aiden pada Dea yang duduk di atas ranjang. Dea sudah bersiap untuk keluar dari kamarnya. Semua orang kini sedang sibuk mengemas barang istrinya."Udah," jawab Dea."Kuat jalan? atau mau aku gendong?" tanya Aiden yang bersiap menggendong Dea."Aku jalan aja. Bik..." panggil Dea pada Bik Asih yang sedari tadi sibuk dengan tas milik Dea."Eh... Iya Non." Bik Asih yang sedari tadi sibuk dengan mengemas barang langsung menghampiri Dea."Biar aku saja Bik," sergah Aiden.Mama dan Ayah mertua memperhatikan sepasang keka
"Aku milih Dea Pa," jawab Aiden sedikit tercekat. Hatinya terasa sangat berat, namun dia tidak bisa melawan."Kalau begitu, kamu putusin Wendy sekarang juga," perintah papanya."T-tapi Pa.""Papa beri waktu sampai besok buat kamu putusin Wendy. Atau jabatan kamu saya turunin," ancam papanya. Mendengar ucapan papanya, Aiden ingin marah. Namun, dia tidak bisa berbuat apa-apa. Papanya memang belum resmi memberikan perusahaan itu kepadanya. Dia hanya bertugas mengolah bisnis yang sudah dibangun orang tuanya.Sangat disayangkan jika Aiden harus turun dari jabatannya sekarang. Meskipun ia sudah memiliki beberapa bisnis kecil. Namun, itu tidak sebanding dengan jabatan di perusahaan papanya.Dengan berat hati Aiden pun mengangguk, mengartikan jika dia akan memenuhi perintah Papanya.Kedua orangtuanya langsung berdiri dan kembali ke kamar Dea. Tinggal Aiden yang terduduk di atas sofa dengan frustasi."Sial!" ucapnya dengan tangan yang mengepal erat.Pikirannya menjadi kalut karena diperintah