Share

5

Setelah Samira keluar dari kantor Nada, ia langsung menuju ke mobilnya dan menginstruksikan kepada supirnya untuk menuju ke alamat rumah Wisnuaji. Selama di perjalanan Samira sedikit gugup mengingat pertemuan pertama mereka yang tidak terlalu baik. Bahkan dari cara Wisnuaji membahas Pinar Defne kemarin, Samira sadar, jika Wisnuaji tidak berminat untuk bertatap muka lagi dengan mantan istrinya tersebut.

Di waktu yang sama dan tempat yang berbeda Wisnuaji menerima telepon dari menantunya.

"Hallo, Nad."

"Hallo Pa. Papa ada di rumah enggak sekarang?"

"Ada. Kenapa?"

"Nanti Tante Samira ke rumah Papa bawain Gurame asam manisnya ya. Papa jangan pergi dulu."

"Enggak Nad, Papa lagi mandiin Alda di belakang. Kamu bilang sama dia suruh masuk saja nanti ke belakang."

"Ya Papa bilang sama ART Papa."

"Iya."

Lama Wisnuaji dan Nada saling diam dengan pikiran masing-masing. Nada dengan pikiran bagaimana cara menyampaikannya kepada Papa mertuanya bila Samira adalah gandengan Papa mertuanya untuk ke acara orang tuanya tanpa membuat Wisnuaji tersinggung. Sedangkan Wisnuaji sejak bertemu dengan Samira menjadi ingin mengetahui siapa wanita itu, hingga berani masuk ke ranah terlarang dengan membahas hubungannya dengan mantan istrinya yang sudah tutup buku hampir 30 tahun lalu.

"Pa," akhirnya Nada yang memecah keheningan di telepon tersebut.

"Hmm," kata Wisnuaji sambil menyikati batu kali hidupnya.

"Kan kemarin Papa minta Nada nyariin gandengan. Ingat nggak Pa?"

"Ingat."

"Nada sudah dapat Pa."

"Okay. Kamu sudah seleksi kan bukan istri, pacar atau tunangan orang?"

"Sudah aku seleksi dari KTP malahan."

"Good. Siapa namanya?"

"Nayla Samira Huri. Status Janda, usia 43 tahun sebentar lagi. Fisik, ya Papa bisa lihat sendiri cakep gitu kan dan kayanya sih wanita dari kalangan atas dilihat dari penampilan dan pembawaan dirinya."

Wisnuaji diam mendengar penuturan Nada. Dipikirannya sedang mencerna informasi tentang Samira. Samira berusia 43 tahun, ia hanya bisa tertawa getir, ternyata bukan hanya dirinya yang sering di nilai orang belum setua usia aslinya. Kini ia menemukan wanita yang bernasib sama dengan dirinya. Namun ia tidak mau memberi Samira harapan selain ia tidak berniat untuk menikah kembali, ia juga tidak akan bisa membiayai gaya hidup Samira, karena dia adalah pria pengangguran yang sedang menikmati hasil kerja kerasnya ketika muda, sebagian besar aset miliknya juga sudah ia berikan ke putranya.

"Ketinggian Nad kalo dia."

"Kalo ketinggian ya pakai tanggalah Papa ke sananya, biar nyampe," Kata Nada sambil tertawa.

"Beda kelas Nad. Papa ini cuma laki laki pengangguran berusia 56 tahun."

"Jangan bilang gitu, hilang nanti aset papa di bank Swiss."

"Kamu tau Nad?"

"Tau, Juna enggak pernah nyembunyiin apapun dari Nada Pa. Aset Papa sebanyak itu, bisalah buat masa tua sambil ongkang ongkang di rumah nikmatin hidup bareng istri baru."

"Papa enggak ada niatan kasih Juna emak tiri Nad."

Kini Nada tertawa di seberang telepon, itu juga membuat Wisnuaji tertawa. Hubungannya dengan anak dan menantunya memang dekat dan santai, layaknya teman sehingga mereka bisa bercanda dengan bebas dan lepas.

"Ya sudah Pa, Nada lanjut kerja dulu ya, soalnya habis lunch ada lanjut meeting sama Pak Raka."

"Okay. Have a nice day Nad."

"Have a nice day Papa. Good luck ya buat gebetan barunya."

Wisnuaji hanya mendengus mendengar kata kata terakhir Nada sebelum telepon itu di tutup oleh Nada terlebih dahulu.

Setelah perjalanan sekitar 30 menit dari kantor Nada berada, kini Samira telah tiba kembali di rumah Wisnuaji. Ketika ia sampai di depan pagar, sang satpam yang telah mendapatkan mandat dari si empunya rumah mempersilahkan Samira untuk masuk dan langsung saja menuju ke halaman belakang rumah.

Mau tidak mau Samira merasa canggung karena dirinya diminta langsung menuju area belakang yang biasanya tidak semua tamu yang awal bertandang ke rumah seseorang melakukan hal tersebut.

Ketika berjalan melewati setiap ruang yang ada di rumah Wisnuaji, ia merasa bahwa rumah itu hangat dengan banyak foto yang terpajang di dinding rumah, mulai dari foto keluarga hingga foto pernikahan anaknya.

"Ibu Samira ya?" Tanya seorang wanita berusia pertengahan 40 tahun

"Iya," jawab Samira ramah sambil tersenyum

"Mari saya antar ke tempat bapak. Tadi bapak pesan kalo ibu datang suruh antar ke belakang, karena bapak sedang sibuk sama Alda," Kata sang ART sambil berjalan di depan Samira, Samira hanya diam sambil mengikuti kemana arah ART ini berjalan.

Ketika ia sampai di halaman belakang yang cukup Luas ia melihat raksasa seperti dinosaurus besar berwarna hitam. Namun ketika ia perhatikan itu bukan dinosaurus, namun seekor kura kura raksasa yang tinggi tempurungnya saja setinggi pagar tempat kura kura itu tinggal.

"Pak, pak Ganteng, ini ada Bu Samira."

Hanya mendengar sang asisten rumah tangga Wisnuaji memanggil Wisnuaji "Pak Ganteng" saja bisa membuat Samira malu sendiri, bahkan wajahnya memerah.

Sedekat dan sesantai apa hubungan Wisnuaji dengan para pekerja di rumahnya hingga mereka memiliki panggilan sayang, itulah yang ada di benak Samira saat ini.

"Iya, Nah makasih ya," seru Wisnuaji sambil bangkit berdiri dari posisinya yang baru saja memandikan Alda dan itu membuat Samira kembali ke realita yang ada dari memikirkan yang tidak tidak.

Kini di depannya ada Wisnuaji yang sedang bertelanjang dada dengan celana pendeknya. Samira bahkan hanya bisa melongo melihat bentuk badan Wisnuaji yang menggiurkan ini. Dirinya wanita normal, dan sudah 12 tahun hidup tanpa belaian laki laki, jadi wajar saja reaksinya seperti ini bila melihat seorang duda hot, bertampang asia di depannya yang lebih parahnya lagi telah mengambil hatinya sejak 10 tahun yang lalu. Bahkan karena larut dalam pikirannya, Samira tidak sadar bila Wisnuaji sudah ada di depannya hingga dehaman Wisnuaji lah yang membuatnya menapaki dunia nyata lagi setelah larut dalam dunia pikirannya yang kacau hanya karena duda hot di depannya  ini. Samira hanya tersenyum dan menyerahkan Tupperware yang di titipkan Nada padanya tadi.

"Ini titipan dari Nada," kata Samira sambil mengulurkan titipan Nada tersebut

"Makasih," kata Wisnuaji bersamaan dengan ia menerima titipan menantunya.

"Silahkan duduk dulu. Saya harus mandi setelah memandikan Alda tadi."

Samira hanya bisa diam mematung ketika mengetahui jika Alda bukanlah manusia, melainkan seekor kura kura raksasa.

Oh my God....

Samira kali ini benar benar iri terhadap reptil raksasa yang mampu hidup ratusan tahun tersebut karena ia  begitu di sayangi oleh laki laki seperti Wisnuaji ini. Andai dia bisa, dia mau mengantikan posisi sang reptil tersebut.

"Sam?" Wisnuaji memanggilnya yang membuat Samira sadar kembali ke realitanya.

"Oh, maaf, baik saya tunggu di sini," kata Samira sambil berjalan ke kursi yang ada di teras belakang rumah Wisnuaji.

Wisnuaji hanya mengangguk dan la kemudian berlalu dari hadapan Samira.

Sekitar sepuluh menit ia menunggu Wisnuaji, tiba tiba suara seorang wanita membuatnya kaget dan terpaksa ia menoleh ke arah sumber suara tersebut.

"Kamu siapa bisa ada disini?"

Mendengar pertanyaan wanita itu Samira bangkit berdiri dari posisi duduknya dan tersenyum canggung. Kini ia bingung harus menerangkan siapa dirinya kepada wanita ini. Tidak mungkin ia mengatakan jika ia adalah pengagum rahasia Wisnuaji sejak 10 tahun yang lalu kepada wanita ini.

Ya Tuhan...

Tolong kirim Malaikat penolong saat ini, karena aku tidak tau harus menjawab apa sekarang.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status