Jantung Mentari berdetak kencang. Ia berdiri tepat di samping pria berotot tadi. Sesekali, netra mereka beradu temu hingga membuat wanita cantik itu salah tingkah.
"Kenalin, ini Pak Alex, pemilik Cafe ini," ucap sang manajer dengan tersenyum manis.
Kedua manik cokelat Mentari membeliak. Wanita muda itu kaget bukan kepalang, selama bekerja, belum pernah sekalipun bertemu dengan sang pemilik Cafe. Ia berpikir orang yang memiliki Cafe ini adalah seorang yang sudah berumur. Namun, kenyataannya laki-laki itu mungkin lebih muda dari usia Mentari.
"Alex, senang bertemu dengan mi," ucap lelaki berotot itu seraya mengulurkan tangan kepada Mentari.
"Mentari, maaf untuk yang tadi siang," sahut Mentari sambil menjabat tangan sang pemilik Cafe.
"" It's oke, no problem," jawab Pak Alex dengan tersenyum tipis.
Mentari tercengang untuk beberapa saat. Hatinya belum bisa menerima jika pemilik Cafe tempat nya bekerja i
Hari itu Mentari ditugaskan ke luar kota bersama Pak Alex. Mereka akan mengecek lokasi yang akan dijadikan cabang Cafe di daerah puncak. Awalnya, Mentari menolak karena takut tidak diizinkan oleh sang suami. Namun, enah kenapa Pak Alex lebih nyaman pergi dengan Mentari dari pada dengan sang manajer. Akhirnya setelah dibujuk oleh sang manajer. Mentari pun setuju dan ikut menemani pak Alex ke luar kota.Mentari pun bergegas menelpon sang suami .ia mengusap layar gawai dan menghubungi nomor Rangga.[Yang, hari ini aku tugas keluar kota. Mungkin besok pagi baru pulang] ucap Mentari di balik gawai[Loh kok ngedadak? Emang nggak ada karyawan lain?] Suara Rangga terdengar kaget.[Aku udah nolak, tapi Manager memaksa. Yang, gimana nih? Kalau kamu nggak setuju , aku ngundurin diri aja deh[[Ya udah, deh. Aku juga ada lembur malam ini. Koki pengganti lagi sakit] Ujar sang suami dari balik layar gawai.Komunikasi pun
Rangga tidak pulang ke rumah setelah mendapati sang istri berada satu kamar dengan laki-laki lain. Lelaki itu memilih untuk pulang ke rumah orang tuanya.Mentari bergegas di antar pulang oleh Pak Alex ke rumahnya, dengan tujuan ingin menjelaskan langsung kepada Rangga.Mobil melaju cepat, membelah jalanan yang agak lengang. Urusan pekerjaan terpaksa dilakukan oleh orang kepercayaan Pak Alex.Mentari tampak gelisah sepanjang jalan. Rumah tangga yang baru seumur jagung itu terancam kandas hanya karena kesalahpahaman."Tenang, Tari. Aku punya rekaman CCTV kita di kamar hotel. Asalkan Rangga mau menonton sampai habis. Semua akan baik-baik saja," ucap Pak Alex untuk menenangkan hati Mentari."Iya, Pak. Semoga Rangga mau nonton."Mobil pun kembali melaju kencang. Hingga tidak terasa sudah sampai di depan rumah Mentari. Namun, sesampainya di sina, lelaki yang dinikahi Mentari itu tidak tampak di mana pun.
Rangga dan mentari akhirnya dapat meluapkan rasa rindu yang telah lama tersimpan. Hubungan mereka semakin menghangat. Bukankah setelah pertengkaran akan lebih membuat hubungan menjadi lebih lengket?***Mentari akhirnya memutuskan untuk berhenti bekerja. Ia memilih menjadi seorang istri dan ibu rumah tangga, menunggu sang suami pulang bekerja, di rumah. Sudah hampir tiga bulan ia berdiam diri di rumah.Matahari bersinar cerah hari itu, Mentari mengantar sang suami yang akan berangkat kerja sampai ke teras rumah. Seperti biasa, Mentari bergegas pergi ke depan rumah untuk membeli sayuran.Para ibu muda sedang berkumpul di lapak tukang sayur langganan. Semua tampak asik memilih dan memilah sayuran segar yang ada di gerobak. Mentari ikut bergabung dan memilih beberapa sayuran."Tari, udah ngisi belum?" tanya salah satu tetangga seraya menatap perut ramping Mentari."Belum, Pok. Belum dikasih sama yang di atas," jawa
Burung-burung terdengar berkicau riang, menyambut sang surya yang telah nampak dari ufuk timur. Tetesan embun pagi masih terliat di dedaunan. Mentari sudah bersiap untuk pergi ke klinik mengambil hasil tes laboratorium tentang kesuburan mereka."Ayo, berangkat sekarang. Ntar keburu macet," ujar sang istri saat sang suami tengah bersantai di teras rumah.Rangga pun beranjak dari tempat duduknya. Memudian bergegas mengambil kunci motor dan pergi bersama sang istri.Suasana klinik masih sepi, hanya ada beberapa pasien yang terlihat menunggu di depan ruang praktek.Pasangan suami istri itu duduk di depan meja. Menunggu sang dokter mengambil hasil tes dari laboratorium.Rangga menggenggam erat tangan Mentari yang semakin terasa dingin. Dadanya berdebar disertai jantung yang berdetak kencang. Perasaan takut dan khawatir mulai menyergap, menghantui keduaya.
Setelah mengetahui hasil tes kesuburan mereka baik-baik saja. Kedua orang tua Rangga pun tidak pernah mempertanyakan masalah anak lagi kepada Mentari. Namun, terkadang mereka selalu menanyakan kapan dirinya akan mendapatkan cucu.Orang tua Rangga akan langsung bungkam setelah anak kesayangannya membela sang istri. Akan tetapi, Rangga tidak selamanya bisa membela sang istri di hadapan kedua orang tuanya. Ada kalanya Rangga tidak bisa berkutik saat kedua orang tua menekan dirinya.Waktu berlalu begitu cepat, hingga tidak terasa usia pernikahan mereka sudah menginjak yang ke dua tahun. Namun Mentari, tidak kunjung hamil. Entah apa yang terjadi dengan wanita muda itu. Ia seringkali menangis dalam diam. Memohon kepada Yang Maha Kuasa agar diberikan kepercayaan dan memberinya seorang buah hati.Bari berganti minggu, bulan berganti tahun, hingga terlewati dua tahun lamanya. Namun, doanya tak kunjung terkabul sampai saat hari itu tiba
Rangga merenung seorang diri. Lelaki perkasa itu tidak berkutik di depan sang Ibunda. Janji yang pernah ia ucapkan kepada Nya, kini harus ditepati."Yang, kamu serius mau nikah lagi?" tanya Mentari dengan tatapan nanar.Rangga beranjak dari duduknya dan menghampiri sang istri."Aku juga nggak mau nikah lagi, tapi, aku terlanjur janji sama Nyak dan Nyak menagihnya terus.Bulir bening tampak menetes perlahan membasahi pipi gadis cantik itu, tidak pernah terbayang sekalipun bahwa pernikahannya dengan teman masa kecilnya akan menjadi seperti ini.Mimpi untuk hidup bahagia bersama sang suami selamanya. Perlahan sirna bersama ketidak hadiran seorang buah hati di dalam pernikahan mereka." Ga, aku nggak sanggup kalau harus berbagi cinta dengan wanita lain," ucap Mentari lirih.Rangga menghampiri sang istri dan mendekap tubuhnya, kemudian mencium kening Mentari berkali-kali. Seolah itu ada
Malang tidak dapat ditolak begitupun dengan takdir yang tertulis untuk Mentari. ia tidak bisa lagi mengelak dari takdir untuk berbagi suami.Sang suami duduk di depan panggung penghulu di samping seorang wanita yang memakai kebaya warna putih. Mentari hanya bisa terdiam dan meremas tangannya sendiri.Manik cokelatnya mulai memanas dengan tubuh yang mulai bergetar hebat saat ijab qobul terucap dari mulut sang suami. Hancur sudah perasaannya. Puput sudah impian masa depan untuk hidup bahagia, kini wanita muda itu bagai berada di ujung jurang yang dalam dan terjal.Ingin rasanya pergi dan menghilang saat itu juga. Namun, besarnya rasa cinta kepada sang suami menahan dan memasung tubuhnya untuk tetap berada di samping Rangga.Air mata pun sudah tidak terbendung lagi, meleleh perlahan membasahi wajah cantik Mentari. Para tamu menatap iba ke arah perempuan yang bernasib buruk itu. P
Rangga tampak tegang menunggu penjelasan sang Dokter selanjutnya. Telapak tangan lelaki bertubuh tegap itu pun menjadi sangat dingin. Perasaan takut kehilangan Mentari tiba-tiba menyeruak dari hatinya."Bapak belum tahu, kalau istri Bapak sedang hamil?" tanya sang Dokter dengan tatapan tajam."Beneran, Dok? istri saya hamil?"Lelaki itu melompat saking girangnya. Ia berlari sambil terkekeh menuju kamar Mentari."Tari, sayang, kita akan punya bayi!" pekik Rangga seraya duduk di samping sang istri."Alhamdulillah," sahut Emak dengan senyum semringah.Mentari yang masih lemas hanya bisa tersenyum tipis. Menatap sang suami dengan pandangan sendu. Suasana haru dan penuh syukur menyelimuti hati ketiganya."Lalu, bagaimana dengan Dina?" lirih Mentari.Semua pun terdiam, seandai